Sepi Pembeli, Penjual Masker Terpaksa Turunkan Harga

Sepi Pembeli, Penjual Masker Terpaksa Turunkan Harga

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -=  Pria setengah baya itu sibuk menata masker terbungkus plastik di tempat displaynya, Jumat (2/10/2020) pagi. Sampai ada calon pembeli datang pun dia tak tahu.

"Oh silakan," kata dia setengah gugup.

"Rp 5.000 satu biji," kata dia sambil menyodorkan masker berwarna warni. Kini giliran calon pembeli yang keheranan. Karena beberapa hari lalu ketika dia akan membeli, harganya dipatok Rp 10.000. Atau 2 masker Rp 15.000. Saat itu  yang jaga lapak anaknya. Melihat si calon pembeli keheranan, pria itu langsung menyahut.

"Sepi. Jadi harganya diturunkan. Daripada tidak laku," katanya tanpa ditanya.

Anton, pria tengah baya asal  Solok, Sumatera Barat itu sudah tiga bulan jualan masker di trotoar Jalan Sultan Agung. Tepatnya di depan warung sate ayam Pak Kromo, sebelah barat Alun-alun Sewandanan Pakualaman. Dulu dia jualan aksesoris di kakilima Malioboro. Tapi semenjak pandemi, Malioboro sepi. Tak ada lagi anak-anak muda dari luar kota berkunjung. Padahal itu pembeli potensial dagangannya. Daripada nombok karena di Malioboro kena sewa, akhirnya Anton dan beberapa teman mencoba dagangan lain. Masker; yang setiap orang butuh karena wajib pakai sesuai protokol kesehatan.

Masker dengan bahan kain lembut itu didatangkan oleh broker dari Jakarta. Warna warni dan nyaman dipakai.

Menurut Anton, ada banyak pedagang yang menjual  masker tersebar di berbagai ruas jalan di Kota Yogyakarta. Awalnya lumayan laris, harganya juga lumayan tinggi sehingga keuntungan lumayan. Tiga bulan berlalu, lama-kelamaan makin sepi lantaran makin banyak penjualnya. Bahkan menurut pengamatan Koranbernas.id, penjual sayur, bensin eceran pun juga nyambi jualan masker.

Meski sudah sepi tapi menurut Anton masih bisa lah untuk makan tiap hari. Dari modal Rp 1,2 juta untuk kulak dari broker menurut Anton sudah balik modal dan dapat margin. Meskipun dia mengaku belum pernah dapat pesanan dalam jumlah banyak. Paling dua tiga  dosin, mungkin untuk dibagi-bagi.

Dia tidak bisa memprediksi kapan jualan masker ini masih punya prospek. Akankah kelak dia  berganti dagangan lagi? Yang jelas di Jalan Sultan Agung tidak kena biaya, retribusi pun tidak ditarik sehingga dia tidak kehilangan biaya. Berbeda dengan Malioboro.

Yang pasti, sebagaimana teman-teman pedagang kakilima Malioboro, Anton berharap pandemi Covid l9 segera berakhir. sehingga dia bisa menegakkan periuk nasinya kembali dengan kokoh.

"Bersyukur, tinggal sedikit kok," kata Anton sambil  memperlihatkan kotak besar yang hampir kosong ditambah yang terdisplay di gantungan. Setiap hari dia harus bertahan menunggu dagangannya sampai Maghrib, mohon rezeki dari Allah dalam musimpandemi yang sunyi.(*)