Kisah Wagiarti, Pekerja Migran yang Merasa Tenang Meninggalkan Keluarganya

Saya sudah kerja di Singapura lima tahun. Kontrak habis. Tidak lama lagi saya berangkat karena sudah ada majikan baru di sana.

Kisah Wagiarti, Pekerja Migran yang Merasa Tenang Meninggalkan Keluarganya
Pekerja migran Wagiarti di kantor BPJS Kesehatan Cabang Kebumen. (istimewa)

KORANBERNAS.ID, KEBUMEN -- Sebagai pekerja migran Wagiarti (45) warga Desa Jogomertan Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen merasa tenang meninggalkan keluarga dan anaknya selama masa kontrak kerja.

Ketenangan Wagiarti ini setelah keluarga dan anaknya menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mandiri. Dia mendaftarkan seluruh anggota keluarganya menjadi peserta JKN sehingga mendapatkan perlindungan kesehatan ketika membutuhkan pelayanan kesehatan.

“Saya sudah kerja di Singapura selama lima tahun dan ini pas kontrak habis. Tapi tidak lama lagi saya berangkat karena sudah ada majikan baru di sana," kata Wagiarti berkisah seputar pekerjaannya di kantor BPJS Kesehatan Cabang Kebumen, Rabu (17/7/2024).

Dia mengurus perubahan kepesertaan JKN keluarganya. Sebelumnya, keluarganya terdaftar sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), namun tidak aktif lagi. Dia berinisiatif mengalihkan kepesertaannya menjadi peserta mandiri.

Dirinya melakukan pengaktifan kembali kepesertaan JKN keluarganya bukan karena ada yang sakit melainkan, menyadari betapa pentingnya jaminan kesehatan. "Saya daftarkan peserta mandiri kelas tiga, karena risiko sakit bisa datang kapan pun dan di mana pun," ujar, Wagiarti.

Risiko finansial

Menurut dia, program JKN ini sangat bagus karena dapat membantu mengurangi risiko finansial sewaktu sakit. Peserta JKN aktif tidak perlu mengeluarkan biaya pada saat keluarga sakit, karena nantinya biaya pengobatan dijamin BPJS Kesehatan.

Wagiarti menambahkan, iuran program JKN lebih murah dibandingkan asuransi swasta bahkan asuransi di luar negeri. "Hampir seluruh penyakit dijamin tanpa mempertimbangkan usia dan riwayat penyakit sebelumnya," ujar Wagiarti.

Selain itu, jangkauan fasilitas kesehatan juga lebih mudah karena sudah menjangkau wilayah pedesaan. “Di Singapura iuran per tahun bisa sampai Rp 20 juta untuk dua tahun. Kalau dikonversi per bulan atau Rp 800 ribu lebih per bulannya," kata Wagiarti.

Premi asuransi kesehatan di Singapura lebih tinggi dibandingkan iuran peserta JKN kelas 1 sekalipun yang hanya Rp 150 ribu per bulan per jiwa. Meskipun JKN menerapkan iuran yang sangat terjangkau tetapi tidak mengurangi kualitas pelayanannya.

Hal itu terbukti pengalamanya menemani orangtuanya berobat menggunakan JKN. Pelayanan yang diberikan di puskesmas maupun saat di rumah sakit tidak mengecewakan. Dia mengaku puas dengan perawatan yang diberikan oleh petugas di fasilitas kesehatan.

Tidak keberatan

“Selama ini keluarga memang belum pernah sakit parah tapi hanya sakit biasa dan berobat di Puskesmas dan keluarga sampaikan pelayanannya memuaskan. Belum pernah saya dapat keluhan dari keluarga jika berobat pakai JKN," kata Wagiarti.

Dia tidak keberatan membayar iuran sebagai peserta mandiri. Menurutnya, membayar iuran dengan tertib sudah menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan. Ini karena nantinya juga akan mendapatkan hak yang sebanding selain alasan kewajiban.

Wagiarti memahami konsep amal dalam agama yang dipercayainya. Jika iuran yang dibayarkan, dapat menjadi amal baik karena dipergunakan untuk membantu biaya pelayanan kesehatan peserta lain yang sedang sakit.

“Jadi iuran peserta yang sehat, akan digunakan untuk biaya pengobatan yang sakit. Begitu pula sebaliknya, jika peserta yang sehat yang telah membantu tadi sakit, dia akan dibantu oleh peserta lainnya. Jadi bukan persoalan iuran saja, tapi juga ada sisi kemanusiaan untuk kita saling membantu sesama," kata Wagiarti. (*)