Perlu Dicontoh, Anak-anak Muda Ini Berbagi Takjil untuk Penghafal Quran

Perlu Dicontoh, Anak-anak Muda Ini Berbagi Takjil untuk Penghafal Quran

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA –  Kiprah anak-anak muda tergabung dalam Komunitas Getaran (Gerakan Traktir Sarapan) ini perlu dicontoh. Tanpa kenal lelah mereka terus bergerak melaksanakan aksi berbagi.

Biasanya aksi sosial itu berlangsung di jalanan saat pagi hari. Pada bulan suci Ramadan 1442 H kali ini mereka secara khusus mengadakan gerakan berbuka puasa bersama dengan mendatangi pondok pesantren, panti asuhan maupun asrama penghafal Al Quran.

Dipimpin langsung Ismu Nugroho dari divisi pengembangan komunitas tersebut, Sabtu (17/4/2021) petang, mereka membagikan takjil berbuka puasa di Ma'had Tahfidzul Quran Ali bin Abi Thalib, Masjid Pertiwi Gendingan Notoprajan Yogyakarta.

Kehadiran Ismu bersama Yudistira selaku ketua komunitas maupun Aris sebagai koordinator lapangan serta Dani selaku penanggung jawab katering maupun relawan Getaran atau Satria Getaran, disambut langsung  ketua asrama itu, Barik Pradana.

Kepada wartawan Ismu menjelaskan, Getaran yang dimotori oleh  Arga, Inung Wicaksono dan Ubaid sebagai founder itu memang masih kecil tetapi manfaatnya ternyata dirasakan sangat besar. Selain itu, juga mampu memberikan vibrasi yang positif.

“Mungkin kecil. Dan yang kecil ini bisa menumbuhkan optimisme semangat saudara-saudara kita yang terdampak akibat pandemi,” ungkapnya.

Menurut Ismu, Getaran yang terbentuk 1 Muharam tahun lalu atau Agustus 2020 merupakan komunitas yang fokus bergerak dilandasi keprihatinan banyaknya warga yang terdampak pandemi. “Bahkan untuk sarapan saja tidak mampu,” ungkap Ismu.

Saat pandemi, setiap pagi anggota Getaran melakukan jemput bola (mengaspal) berbagi sarapan di sekitar Yogyakarta kepada mereka yang membutuhkan mulai dari tunawisma, petugas kebersihan, pengemudi ojek online tukang becak maupun petugas kebersihan.

Awalnya, kata dia, hanya ada beberapa donatur saja. Dia bersyukur sekarang semakin besar. “Alhamdulillah sekarang banyak yang ikut berdonasi,” ucapnya.

Getaran murni komunitas sosial yang bertujuan menyuarakan kepedulian. “Harapan kita, kalau bisa kita melihat ke bawah. Di sekitar kita mungkin ada teman atau saudara yang butuh bantuan. Kami mengajak untuk berbagi, bisa berdonasi melalui kami di akun instagram getaranofficial,” tambahnya.

Pada hari-hari biasa di luar bulan suci Ramadan, Getaran setiap hari saat mengaspal membawa sampai 80 boks nasi. Khusus Jumat jumlahnya sampai 200 boks nasi untuk sarapan, dibagikan di tempat-tempat yang membutuhkan termasuk pernah berbagi dengan para pemulung di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan Bantul.

Sangat membantu

Barik Pradana mengapresiasi kepedulian Getaran. Baginya, program seperti itu sangat membantu. “Mungkin ma’had kami belum terlalu besar, belum punya sesuatu untuk mengidupi. Ada kegiatan seperti ini bisa membantu beban dan tanggung jawab santri,” kata dia.

Ma'had Tahfidzul Quran Ali bin Abi Thalib Masjid Pertiwi Gendingan Notoprajan Yogyakarta saat ini memiliki 17 santri mukim. Kapasitas asrama yang terletak di dekat Kali Winongo itu sekitar 28 orang. “Di sini fokus hafalan Quran. Setoran hafalan usai salat Subuh sampai pukul 07:00 kemudian usai Asar,” ujarnya.

Menariknya, banyak santri berasal dari kalangan mahasiswa. Sedangkan program khusus santri mukim target dua tahun harus mampu menghafal 30 juz atau satu juz sebulan.

Sejak berdiri 2003, ma’had ini berhasil meluluskan para penghafal Quran. “Angkatan kemarin dua orang lulus,” jelasnya.

Begitu berhasil menyelesaikan hafalan 30 juz di bawah asuhan ustad Ahmad Zainuri dan A Muis Azzati, para santri diberikan kebebasan. Artinya, tidak ada ikatan kontrak pengabdian. “Kita serahkan ke santri masing-masing,” kata Barik.

Adakah metode khusus agar cepat menghafal Quran? Barik menjelaskan tidak ada. Metode yang dinilai paling pas para santri justru diberikan kebebasan cara menghafal, yang penting terasa nyaman dan enak.

“Kalau ditanya bagaimana cepat menghafal, kita selalu menjawab sering dibaca dan diulang-ulang saja. Sehari bisa lima juz atau enam juz. Metode kita serahkan ke masing-masing, yang enak gimana yang nyaman gimana. Di sini tidak ada standardisasi metode menghafal,” paparnya. (*)