Penanganan Pecandu Narkoba, Pendekatan Medis dan Sosial

Penanganan Pecandu Narkoba, Pendekatan Medis dan Sosial

REHABILITASI medis menurut Undang-Undang Narkotika dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2020, rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan narkotika dari ketergantungan narkotika.

Dari kedua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa rehabilitasi medis bagi pecandu narkoba adalah suatu proses penyembuhan yang dilakukan secara terpadu untuk membebaskan pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan narkotika dari ketergantungan narkotika. Rehabilitasi medis ini penting dilakukan dengan jangka waktu yang disesuaikan dengan kebutuhan klien, sebagai bentuk persiapan awal sebelum klien menjalani rehabilitasi selanjutnya yaitu rehabilitasi sosial.

Rehabilitasi medis meliputi:

  1. Tahap Detoksifikasi.

Pada tahap ini dilakukan pemantauan dan evaluasi fisik yang dilakukan oleh tenaga medis terlatih, dalam menangani intoksikasi dan gejala putus zat klien dengan detoksifikasi. Detoksifikasi adalah membersihkan toksin dalam tubuh klien yang sedang mengalami intoksikasi akut dan/atau ketergantungan terhadap zat tertentu. Waktu pelaksanaan selama 7 hari, tetapi apabila diperlukan pemantauan lanjutan terkait kondisi fisik dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan klien. melalui keputusan dari tim medis apabila klien mengalami penyakit penyerta yang sering muncul bersamaan dengan gangguan penyalahgunaan zat.

Kegiatan yang dilakukan pada tahap detoksifikasi meliputi pemeriksaan medis dasar dan penunjang, asuhan keperawatan, keagamaan, dan melakukan rujukan apabila diperlukan. Petugas pelaksana pada tahap ini meliputi dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis kedokteran jiwa, perawat umum, perawat gigi, ahli gizi, analis laboratorium, pembina mental, dan radiographer. Sehingga penanganan pada tahap detoksifikasi pada klien dilakukan pencatatan dan pelaporan pada rekam rehabilitasi dan ada hasil penilaian SOWS (Subjective Opioid Withdrawal Scale) khusus pada klien pemakaian opiat.

  1. Stabilisasi.

Pada tahap ini merupakan proses lanjutan dari proses pemantauan dan evaluasi fisik serta detoksifikasi sampai klien mencapai kondisi medis yang stabil. Pada tahap ini dilakukan evaluasi psikososial dan ada penanganan dari konselor dengan melakukan pendampingan, orientasi layanan rehabilitasi, meningkatkan motivasi klien, dan menyusun rencana terapi yang akan disepakati melalui konferensi kasus sesama petugas rehabilitasi lainnya. Waktu pelaksanaan stabilisasi dilakukan maksimal selama 14 hari. Kegiatan yang dilakukan pada tahap stabilisasi meliputi ada kegiatan penentuan konselor bagi klien, pengkajian klien dengan menggunakan formulir URICA dan WHOQOL, masih dilakukan konsutasi medis sesuai kebutuhan, asuhan keperawatan, adanya evaluasi psikologis, kegiatan keagamaan, konseling, aktifitas fisik yaitu olah raga dan aktifitas function di tempat rehabilitasi, serta ada pertemuan kelompok sesama klien pada waktu pagi dan malam. Petugas pelaksana dalam tahap stabilisasi meliputi dokter umum, perawat umum, perawat gigi, dokter spesialis kedokteran jiwa, konselor adiksi, psikolog, dan pembina mental. Selama klien menjalani stabilisasi maka semua kegiatan didokumentasikan pada rekam rehabilitasi dengan di dalamnya ada rencana terapi dan hasil evaluasi psikologis.

Selanjutnya, peran rehabilitasi dalam penyembuhan ketergantungan bagi pecandu narkoba sangat penting karena semakin bertambahnya pecandu narkotika. Efektivitas rehabilitasi untuk menyembuhkan korban dari narkotika sangat diperlukan, mengingat sulitnya pecandu narkoba untuk dapat terlepas dari ketergantungan narkoba secara individu. Salah satu jenis rehabilitasi bagi pecandu narkoba adalah menjalani rehabilitasi sosial. Rehabilitasi sosial yaitu proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik fisik, mental maupun sosial, agar mantan pecandu narkoba dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.

Berdasarkan derajat keparahan penyalahgunaan narkoba, maka dapat dibedakan dua kelompok, yaitu kelompok penggunaan sedang bisa menjalani program rawat jalan dan atau  rawat inap jangka pendek sesuai kebutuhan. Kemudian kelompok penggunaan berat sebaiknya menjalani rehabilitasi rawat inap jangka panjang didasarkan akan kebutuhan pecandu narkoba dan jenis zat yang digunakan.

Derajat Keparahan Penggunaan Narkoba dan Tingkatan Perawatan

Program rawat jalan biasanya diberikan kepada klien yang memiliki pola penggunaan narkoba yang sifatnya rekreasional dan contoh terapi yang diberikan dengan cognitive behavioral therapy (CBT) dengan membantu klien mengenali, menolak, dan menghadapi situasi yang menyebabkan mereka kembali menggunakan narkotika. Kemudian ada motivational interviewing (MI) membantu klien siap untuk mengubah perilaku dan menjalani proses rehabilitasi dengan keluarga dianggap bisa membantu dengan memberikan penguatan secara positif dan menjaga diri tetap clean.

Sedangkan program rawat inap biasanya diberikan kepada klien dengan tingkat penyalahgunaan narkoba sedang sampai berat dan contoh terapi yang diberikan dengan menggunakan terapi komunitas (TC). Terapi ini dalam bentuk rehabilitasi jangka panjang 6-12 bulan dengan prinsip dasar dari pecandu untuk pecandu. Komunitas TC adalah komunitas saling bantu dalam proses pemulihan untuk membentuk pola perilaku dan pikir baru yang produktif. TC menggunakan terapi kelompok untuk mengubah gaya hidup, perilaku dan pola pikir, serta penanaman nilai-nilai penting dalam hidup yang diterapkan dalam keseharian program. Selain itu ada yang menerapkan terapi 12 langkah, Terapi ini dengan aktivitas harian seperti program relaksasi, terapi kelompok, keterlibatan keluarga, dan konfrontasi dalam program untuk memangkas perilaku yang menunjukkan penolakan pada program dan komunitasnya.

Layanan yang ada di rehabilitasi sosial secara garis besar meliputi penerimaan awal, asesmen, perencanaan terapi, intervensi psikososial, dan monitoring penggunaan zat secara berkala. *

Tri Sulistya Hadi Wibowo, S.Psi

Konselor Adiksi Ahli Muda BNNK Bantul