Pemilu 2024:,Tanggung Jawab Bersama untuk Demokrasi yang Lebih Baik
KORANBERNAS.ID, BANTUL--Pasal 22E ayat 1 UUD 1945 menegaskan bahwa pemilihan umum (Pemilu) harus dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Pemilu Jujur dan Adil (Jurdil) tidak hanya menjadi tanggung jawab Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), melainkan harus menjadi komitmen bersama seluruh masyarakat.
Prof. Iwan Satriawan, S.H., MCI., Ph.D., Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), dalam Seminar Nasional dan Call for Paper yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum UMY, menekankan pentingnya pemilu yang jurdil.
“Pemilu jurdil itu tidak bisa hanya disandarkan kepada KPU dan Bawaslu, tapi harus menjadi komitmen kita semua. Kalau rakyat ya, tolak politik uang,” ucapnya seperti yang disampaikan dalam keterangan tertulisnya Rabu (31/1/2024).
Dia juga menyoroti pernyataan kontroversial Presiden Joko Widodo yang membolehkan dirinya memihak dan berkampanye. Menurut Prof. Iwan, semua pejabat negara, termasuk Presiden, harus menahan diri.
“Kira-kira Anda percaya tidak kalau presiden mengatakan dia boleh berpihak, dia boleh kampanye, dia bisa tidak menahan dirinya untuk tidak menguntungkan paslon tertentu?,” kata dia.
Menurutnya, saat ini kita sedang menghadapi krisis ketaatan terhadap pemilu.
“Anda jangan bermimpi punya kebebasan bicara kalau mencoblos orang yang secara karakter tidak menganggap kebebasan sebagai hal yang penting. Jadi pemilih itu harus punya kemampuan menganalisis karakter calon pemimpin, dia demokratis atau otoriter, lihat rekam jejaknya bukan janjinya. Kalau ingin memilih pemimpin, maka Anda harus melihat kemampuannya untuk melakukan perubahan,” tegasnya.
Sementara Bambang Eka Cahya Widodo, mantan Ketua Bawaslu RI 2008-2012, juga menekankan bahwa pemilu yang bermartabat tidak bisa berdiri sendiri. Semua stakeholder mempunyai tanggung jawab, baik KPU, Bawaslu, dan juga peserta pemilu.
“Karena pragmatisme yang dilakukan oleh peserta pemilu, pemilu kita jatuh menjadi sekadar bagi-bagi bansos, bagi-bagi uang, dan tidak mengalami pencerdasan publik. Para pemilih juga harus terlibat. Karenanya, jadilah pemilih, bukan sekedar pendukung, pengikut, apalagi sekedar penjilat,” tuturnya.
Sebuah pemilu dapat dikatakan berintegritas jika memenuhi prinsip-prinsip demokrasi yang tercermin dalam standar dan perjanjian internasional yang diselenggarakan secara profesional, imparsial, dan transparan.
“Pemilu yang bermartabat adalah pemilu yang berintegritas. Integritas dalam pemilu itu adalah praktik yang sehat dan beretika yang bertahan sepanjang siklus pemilu, tidak hanya pada hari pemungutan suara,” pungkas Bambang. (*)