Pelaku Pariwisata DIY Frustasi, Ini Tanggapan Senator Ahmad Syauqi Soeratno
Tidak ada jalan lain kecuali harus membangun kebersamaan, duduk bersama, berkolaborasi sesuai kemampuan dan potensi masing-masing.
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Berbagai hantaman yang menerpa industri tourism membuat para pelaku pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sepertinya dalam kondisi frustasi.
Tak hanya daya beli masyarakat menurun, okupansi hotel juga ikut turun. Momentum libur Lebaran Idul Fitri 1446 H/2025 yang digadang-gadang menjadi masa panen, realitanya jauh dari harapan.
Menanggapi itu, Anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari DIY, Ahmad Syauqi Soeratno, tak ingin mereka lantas putus asa.
“DIY sebagai provinsi yang selama ini leading di bidang pariwisata harus terus cari jalan dengan proses kreatif yang selama ini ada, bisnis dan manajerial tersendiri,” ujarnya saat memimpin Focuss Group Discussion (FGD) Respons Pelaku Wisata terhadap Kebijakan Pemerintah Pusat Terkait Kepariwisataan, Rabu (9/4/2025), di kantor DPD RI DIY Jalan Kusumanegara Yogyakarta.
Survei GIPI DIY terkait kebijakan di sektor pariwisata. (istimewa)
Kepada wartawan di sela-sela acara, senator dari Yogyakarta itu menyatakan Komite III DPD RI merespons aspirasi tersebut dengan membawanya menjadi suatu pembahasan di tingkat nasional. Kenapa? “Ini karena bukan persoalan DIY semata,” katanya.
Menurut dia, pertemuan kali ini merupakan upaya meneguhkan kembali formula yang diperlukan untuk menyelesaikan persoalan yang implikasinya luas, tidak hanya dari sisi pendapatan daerah, jumlah kunjungan maupun length of stay tetapi juga ketenagakerjaan dan multiplier efek industri pariwisata di DIY.
Tidak ada jalan lain kecuali harus membangun kebersamaan, duduk bersama, berkolaborasi sesuai dengan kemampuan dan potensi masing-masing.
Salah satu syaratnya adalah harus punya kreativitas yang cukup, kesadaran terhadap potensi diri dan kebesaran jiwa, untuk mengesampingkan kepentingan masing-masing.\
Pijakan berikutnya
“Kita pikirkan yang lebih besar yaitu industri pariwisata dan seluruh aspek yang terkait di dalamnya. InsyaAllah pertemuan ini jadi pijakan diskusi berikutnya,” katanya.
Syauqi mengakui turunnya daya beli masyarakat dan okupansi hotel tidak hanya dirasakan di DIY. Lebih spesifik, ini adalah persoalan industri, bukan persoalan masing-masing-masing hotel atau DIY saja.
Itu sebabnya dia mendorong Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) DIY mengajak organisasi serupa di seluruh Indonesia menyampaikan aspirasi yang sama. Dari situ, Komite III DPD RI yang salah satunya membidangi pariwisata bisa mendorongnya menjadi rekomendasi besar.
Artinya, policy di tingkat pusat jangan sampai berdampak kerugian di daerah bahkan memunculkan kegelisahan atau ketidakjelasan terhadap industri pariwisata. “Ini harus diantisipasi pemerintah. DPD RI akan mendorong kementerian agar segera ada keputusan yang lebih jelas, sampai ke daerah,” tegasnya.
Ruang gerak
Dari hasil diskusi yang berlangsung dinamis, Syauqi menyatakan, pariwisata merupakan nafas dari Yogyakarta sehingga setiap ruang gerak di daerah pasti akan berimbas pada kondisi pariwisata. “Membicarakan dunia pariwisata Yogyakarta maka harus dibahas bersama-sama dengan semua pemangku kepentingan yang ada,” tandasnya.
Diskusi kali ini juga dihadiri Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) DIY, GKR Bendara, Kepala Dinas Pariwisata DIY Imam Pratanadi, para bupati, wakil bupati dan wakil walikota, akademisi, asosiasi dan instansi terkait.
Hadir pula Ketua GIPI DIY Bobby Ardiyanto Setya Aji yang menyampaikan hasil survei terkait imbas Inpres No 1/2025, Larangan Study Tour dan Kebijakan Lainnya bagi pelaku Pariwisata & Ekraf di DIY. (*)