Pembelajaran Berdeferensiasi sebagai Solusi Keragaman Peserta Didik

Pembelajaran Berdeferensiasi sebagai Solusi Keragaman Peserta Didik

REALITAS kehidupan majemuk masyarakat Indonesia dengan perbedaan ras, suku, agama dan bahasa merupakan suatu keunikan yang patut kita syukuri. Namun, dengan adanya kemajemukan tersebut, tak jarang muncul persoalan dan konflik di kehidupan masyarakat. Pada kehidupan sosial masyarakat kita selalu berharap untuk mendapatkan lingkungan pergaulan yang positif, salah satunya adalah di lingkungan sekolah. Sekolah merupakan wadah yang diharapkan dapat menciptakan pergaulan dan pendidikan yang positif bagi anak-anak untuk mengembangkan potensi akademis, psikologi, emosional dan moral. Namun, persoalan kemajemukan dapat menjadi sebuah kendala apabila tidak beriringan dengan sikap toleransi dan tenggang rasa. Sehingga apabila kurang diperhatikan dikhawatirkan dapat merusak moral dan kerukunan bangsa Indonesia.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka diperlukan sistem pendidikan dan kurikulum yang memfasilitasi keragaman dan mampu mengakomodir kebutuhan siswa pada proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang dimaksud adalah pembelajaran berdeferensiasi sesuai dengan tahap capaian peserta didik selaras dengan tingkat capaian pembelajaran dan kemampuan awal peserta didik. Pembelajaran berdeferensiasi adalah model pembelajaran motorik yang dikaitkan pada pentingnya variabilitas gerakan dan berakar pada teori sistem dinamis dengan memperhatikan perbedaan individual serta kebutuhan siswa.

Pembelajaran berdeferensiasi ini merupakan usaha mengakomodir untuk menyesuaikan proses dan pemenuhan kebutuhan pembelajaran setiap individu yang disesuaikan dengan (1) minat, (2) profil belajar, dan (3) kesiapan belajar peserta didik agar mencapai peningkatan hasil belajar (Beckmann & Schöllhorn, 2006; Wagner & Müller, 2008; Reynoso, Solana, Vaillo, & Hernandez, 2013).

Pertama, minat adalah suatu motivasi bagi peserta didik agar terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Melalui minat, pendidik dapat menggali kompetensi yang dimilikinya. Minat peserta didik dapat ditentukan melalui pengajuan pertanyaan, dan asesmen diagnostik pada awal pembelajaran seperti pemberian kuesioner, pertanyaan pemantik, dan kuis. Tomlinson (2000) menjelaskan, bahwa mempertimbangkan minat siswa dalam rancangan proses pembelajaran memiliki tujuan di antaranya, yaitu: 1) membantu peserta didik menyadari bahwa terdapat kecocokan antara sekolah dan keinginan mereka sendiri untuk belajar; 2) menunjukkan keterhubungan antara semua pembelajaran; 3) menggunakan keterampilan atau ide yang tak asing bagi peserta didik sebagai solusi untuk mempelajari ide atau keterampilan yang asing atau baru bagi mereka; serta 4) meningkatkan motivasi peserta didik untuk belajar.

Kedua, profil belajar peserta didik merupakan latar belakang peserta didik dalam pembelajaran meliputi, bahasa, budaya, suku, agama, kemauan, keadaan keluarga, kesehatan dan motivasi. Ketika siswa memiliki keragaman profil belajar dan pendidik mampu untuk mengelola dengan baik, maka perbedaan tersebut  bukan sebagai penghambat justru menambah motivasi belajar dengan keragaman dan keunikan yang berbeda. 

Ketiga, kesiapan belajar peserta didik adalah kemampuan untuk mempelajari materi baru. Kesiapan belajar siswa merupakan unsur penting dalam pembelajaran berdeferensiasi. Pada pembelajaran di kelas misalnya, terdapat siswa yang siap belajar materi yang sulit, namun ada pula siswa yang membutuhkan waktu lama untuk mempelajari materi pelajaran. Apabila guru memiliki pemahaman yang baik tentang kesiapan belajar siswa, maka guru bisa mengaitkan pikiran positif siswa tentang materi baru yang akan diajarkan serta potensi guru dalam proses pembelajaran menjadi lebih baik Herwina (2021).

Sesuai dengan tiga komponen tersebut dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran berdeferensiasi bukan berarti guru harus mengelompokkan peserta didik sesuai kemampuan akademis atau memberikan tugas berbeda untuk setiap peserta didik. Pembelajaran berdeferensiasi juga bukan sebuah proses yang mewajibkan guru harus membantu siswa A, siswa B, atau siswa C dalam waktu bersamaan untuk memecahkan semua permasalahan. Karena pada dasarnya peserta didik memiliki kemampuan dan level yang berbeda dalam memhami materi pembelajaran.

Apabila peserta didik di kelas belum sampai pada level yang diharapkan pada kelas tersebut, maka pendidik perlu memberikan intervensi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki peserta didik. Pendidik melakukan asesmen pada level pembelajaran peserta didik, kemudian peserta didik dikelompokkan berdasarkan tingkat capaian dan kemampuan yang sejenis. Pendidik selanjutnya memberikan intervensi pengajaran dengan beragam aktivitas sesuai dengan level peserta didik. Pada aktivitas ini pendidik mengajarkan kemampuan dasar yang harus dimiliki peserta didik dan mencari  kemajuannya. 

Hal ini bertujuan agar peserta didik berkembang sesuai level dan kemampuannya. Solusi dari kondisi tersebut yaitu dengan mendiagnosa hasil belajar peserta didik dan merancang pembelajaran sesuai minat, bakat dan karaketristik serta kompetensi peserta didik (teaching at the right level). Selanjutnya adalah menerapkan pembelajaran berdeferensiasi guna menyesuaikan proses pembelajaran di kelas. Penyesuaian tersebut berupa minat, profil pelajar Pancasila, kesiapan belajar peserta didik agar tercapai peningkatan hasil belajar siswa. Pembelajaran berdeferensiasi dapat dijadikan sebagai solusi untuk memfasilitasi pembelajaran dengan mempertimbangkan perbedaan karakakteristik peserta didik serta berpihak kepada peserta didik dengan mengutamakan kepentingan perkembangan peserta didik sebagai acuan utamanya. *

Opi Hanidian, S.Pd.

Mahasiswa PPG Prajabatan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Ahmad Dahlan