Ruwat Jagat, Upaya Pegiat Budaya Pacitan Membersihkan Bala Dunia

Ruwat Jagat, Upaya Pegiat Budaya Pacitan Membersihkan Bala Dunia

KORANBERNAS.ID, BANTUL--Kondisi dunia yang sedang dalam masa pemulihan paska pandemi Covid-19, bencana alam yang melanda beberapa daerah, pemanasan suhu bumi, musim yang tidak menentu serta perang yang melanda serta banyak masalah lain yang penyebab sejatinya adalah tak lain manusia itu sendiri menjadi keprihatinan bersama.

Sudah banyak upaya nyata dalam membuat semua itu menjadi baik. Namun sebagai manusia, masih banyak pula upaya yang terus bisa dilakukan bersama-sama untuk memohon agar semua keadaan buruk yang terjadi segera diangkat dari muka bumi ini.

Kelompok budaya dan pegiat seni tradisi di Pacitan, Jawa Timur memiliki cara unik untuk memohon kepada Yang Maha Asih untuk mengabulkan semua harapan baik terhadap kehidupan tersebut.

Bersama dengan pemerintah Kabupaten Pacitan mereka menggelar Ruwat Jagat, Acara ini diselenggarakan secara sengaja oleh pemerintah daerah bersama hampir seluruh komponen masyarakat di Pacitan. Ia tidak hanya ditujukan untuk mengabarkan bahwa kebudayaan adalah elemen penting dalam perubahan atau pembangunan Pacitan. Sekaligus, ia harus diberi energi ulang karena peran pentingnya.

Kabupaten Pacitan, yang berada di ujung barat provinsi Jawa Timur juga seperti daerah- daerah lain di Indonesia merasakan dampak yang sama akibat pandemi dan situasi dunia. Belakangan, pemerintah pusat-pemerintah daerah bersama dengan masyarakat mulai bergerak secara perlahan menghadapi segala persoalan, bangkit dan pulih bersama.

“Harus disadari, pemerintah daerah Pacitan pun, tidak bisa sendirian untuk pulih paska pandemi, butuh dukungan masyarakat dan swasta secara bersama-sama menghadapi situasi tak menyenangkan tersebut,” papar Indrata Nur Bayuaji, Bupati Pacitan saat konferensi pers, Rabu (3/11/2022) di Joglo The Ratan, Bantul.

Pengetahuan jejamuan, lanjut Aji, yang dimiliki warga Pacitan memberi jawaban ketika vitamin langka, dan bahkan ketika vaksin Covid-19 belum diproduksi. Masyarakat saling berbagi, tolong menolong, dan saling menjaga antar warga. Gerakan masyarakat itu menjadi jaring pengaman sosial ketika pemerintah pusat dan daerah tergagap menghadapi pandemi Covid-19 pada 2020 silam.

“Perilaku kebudayaan yang sangat otentik inilah yang sesungguhnya dimiliki oleh warga Indonesia pada umumnya, bergotong-royong menghadapi persoalan secara bersama- sama,” kata dia.

Lebih lanjut Aji menjelaskan, di wilayahnya ada banyak contoh laku kebudayaan yang hidup dan dihidupi oleh warga dan menjadi solusi bersama di saat kita sedang tidak baik-baik saja. Kebudayaan mejadi energi pemberi, kadang menjadi perantara yang mempertemukan potensi dan kekuatan warga yang bersama-sama menyelesaikan masalah.

“Sayangnya, kebudayaan belum menjadi elemen penting dalam gerakan pembangunan. Setidaknya harus diakui pemaknaan atas gerakan kebudayaan kita masih sangat sempit, sementara laku kebudayaan di masyarakat yang telah terjadi sesungguhnya energi penting yang mempengaruhi kehidupan ini,” imbuhnya.

“Kini kami mulai menempatkan kebudayaan sebagai elemen penting perubahan di Pacitan. Kesadaran ini juga mengubah postur anggaran di Kabupaten (dan desa-desa di pacitan). Mulai tahun depan, jika Anda-anda sekalian berkunjung ke Kabupaten Pacitan akan menjumpai desa-desa digerakkan oleh elemen kebudayaan. Festival-festival Desa, inisiatif pemuda-pemudi desa, pengembangan cara hidup yang lebih membumi/ konteks sudah mulai dibicarakan sejak 6 bulan dalam pertemuan antar perangkat desa dan warga,” papar Aji lebih lanjut.

Sementara Ong Hari Wahyu, salah satu Seniman yang ikut serta membuat konsep Ruwat Jagat mengatakan, Ruwat Jagat ini bukan hanya buat Pacitan, tetapi juga nusantara dan dunia.

“Jadi sakjane pasca pandemi jagate kudu diruwat bukan salah jagatnya tetapi manusianya yang salah. Karena ulah jagat ini hanya sebuah penanda. Kira-kira seperti itu konsepnya, terus kita memilih Pacitan sebagai salah satu daerah-daerah pinggir atau kabupaten yang juga perlu,” lanjutnya.

“Jogja itu nggak perlu, udah terlalu banyak. Tapi saya kira untuk membangun Indonesia itu juga perlu melalui pinggiran. Jadi wilayah-wilayah pinggiran itu bagaimana dihidupkan kembali budayanya, keseniannya, artinya di sinilah apa yang disebut dengan festival warga,” imbuhnya.

Lebih lanjut Ong menyampaikan bahwa meruwat jagat di sini bukan hanya untuk Pacitan, tetapi untuk semua kehidupan semua manusia. Sebagai penanda bahwa alamnya sudah rusak juga karena oleh manusianya bukan alamnya yang marah kepada kita.

“Tetapi kita yang salah maka kita harus meruwat diri,” ujarnya.

Ketua Konsursium Kangen Pacitan, salah satu penggagas Ruwat Jagat, Moch. Abdilah “Peci Miring” Yusuf mengatakan, bahwa Ruwat Jagat dilangsungkan setelah kita semua bertahan dari badai pendemi yang luar biasa. Ini menjadi momen tepat untuk menyadari dan mengabarkan bahwa kebudayaan adalah elemen penting di Pacitan.

“Kita harus merawat dan memberi energi ulang terhadapnya. Peristiwa ini juga sekaligus memberi penghargaan kepada warga Pacitan yang lebih dahulu menyadari dan menghidupi kekuatan,” tandasnya.(*)