Pro Kontra Paska Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Deddy Pranowo: Study Tour Koq Disalahkan
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA—Kecelakaan bus pariwisata di Subang, masih terus jadi perbincangan. Bus yang membawa rombongan pelajar SMK Linggar Kencana itu, mengalami kecelakaan di Ciater, Subang, 11 Mei 2024. Akibat kecelakaan ini, satu guru, Sembilan murid dan seorang pengendara sepeda motor dilaporkan meninggal dunia. Puluhan orang lainnya mengalami luka berat dan ringan.
Buntut dari musibah ini, pro kontra perihal kegiatan study tour pun menyeruak. Banyak yang berpendapat, study tour tetap penting dan diperlukan. Namun tak sedikit pula yang sebaliknya, menilai kegiatan ini tidak perlu dilakukan. Selain banyaknya kasus kecelakaan, study tour juga dianggap hanya menjadi beban bagi orangtua dari siswa. Apalagi kegiatan seperti ini sesungguhnya bukanlah kegiatan wajib bagi sekolah.
Bukan hanya publik, sejumlah daerahpun lantas mengeluarkan aturan yang semakin membatasi penyelenggaraan study tour. Sejumlah daerah di Jawa Barat, dan sebagian Sumatera, mengevaluasi dan kemudian mengetatkan aturan kegiatan study tour.
Bahkan, Pemprov Jawa Tengah, sudah lebih awal mengeluarkan surat melarang kegiatan study tour yang hingga sekarang belum dicabut.
“Koq jadi kegiatan study tour yang disalahkan ya?,” kata Ketua PHRI DIY Deddy Pranowo Eryono memberikan komentar.
Deddy, Kamis (16/5/2024) mengatakan, kegiatan study tour sebenarnya menjadi kegiatan yang penting, untuk memberikan wawasan/edukasi bagi murid sekolah.
Pemerintah Indonesia melalui Kemenparekraf, mengajak kita berwisata edukasi, budaya, alam di Indonesia.
“Kegiatan study tour penting dilakukan untuk menunjang arahan dari pemerintah. Melalui kegiatan seperti inilah, kita dapat mengenalkan kekayaan budaya, kekayaan alam dan belajar tentang ke Indonesiaan,” turur Deddy.
Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono. (dokumentasi)
Untuk itu, Deddy meminta semua pihak bisa berpikir jernih dan menelaah setiap persoalan dengan lebih bijaksana. Ia tidak ingin, peristiwa seperti kecelakaan misalnya, kemudian membuat semua orang gelap mata mengambil kebijakan yang justru menimbulkan persoalan lain dalam jangka panjang.
“Saya berharap, pemerintah daerah di DIY tidak mengikuti jejak kebijakan yang seperti ini. Saya mengajak semua pihak, semua pemangku kepentingan untuk berpikir jernih dan komprehensif untuk kepentingan jauh ke depan. Coba saja dibayangkan, kalau sikap seperti ini dibiarkan, bukan mustahil nanti akan menjalar ke kegiatan perjalanan yang lain. Apakah mungkin, kegiatan kunker Pemda dan DPRD kabupaten/kota nantinya juga dilarang apabila ada kecelakaan misalnya,” katanya.
Kontribusi Besar
Terlepas dari pro kontra pelaksanaan study tour, kegiatan pariwisata berdasarkan catatan, memberikan kontribusi besar bagi penerimaan negara. Nilai devisa pariwisata hingga September 2023, tercatat 10,46 miliar dolar AS dengan kontribusi PDB pariwisata diperkirakan mencapai angka 3,8 persen. Nilai tambah ekonomi kreatif yang merupakan turunan dari kegiatan kepariwisataan, mencapai Rp 1.050 triliun dan nilai ekspor ekraf sebesar 17,38 miliar dolar AS.
Dikutip dari website Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,
Jumlah pergerakan wisnus ini, telah melampui pergerakan di tahun 2019 atau sebelum pandemi yang menunjukkan bahwa pariwisata Indonesia telah pulih dengan sangat kuat.
Capaian-capaian tersebut berdampak pada masyarakat parekraf mendapatkan lapangan kerja kembali. Tercatat jumlah tenaga kerja pariwisata hampir 22 juta dan jumlah tenaga kerja ekonomi kreatif sebesar 24,3 juta.
“Adanya irisan lapangan usaha pariwisata dan ekonomi kreatif maka jumlahnya sudah 38 juta rakyat Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada sektor pariwisata dan ekonomi kreatif,” ujar Menparekraf Sandiaga Uno. (*)