Perubahan Jadwal Pemilu 2024 Melanggar Konstitusi

Perubahan Jadwal Pemilu 2024 Melanggar Konstitusi

KORANBERNAS.ID, JAKARTA--Direktur Eksekutif Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA) Hendra Setyawan mengatakan, pemerintah dan penyelenggara pemilu melanggar konstitusi, jika jadwal ajang demokrasi lima tahunan itu dimajukan atau dimundurkan.

Hendra menyebut pihaknya menyarankan seluruh pihak yang memiliki kewenangan, untuk tidak mengubah pelaksanaan pemilu sesuai konstitusi. Hal itu sesuai dengan Pasal 22 E Ayat 1 yang menyebut bahwa pemilu diselenggarakan lima tahun sekali.

“Dalam artian 12 bulan dikali 5. Kalau periode lalu dilaksanakan April tanggal 9, pada 2024 juga dilaksanakan April,” kata Hendra, melalui rilisnya, Rabu (22/9/2021).

Menurut SIGMA, pemilu termasuk perintah konstitusi. Jika mau diubah tidak menjadi lima tahun, ini harus melalui sidang di MPR. Hal ini berbeda dengan dengan pilkada yang masih termasuk perhelatan demokrasi dengan payung hukum UU. Direktur Eksekutif Sigma ini meminta pemerintah dan penyelenggara pemilu membuktikan keseriusannya dalam menetapkan jadwal.

Sebagaimana diketahui, pada 16 September 2021 seharusnya seluruh jadwal pemilu sudah ditetapkan, tetapi Mendagri Tito Karnavian kemudian memberikan usulan Pemilu 2024 digelar April atau Mei. Usulan tersebut juga berbeda dengan simulasi yang sudah dilakukan KPU jika pelaksanaan pemilu digelar Februari.

“Nah, April tidak masalah karena tidak melanggar konstitusi, tetapi Mei melanggar konstitusi dan Februari yang disimulasikan KPU juga melanggar,” ujarnya.

Hendra menegaskan, SIGMA tetap menyarankan Pemilu 2024 dilakukan April, karena sudah sesuai amanat Pasal 22 E Ayat 1. “Tidak usah ditawar-tawar karena itu akan mengubah konstitusi. Itu sudah mutlak,” katanya.

Hendra menambahkan, ada konsekuensi besar bagi partai politik jika pemilu dilakukan pada Februari, karena otomatis memicu percepatan tahapan pemilu. Hal ini akan berakibat pada kesiapan partai peserta pemilu. Terutama bagi partai yang memiliki kursi di parlemen dan partai non parlemen dan partai baru.

“Sesuai putusan MK Nomor 55 Tahun 2021, ada dua hal yang membedakan antara parpol yang sudah memiliki kursi di parlemen dan yang belum,” ujarnya.

Saat ini, ada sembilan partai yang mengikuti pemilu sebelumnya dan memiliki kader yang duduk di kursi parlemen. Mereka bisa dibilang mendapatkan keuntungan karena jika mendaftar Pemilu 2024, hanya akan melakukan verifikasi administrasi saja. Sebaliknya, partai yang tidak punya wakilnya di Senayan akan melalui dua proses. Yakni verifikasi administrasi dan faktual.

Bagi partai yang tidak memiliki kursi di Senayan, tahapan waktu pelaksanan pemilu sangat berarti, karena mereka dituntut untuk mempersiapkan syarat-syarat dan verifiksi parpol.

“Kalau untuk partai yang tidak memiliki kursi di Senayan, sehari, dua hari, seminggu, apalagi sebulan itu sangat berarti. Jadi, kalau dimajukan, secara hak itu ada parpol yang dirugikan, ini konsekuensi dari putusan MK,” katanya.(*)