Perundungan di Sekolah Favorit DIY Masih Marak, Solusinya?
UPN Veteran Yogyakarta berhasil menurunkan angka perundungan hingga 25 persen melalui program Komunikasi Hati.
KORANBERNAS.ID, SLEMAN -- Hasil survei terbaru mengungkap fakta mengejutkan bahwa perundungan masih marak terjadi di sekolah-sekolah favorit di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Fenomena ini terungkap dari penelitian yang dilakukan Tim Model Literasi Digital Komunikasi Hati UPN Veteran Yogyakarta bekerja sama dengan Balai Tekkomdik Disdikpora DIY pada 30 Smart School tingkat SMA/SMK dan satu SMA swasta di DIY.
"Hasil survei menunjukkan bahwa unsur bullying (perundungan) masih ada di setiap sekolah walaupun sekolah-sekolah itu termasuk favorit," ungkap Profesor Puji Lestari, Ketua Tim Peneliti Model Literasi Digital Komunikasi Hati, saat ditemui di sela diskusi Penerapan Model Literasi Digital Sikomhati untuk Pengurangan Bullying di SMA GAMA Yogyakarta, Selasa (29/10/2024).
Lebih mengkhawatirkan, perundungan tidak hanya terjadi secara langsung tetapi juga melalui sosial media. "Saya juga mendengar langsung dari siswa yang menyakiti dirinya dengan silet karena di-bully dan tidak punya teman curhat. Ini sangat mengkhawatirkan," jelas Puji.
Penelitian
Merespons situasi ini, tim peneliti yang mendapat hibah penelitian Terapan DRTPM Dikti mengembangkan platform digital Sikomhati.id. Platform ini menerapkan pendekatan Komunikasi Hati yang mengintegrasikan olah pikir, olah rasa, dan manajemen emosi untuk mengatasi permasalahan perundungan.
Program itu mengadopsi konsep literasi Tular Nalar dengan tiga tingkatan: Tahu, Tanggap dan Tangguh. Siswa dapat mengakses konten berupa cerita, video, atau film melalui ponsel mereka, kemudian menulis refleksi dan mengerjakan kuis untuk mengukur pemahaman mereka.
"Misalnya di SMA Gama ini, jika biasanya siswa diberikan metode membaca 30 menit, lalu menulis refleksi, sekarang menggunakan platform Sikomhati ini. Selanjutnya siswa menuliskan refleksi yang sekaligus menjadi alat ukur apakah siswa berada dalam tataran literasi digital tahu, tanggap atau tangguh menerapkan komunikasi hati," kata Puji.
Hasil implementasi awal program tersebut menunjukkan dampak positif. Di sekolah percontohan, terjadi penurunan angka perundungan hingga 25 persen.
Faktor lain
"Meski hanya 25 persen, angka ini tetap penting karena adanya penurunan angka bullying, meskipun faktor lain seperti pola asuh orang tua, terpaan media sosial, pergaulan teman sebaya juga mempengaruhi perilaku responden," tegas Puji.
Melihat keberhasilan itu, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga DIY berencana memperluas implementasi program ke 30 Smart School pada tahun depan. Program ini melibatkan guru Bimbingan Konseling, wali kelas, dan admin sekolah dalam pengelolaannya.
Sistem pemantauan program dilakukan setiap hari, di mana admin dapat memonitor jawaban siswa untuk mengetahui sejauh mana mereka memahami dan menerapkan komunikasi hati. Evaluasi mencakup kemampuan siswa dalam mengambil sikap dengan pendekatan komunikasi hati dan konsistensi penerapannya.
"Kami akan menerapkan aplikasi bertahap ke sekolah lain, termasuk ke 30 sekolah Smart School pada tahun depan sesuai permintaan Disdikpora. Semoga riset ini tetap berlanjut," harapnya.
Sampah hati
Dengan Komunikasi Hati siswa diajak mencari sisi positif dari setiap persoalan. Metode ini mendorong siswa mengolah pikiran dan perasaan negatif menjadi energi positif, membuang "sampah hati" dengan ikhlas dan bersyukur, serta mengembangkan simpati dan empati untuk menciptakan lingkungan yang damai dan bahagia.
Program ini menjadi terobosan penting mengatasi perundungan di sekolah, mengingat masa peralihan dari remaja menuju dewasa merupakan momen kritis yang dapat mengarahkan siswa ke hal-hal negatif jika tidak ditangani dengan tepat. (*)