Harapan setelah 100 hari

Harapan setelah 100 hari

PRESIDEN Prabowo Subianto, agaknya benar-benar ingin serius menata segala hal yang menyangkut kehidupan rakyat Indonesia. Berawal dari mengumpulkan para pembantunya di Akmil Magelang untuk diberi “pengarahan khusus”; empat bulan setelahnya Prabowo mulai mengganti pembantunya yang dinilai tidak cukup sejalan untuk mendukung program kerjanya. Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro diganti oleh Brian Yuliarto. Sejak mulai menjabat menteri, Satryo memang beberapa kali “membuat berita”. Mulai konflik dengan bawahannya yang berbuntut ia didemo, sampai dengan melempar wacana kenaikan uang kuliah tunggal bagi mahasiswa, dampak efisiensi anggaran.

Langkah Presiden rupanya cukup mendapat respon positif dari publik. Andai pun ada yang merespon negatif, tentu saja wajar sebagaimana layaknya kehidupan berdemokrasi. Ada pesan penting dari acara penggantian menteri ini. Yakni, peringatan dini bagi siapa pun pejabat yang tidak bekerja sungguh-sungguh untuk mewujudkan asta cita Presiden Prabowo.

Efisiensi anggaran, harus diakui mengejutkan banyak pihak. Mulai dari anggaran kementerian sampai dengan dana yang dikucurkan hingga tingkat paling bawah, mengalami pemotongan signifikan. Banyak program memang kemudian tak bisa dijalankan karena anggaran tidak tersedia. Presiden menegaskan, efisiensi anggaran ibarat mengurangi lemak dalam tubuh seseorang yang gemuk. Maksudnya tentu agar tubuh menjadi lebih sehat karena lemak dikurangi.

Kebijakan Presiden itu ditanggapi beragam oleh banyak lembaga. Ada kantor yang kemudian bersiap mengurangi tenaga honorer dengan alasan tidak ada anggaran. Sontak banyak orang gelisah dengan kebijakan efisiensi anggaran. Bahkan, kebijakan ini dengan cepat direspon oleh para mahasiswa yang menuntut efisiensi anggaran ditinjau ulang. Demo yang mengusung tema “Indonesia Gelap”, bisa saja murni aspirasi dari bawah; tetapi juga bukan tidak mungkin demo ini melibatkan sponsor. Seiring dengan demo itu, muncul trending topic #KaburAjaDulu yang ramai di jagat media sosial. Sepintas, dua hal ini memang berbeda, tetapi boleh jadi beririsan dan saling melengkapi. Tujuan akhirnya, mungkin membangun ketidakpercayaan kepada pemerintah.

***

ADA fakta menarik berkaitan dengan efisiensi anggaran. Ketua PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) Jawa Timur Dwi Cahyono menyebut, sektor pariwisata terkena dampak langsung akibat kebijakan efisiensi anggaran. Banyak hotel yang mengandalkan tamu domestik dari sektor instansi pemerintah mengalami pembatalan pesanan. Terutama dari kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition). Mereka mencatat, hitungan sementara hotel dan restoran mengalami penurunan pendapatan sebesar 30%.

Mengapa menurun? Banyak hotel mendapat pesanan dari instansi pemerintah sekota atau luar kota untuk menjadi tempat rapat kerja, FGDFocus Group Discussion), seminar atau sekadar sebagai tempat menginap para tamu yang melakukan kunjungan kerja, studi banding dan semacamnya. Nilai pembatalan kegiatan semacam itu, angkanya miliaran rupiah.

Kalau mau dihitung anggaran yang dikeluarkan instansi pemerintah untuk kegiatan di hotel, pasti jauh lebih besar karena ada komponen beaya transportasi, uang perjalanan dinas dan pengeluaran lainnya. Hotel-hotel di Jakarta, pasti mengalami penurunan omzet lebih besar, sebab banyak pejabat daerah termasuk anggota legislatif, datang ke Jakarta untuk konsultasi ke kementerian teknis. Sesuatu yang sejatinya juga bisa dilakukan secara daring.

Dalam konteks ini, apa yang berulang ditegaskan Presiden Prabowo bahwa biaya perjalanan dinas harus ditekan, ada benarnya. Uang yang terhambur dari kegiatan tersebut, dapat dialihkan untuk membiayai hal-hal yang langsung bersentuhan dengan kebutuhan rakyat.

***

DALAM empat bulan terakhir, kita juga mendapati ada langkah nyata dari pemerintahan Prabowo untuk membenahi sektor hukum. Kasus pagar laut di Tangerang yang beberapa waktu lalu sempat viral, ditanggapi secara serius oleh pemerintah. Tentara Angkatan Laut membongkar pagar laut sepanjang 30 km lebih. Tindakan tegas dan cepat tentara ini sempat “diprotes” Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, karena pagar laut itu menjadi barang bukti untuk kepentingan pengusutan. Namun, Sakti tidak melanjutkan protesnya, mungkin menyadari bahwa yang sedang terjadi adalah tindakan ekstra tegas pemerintahan Prabowo terhadap penyimpangan yang terjadi. Menteri ATR/BPN Nusron Wahid bertindak cepat. Ia segera membatalkan sertifikat lahan di atas laut. Ia bahkan mencopot Kepala BPN Tangerang serta beberapa pejabat lainnya yang berkaitan dengan penerbitan sertifikat dimaksud.

Perkara pagar laut ini jalan terus. Kini, Bareskrim Polri sudah menetapkan sejumlah tersangka termasuk Kepala Desa Kohod yang disangka memalsu dokumen sehingga memungkinkan terbitnya sertifikat. Kasus ini agaknya akan terus berkembang  dan menyeret banyak orang ke dalam jeratan hukum.

Aparat penegak hukum, sejak Prabowo menjadi Presiden pada 20 Oktober 2024 lalu, tak luput terkena tindakan sangat tegas. Sebagai contoh, tiga hakim di Pengadilan Negeri Surabaya yang memberi vonis bebas kepada Ronald Tannur dalam perkara “pembunuhan pacar”, ditangkap Kejaksaan Agung karena dugaan menerima suap.

Polisi yang melakukan pemerasan terhadap warga negara Malaysia ketika menonton Djakarta Warehouse Project (DWP) ditindak tegas. Ada tiga anggota Polri yang dipecat. Dalam istilah kedinasan disebut PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat).

Rakyat tentu berharap banyak, langkah Presiden Prabowo Subianto yang tegas, tidak pandang bulu terhadap berbagai penyimpangan yang ada, terus menggelinding pasca 100 hari pemerintahan sang presiden.

Kita semua menanti. **