Purworejo Usung Bedhug Pendowo ke Pentas Seni TMII

Purworejo Usung Bedhug Pendowo ke Pentas Seni TMII

KORANBERNAS.ID, PURWOREJO -- Kabupaten Purworejo memiliki bedhug terbesar di Asia Tenggara bernama Bedhug Kiai Bagelan atau Bedhug Pendowo. Bedug ini panjangnya 2,92 meter. Diameter depan 1,94 meter. Diameter belakang 1,8 meter. Bedhug Pendowo merupakan karya monumental dari para leluhur di Kabupaten Purworejo.

Bedhug yang berasal dari bumi Pendowo (sekarang berlokasi di Kecamatan Bagelen) itu dibuat dari pohon jati dan kulit sepasang sapi (betina dan jantan) untuk menutup dua sisinya.

Karya monumental Bedhug Pendowo inilah yang melatari pelaku seni Kabupaten Purworejo mengusung sebuah pergelaran sendratasik (kolaborasi tari dan teater) berjudul Bedhug Pendowo Jati untuk mengisi Pentas Duta Seni di Ajungan Provinsi Jawa Tengah Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Lewat garapan yang memadukan konsep tradisi dan kontemporer tersebut,  Tim Duta Seni Purworejo ingin menunjukkan kepada masyarakat Indonesia dan dunia, kabupaten ini memiliki karya budaya agung sebagai penanda waktu salat tiba beserta sejarah pembuatannya yang layak diapresiasi.

Dijadwalkan, pertunjukan akan ditampilkan secara virtual melalui kanal youtube Badan Penghubung Jawa Tengah pada 6 Juni 2021. Proses penggarapan telah rampung. Produksi perekaman telah dilakukan Rabu (19/5/2021) malam.

“Seharusnya digelar di Anjungan Jawa Tengah TMII Jakarta. Namun karena era pandemi, ada kebijakan dari Bapak Gubernur semua dilaksanakan secara virtual,” kata Menuk Indriastuti, Kasubid Promosi dan Informasi Badan Penghubung Provinsi Jateng, saat memantau produksi perekaman di Gedung Kesenian WR Supratman Purworejo.

Menuk yang hadir bersama tim monitoring Badan Penghubung malam itu mengungkapkan, pementasan secara virtual kali ini memiliki tantangan tersendiri mengingat target penonton warga Jabodetabek.

Duta seni harus mampu menyajikan pertunjukan yang menghibur tetapi tidak kehilangan nilai budaya, sesuai target Jateng yakni pelestarian seni budaya.

“Saya melihat pagelaran teaterikal Duta Seni Purworejo yang mengangkat tradisi budaya dengan konsep kontemporer ini sangat tepat. Ada energi kontemporer, energi modern oleh rekan-rekan muda Purworejo dan ini semangat yang disukai warga Jakarta,” ungkapnya.

Pihaknya menyebut dari 35 kabupaten/kota di Jateng, tidak semua mengirimkan duta seni mengingat ada sejumlah daerah yang anggarannya di-refocusing untuk penanganan Covid-19. Hanya 27 kabupaten/kota yang dijadwalkan mengikuti.

“Rencana tayang premier pada 6 Juni 2021 di kanal youtube Badan Penghubung Jawa Tengah. Kami bertanggung jawab untuk publikasi dan lain-lain,” sebutnya.

Pergelaran Bedhug Pendowo Jati berdurasi sekitar 55 menit tersebut melibatkan puluhan seniman tari dan teater muda Purworejo. Ketua Komunitas Teater Purworejo (KTP), Achmad Fajar Chalik, turun tangan langsung menulis naskah sekaligus menjadi penggarap teater atau adegan.

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Dinparbud) Kabupaten Purworejo mempercayakan garapan tari dan gerak kepada seniman tari muda Purworejo, Sudrajat Dewandana SSn.

Jumlah talent yang terlibat sekitar 35 orang, tetapi secara keseluruhan termasuk penata artistik dan musik, ada 55 seniman lebih.

Kepala Dinparbud Purworejo, Agung Wibowo AP, Jumat (21/5/2021) menyatakan selain mengangkat sejarah Purworejo, Pentas Duta Seni kali ini sekaligus mengeksplor potensi seni budaya dan pelakunya.

“Kita mempercayakan konsep sampai garapannya pada seniman muda Purworejo serta melibatkan sebanyak mungkin seniman dari berbagai genre untuk berkolaborasi,” kata dia.

Selain pagelaran sendratari, Pentas Duta Seni juga akan didukung tampilan profil wisata, UMKM serta ekonomi kreatif.

“Diharapkan dengan adanya penampilan secara virtual, baik seni budaya, pariwisata, UMKM, maupun dan ekonomi kreatif ini dapat lebih mempromosikan potensi-potensi yang ada di Kabupaten Purworejo,” tandasnya.

Achmad Fajar Chalik meyatakan Bedhug Pendowo yang hingga saat ini kemegahannya masih terpancar di Masjid Agung Darul Muttaqin Purworejo memiliki nilai sejarah dan budaya yang perlu dilestarikan dan diketahui khalayak. Diharapkan, melalui media pertunjukan yang ditampilkan, masyarakat dapat lebih mudah mencerna.

“Tidak sekadar tontonan menghibur dengan banyak adegan serta sentuhan visual artistiknya yang menawan, pagelaran yang kita garap ini juga sarat pesan-pesan kehidupan. Bedhug Pendowo menjadi sebuah karya budaya agung sebagai penanda waktu salat tiba dengan sejarah pembuatannya yang luar biasa. Sebuah pengingat bagi manusia untuk tidak lupa pada Allah SWT,” bebernya.

Secara garis besar, pergelaran itu menampilkan kisah pembuatan Bedhug Pendowo pada tahun 1834 Masehi. Adegan dimulai dengan prolog berlatar waktu dan tempat berdirinya Kabupaten Purworejo pada 1831 M.

Bupati Purworejo pertama, RAA Cokronagoro, memprakarsai berbagai pembangunan. Mulai dari Saluran Irigasi Kali Kedhung Putri yang memanjang dari utara keselatan, Dedalem Kabupaten, Pendopo Agung, Alun-Alun, hingga Masjid Agung (1834 M).

Untuk mengimbangi kebesaran dan kemegahan Masjid Agung, tercetuslah ide membuat bedhug istimewa dari bahan pilihan yang gaungnya menyentuh jiwa-jiwa manusia. (*)