Puncak Musim Hujan di DIY Bervariasi, Perlu Antisipasi

Puncak Musim Hujan di DIY Bervariasi, Perlu Antisipasi

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Kepala Stasiun Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) DIY, Reni Kraningtyas, menyampaikan puncak musim hujan tahun 2022/2023 di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bervariasi.

Sebagai langkah pencegahan serta kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya bencana, pemangku kepentingan diharapkan sedini mungkin melakukan langkah-langkah antisipasi.

“Perlu mengantisipasi  potensi terjadinya cuaca dan iklim ekstrem yang berdampak pada terjadinya bencana hidrometeorologi, hujan lebat disertai angin kencang, petir dan tanah longsor  di DIY,” ujarnya saat menjadi narasumber Forum Diskusi Wartawan DPRD DIY, Jumat (25/11/2022), di DPRD DIY.

Pada diskusi bertema mitigasi penanggulangan bencana alam di DIY itu, Reni menyatakan puncak musim penghujan di wilayah Kabupaten Kulonprogo diperkirakan terjadi pada Desember 2022. Sedangkan daerah lain pada Januari dan Februari 2023.

Saat ini, lanjut dia, suhu permukaan laut cukup hangat sehingga bisa memicu terbentuknya awan hujan. Cuaca cenderung lebih basah. Ditambah lagi, La Nina diprediksi terjadi pada kategori moderat atau sedang. Dampaknya adalah menambah intensitas curah hujan. Kondisi itu berlangsung sampai Maret 2023 kemudian berangsur-angsur netral.

Lebih lanjut, dia menjelaskan cuaca ekstrem ditandai dengan intensitas curah hujan ≥ 20 mm per jam hingga ≥ 50 mm per jam. Namun demikian nilai ambang batas parameter cuaca ekstrem antara daerah satu dengan daerah lainnya tidak sama.

“Curah hujan ≥ 20 mm per jam telah menyebabkan banjir di Jakarta. Banjir di Yogyakarta terjadi jika curah hujan ≥ 50 mm per jam,” jelasnya.

Adapun normal curah hujan pada musim kemarau bulan JJA (Juni, Juli, Agustus) adalah 0 mm atau tidak ada hujan dalam satu bulan. “Adanya Fenomena La Nina Triple Dip membuat wilayah DIY terdapat hujan pada musim kemarau dalam tiga tahun terakhir 2020 – 2022,” tambahnya. Peristiwa yang sama pernah terjadi pada tahun 1973 – 1975.

Narasumber lainnya pada diskusi tersebut adalah Akhmad Rizkiansah. Penata Kelola SAR Ahli Muda itu menyampaikan materinya mengenai peran Basarnas (Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan) pada penanggulangan bencana.

Akhmad menegaskan penanggulangan bencana merupakan tugas dan tanggung jawab bersama seluruh komponen secara menyeluruh atau holistik sejak pre-disaster sampai post-disaster.

Penanggungalan bencana dilaksanakan dengan konsep pentahelix, yaitu melibatkan peran masyarakat, pemerintah, akademisi, pelaku usaha maupun media.

Basarnas sebagai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang SAR, menurut dia, berperan membantu BNPB/BPBD/Pemda melaksanakan tugas pencarian, pertolongan dan evakuasi korban dalam penanggulangan bencana di seluruh wilayah Indonesia.

Sedangkan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, Biwara Yuswantana, menyatakan sesungguhnya bencana alam perlu dipahami karakteristiknya.

Kenapa? Menurut dia, mitigasi bencana merupakan salah satu tugas yang harus dilaksanakan, agar peristiwa alam tidak sampai menimbulkan bencana.

Dengan mitigasi, harapannya mampu minimalisir risiko bencana. Seperti diketahui, topografi wilayah DIY menyimpan banyak potensi bencana alam. (*)