Sampah Pampers Bayi Mengancam Ekosistem Sungai
KORANBERNAS.ID, MADIUN – Penggunaan pampers bayi dinilai lebih praktis dibanding popok konvensional berbahan kain. Popok buatan pabrik itu menjadikan tidur bayi lebih nyenyak, setidaknya sang ibu tidak ribet berulang kali bangun tengah malam demi mengganti popok yang basah.
Persoalannya, penggunaan pampers bayi tidak dimbangi kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan hidup. Bukan rahasia lagi hampir semua sungai tercemari sampah pampers bayi, pating krampul menggelembung terbawa aliran air. Demikian pula sungai-sungai di wilayah Kabupaten Madiun Jawa Timur.
Ancaman kerusakan ekosistem sungai akibat sampah pampers bayi ini terungkap tatkala jajaran Komisi C DPRD DIY dipimpin Wakil Ketua DPRD DIY, Suharwanta, mengadakan kunjungan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Madiun, Jumat (13/11/2020) silam. Ini merupakan bagian dari studi komparasi mengenai pengelolaan sampah mandiri atau sampah rumah tangga.
Di hadapan tamunya, Kepala Dinas DLH Kabupaten Madiun, Edy Bintardjo, mengakui pihaknya saat ini menghadapi permasalahan banyaknya sampah pampers bayi dibuang ke aliran sungai.
Tercatat di kabupaten itu jumlah penduduk berusia 0-12 tahun lebih kurang 25 ribu jiwa yang setiap hari memakai pampers. Jumlah yang terbilang tidak sedikit.
Edy mengatakan ke depan dinas yang dipimpinnya lebih fokus menangani permasalahan sampah pampers bayi. Caranya adalah mengkategorikannya sebagai sampah spesifik. “Agar pengelolaannya tepat,” ungkapnya.
Dia mengakui, sampah pampers bayi sangat berbeda dengan sampah organik yang mudah terurai. Masifnya penggunaan pampers di masyarakat perlu segera disikapi, salah satunya melalui penerbitan regulasi.
Tidak hanya pampers bayi, ada satu lagi yang juga berpotensi memunculkan masalah baru yaitu sampah masker. “Tahun depan kami akan membahas perda baru terkait sampah spesifik ini agar tepat pengelolaannya,” ucapnya.
Berkaca dari persoalan yang dihadapi Kabupaten Madiun, Suharwanta mendorong Pemda DIY serius memperhatikan lingkungan hidup terutama sungai. Kebijakan maupun strategis pengelolaan sampah mandiri di tingkat rumah tangga harus menjadi fokus perhatian.
Dia melihat permasalahan paling mendesak saat ini adalah keberadaan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan Bantul yang menampung sampah dari tiga wilayah yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. (*)