Pertama Kalinya, Upacara Peringatan HUT Kemerdekaan di Malioboro

Pertama Kalinya, Upacara Peringatan HUT Kemerdekaan di Malioboro

KORANBERNAS.ID—Mengenakan busana warna warni kedaerahan dan busana perjuangan tempo doeloe, ratusan anggota paguyuban pedagang kaki lima kawasan Malioboro, Sabtu (17/8/2019) menggelar upacara peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-74. Upacara bendera yang baru pertama kalinya digelar di Malioboro ini, berlangsung lancar dan khidmat. Bertindak sebagai petugas upacara, perwakilan dari tiap-tiap komunitas pedagang.

Pelaksanaan upacara, mengambil lokasi di trotoar Jalan Malioboro Depan Gerbang Kepatihan sisi Barat. Ikut terlibat dalam upacara, Paguyuban Angkringan Padma, Paguyuban Lesehan PPLM– Handayani, KPPKLY Kelompok-37, PPMS, Pemalni, Tridharma dan Paguyuban Pasar Sore. Kegiatan ini didukung DPD APKLI Kota Yogyakarta dan Laznas Al Azhar.

Upacara peringatan detik-detik proklamasi ini merupakan bagian dari rangkaian acara peringatan HUT RI ke-74 yang digelar oleh Pedagang Kaki Lima di Kawasan Malioboro. Sebelumnya, Rabu 14 Agustus 2019, panitia bersama anggota melakukan ziarah ke makam HB IX di Imogiri. Tujuannya, sebagai bentuk penghargaan atas jasa-jasa beliau bagi kemerdekaan dan menjaga kemerdekaan NKRI.

Ziarah, juga dimaksudkan sebagai bentuk ungkapan terimakasih dari Pedagang Kaki Lima di Kawasan Malioboro atas jasa almarhum yang mengayomi dan mengizinkan PKL berjualan di Kawasan Malioboro, berdampingan dengan toko, hotel, maupun gedung pemerintahan.

Wawan Suhendra selaku Ketua PPKLY sekaligus inspektur upacara mengatakan, upacara ini dilaksanakan terdorong kesadaran pentingnya mengingat kembali jasa-jasa pahlawan, sekaligus meneladani dan meneruskan cita-cita perjuangan yang telah mereka rintis.

Menurut Wawan, tujuan para pahlawan dan pendiri bangsa ini, tidak hanya terhenti sebatas bebas dan merdeka dari penjajahan.

“Tujuan besar mereka sesungguhnya adalah agar rakyat negeri ini bebas dari kebodohan, ketidakadilan, dan bebas dari kemiskinan. Hidup dalam negeri Baldatun Toyyibatun wa Rabbun Ghofur. Negeri yang dibangun atas dasar kebersamaan dan persatuan antara rakyat yang tidak berpunya dengan yang berpunya. Antara rakyat yang dipimpin dengan penguasa yang memimpin. Nyawiji Manunggaling Kawulo Gusti,” kata Wawan saat memberikan amanat sebagai inspektur upacara.

Para pedagang, kata Wawan, menyadari bahwa para pengayom dan pemimpin di Yogyakarta, telah meletakkan prinsip tersebut secara kokoh dalam setiap detak kehidupan masyarakat di Yogyakarta.

Ada filosofi Tahta untuk Rakyat dan hidup dalam Harmoni. Komitmen untuk berpihak kepada rakyat dan berpegang teguh pada sikap saling mengakui, menghargai, dan menghormati antara sesama rakyat maupun rakyat dengan penguasa.

“Nilai dan semangat tersebut, merupakan kontribusi paling nyata dari Pengayom dan Junjungan kita Sri Sultan HB IX, yang kemudian dilanjutkan secara konsisten oleh pewaris beliau Sri Sultan HB X,” ujar Wawan.

Malioboro, katanya, merupakan pantulan paling nyata dalam realita kehidupan. Dari semangat dan filosofi Tahta untuk Rakyat dan Harmoni. Pedagang kaki Lima bisa hidup berdampingan dengan Toko dan Hotel.

Pedagang Kaki Lima bisa bersisian hidup dengan Gedung dan bangunan pemerintah simbol kekuasaan dan penguasa. “Rasanya tidak berlebihan, bila sebagian orang menganggap hal tersebut, sekaligus cermin paling kental implementasi nilai-nilai dari sila demi sila dari Pancasila. Oleh karena itu, siapapun kita dan apapun posisi kita, memiliki kewajiban untuk merawat dan terus mengembangkannya,” lanjutnya.

Pedagang kaki lima Malioboro membubuhkan tandatangan dukungan pencalonan Sri Paduka PA ke VIII sebagai pahlawan nasional. (istimewa)

Tandatangan Dukungan

Berlangsung lancar dan ringkas, pelaksanaan upacara bendera tidak luput menarik perhatian para pelancong yang berada di Malioboro. Wisatawan domestik maupun asing, Nampak ikut menyaksikan jalannya upacara.

Usai upacara, para peserta tidak lantas bubar. Mereka bergantian membubuhkan tandatangan di dua lebar kain putih panjang, yang telah disiapkan sebelumnya. Ini, adalah bagian dari wujud nyata dukungan para anggota PKL Malioboro, untuk penetapan Paduka Sri PA VIII sebagai Pahlawan nasional, menyusul Sri Sultan HB IX.

“Kami mewakili Pedagang Kaki Lima di Kawasan Malioboro, sekaligus mewakili rakyat kecil di Yogyakarta, menghaturkan doa agar Bapak Presiden dipayungi keberkahan dan kesehatan dalam memimpin negeri ini. Kami juga meminta dan mengharapkan kepada Presiden Republik Indonesia untuk sesegera mungkin menetapkan Sri Paduka Paku Alam ke VIII sebagai Pahlawan Nasional, mengikuti Jejak Sri Sultan Hamengkubowono IX,” ujar Yati salah satu tokoh PKL di Malioboro.

Bagi para pedagang, kedua junjungan dan pengayom tersebut, sosok dwitunggal yang sejak awal memberi kontribusi bagi kemerdekaan dan menjaga kemerdekaan Republik Indonesia. Mereka berdua tanpa ragu menyatakan bergabung dengan NKRI, hanya beberapa saat setelah Indonesia Merdeka.

Dikenal dengan Amanat 5 September 1945. Mereka berdua menujukkan pengabdian dan memberi kontribusi luar biasa bagi negeri ini.

“Kami berharap Bapak Presiden untuk mempertimbangkan aspek substansial kepahlawanan beliau tanpa terkunci pada persyaratan-persyaratan yang bersifat formalistik,” kata Ketua Presidium Paguyuban PKL Malioboro, Sujarwo Putro.

Bukan tanpa alas an, sebab beliau berdua, kata Jarwo, adalah orang yang tulus dalam berjuang, tanpa mengharapkan apapun.

“Rasanya, pengakuan dari kawula Yogyakarta, telah lebih dari cukup untuk penetapan tersebut,” tandasnya.

Selanjutnya, paguyuban mengharaokan seluruh komponen masyarakat Jogja dan Pemerintah DIY, dalam hal ini Dinas Sosial, bersama-sama bahu membahu mendorong agar Sri Paduka Paku Alam ke VIII, dapat segera ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada hari Pahlawan tahun 2019 ini. (*/SM)