Puluhan Ribu Warga Ikuti Ngaji Kebangsaan

Puluhan Ribu Warga Ikuti Ngaji Kebangsaan

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Ngaji kebangsaan dan doa awal tahun yang digelar di halaman Pasar Bantul diikuti puluhan ribu warga, Jumat (13/1/2023) malam.

Acara diawali doa lintas agama dilanjutkan pengajian oleh Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah selaku pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji dari Sleman.

Tampak hadir Kapolda DIY Irjen Pol  Suwondo Nainggolan, Danrem 072/Pamungkas Brigjen TNI Puji Cahyono, Bupati H Abdul Halim Muslih dan jajaran Forkompimkab Bantul.

Gus miftah mengatakan pada tahun 2019 di tempat yang sama dia pernah mendoakan Indonesia dan sampai saat ini Indonesia dalam kondisi baik-baik saja.

"Dulu kita juga doa bersama di sini, Alhamdulillah kita diberi aman. Malam hari ini tampak nyata keindahanannya, walaupun kita berbeda-beda, Allah SWT menakdirkan Indonesia dengan berbagai macam suku bangsa namun kita berdiri dalam satu kesatuan yaitu Indonesia," katanya.

Indonesia itu ibarat ada enam kamar, masing-masing dimiliki oleh enam agama yakni Islam, Kristen, Budha, Hindu, Katolik dan Konghucu.

Masing-masing kamar tidak boleh dimasuki karena memiliki keyakinan yang berbeda, sehingga untuk menjaga kebhinnekaannya semua harus tetap saling menjaga perbedaan.

"Saat ini banyak organisasi yang tumbuh, dengan paham-paham radikalisme dan anti akan Pancasila. Paham-paham inilah yang harus kita waspadai, karena dapat mengakibatkan perpecahan. Kita harus memahami Pancasila, yang memiliki lima sila agar Indonesia ini dapat menjaga keutuhan NKRI dan merawat kebhinnekaaan," katanya.

Disebutkan, ciri-ciri orang yang menganut paham radikalisme antara lain mengklaim kebenaran tunggal dan menyesatkan kelompok lain yang tidak sependapat.

Selain itu, juga mempersulit tata cara Islam yang dianut, bahwa sejatinya ajaran Islam bersifat samhah atau toleran dengan menganggap perilaku, hukum dan ibadah.

Kemudian, bersikap berlebihan dalam menjalankan ritual agama yang tidak pada tempatnya. Mutlak dalam berinteraksi, keras dalam berbicara terutama terkait apa yang diyakininya dan emosional dalam berdakwah atau menyampaikan pendapat.

Ciri lainnya, kata Gus Miftah, mudah berburuk sangka kepada orang lain di luar golongannya yang tidak sepaham. Mudah mengafirkan atau memberi label takfiri orang atau kelompok lain yang berbeda pendapat.

"Ancaman bangsa Indonesia saat ini adalah disintegrasi yang berangkat dari pemaksaan kehendak kebenaran yang kita pahami. Jika kita berbicara tentang Pancasila dan NKRI, karena sudah sunatullah bangsa ini berbeda dalam segala hal, baik suku, agama bangsa, ormas dan lain sebagainya. Maka kewajiban kita sebagai generasi muda harus merawat kebhinnekaan ini sehingga terciptanya keharmonisan dan percayalah jika ini terjadi Insya Allah bangsa Indonesia akan mendapatkan rahmat dari Allah SWT,” paparnya.

Gus Miftah menegaskan generasi muda harus menumbuhkan rasa nasionalisme, patriotisme dan memberikan pemahaman beragama dan berbangsa yang baik, mengafiliasi perbedaan, sehingga menimbulkan pertemanan antara satu kelompok dengan kelompok yang lainnya.

Salah seorang jamaah,Usman (36), dari Pundong sengaja datang untuk mendengar pengajian Gus Miftah. "Pengajian Gus Miftah itu menyejukkan dan mengajarkan kerukunan. Penyampaiannya juga mudah dipahami," katanya. (*)