Pegiat Industri Kreatif Jogja Desak Pemerintah Buat Road Map
Kembangkan kota kreatif
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA - Industri kreatif Yogyakarta kembali menjadi sorotan. Para tokoh terkemuka di bidang ini menyuarakan keprihatinan mereka terhadap perkembangan sektor yang dinilai belum optimal.
Dalam serangkaian pertemuan dan diskusi yang digelar baru-baru ini, dua nama besar dalam industri kreatif Yogyakarta angkat bicara. Mereka adalah Lulut Wahyudi, Inisiator Kustomfest, dan Adjie Wartono, Board Creative Ngayogjazz.
Lulut Wahyudi tidak menahan kritiknya terhadap pemerintah kota. Ia menekankan pentingnya penyusunan road map yang jelas untuk pengembangan Yogyakarta sebagai kota kreatif.
"Secara dunia kreatif, pelaku di Jogja sudah sangat kreatif. Namun, pemerintah perlu lebih kreatif dalam mengembangkan industri ini," ujar Lulut dengan tegas saat berbicara dalam Rembug Bareng Seleksi Kota Kreatif Jogja pada Kamis (18/7/2024)
Kritik Lulut tidak berhenti di situ. Ia mengungkapkan kekecewaannya terhadap kurangnya kemajuan signifikan selama 13 tahun terakhir. Menurutnya, meski telah terjadi pergantian kepemimpinan, hasilnya masih belum memuaskan.
"Selama 13 tahun terakhir, kita mengalami perubahan kepemimpinan, baik di tingkat wali kota maupun kepala dinas, namun hasilnya masih begini-begini saja," tambahnya.
Lulut juga menyoroti ketidakefektifan audiensi dengan pemerintah. Menurutnya, banyak forum resmi dan santai yang diadakan, namun hasil dan dampaknya masih belum terlihat nyata.
"Kita sering diajak ngobrol, tapi tanpa road map yang jelas, semua pembicaraan itu hanya berulang-ulang," keluhnya.
Lulut menekankan pentingnya event-event di Yogyakarta untuk tumbuh secara organik. Menurutnya, acara-acara ini seharusnya berasal dari passion para pelaku industri, bukan semata-mata inisiatif pemerintah.
"Event-event di Jogja harus tumbuh dari mereka yang punya passion. Pemerintah cukup memberikan dukungan, effort mereka tidak banyak, tapi dampaknya bisa besar," jelas Lulut.
Senada dengan Lulut, Adjie Wartono menekankan pentingnya kolaborasi antar komunitas. Ia melihat adanya kecenderungan untuk bergerak dan berusaha sendiri-sendiri.
Adjie menegaskan bahwa kerja sama ini adalah modal penting. Menurutnya, kolaborasi bisa menciptakan perjalanan menuju kualitas dan profit yang lebih baik.
Namun, Adjie juga mengakui adanya tantangan dalam mewujudkan kolaborasi ini. Ia menyoroti kecenderungan untuk hanya fokus pada keuntungan jangka pendek.
"Kadang-kadang kita hanya berbicara tentang saat ini dan keuntungan yang bisa dicapai saat ini, sementara hal-hal mendasar sering kali tidak kita bicarakan," jelasnya.
Adjie menekankan pentingnya memahami gejala-gejala yang mungkin muncul dalam 4-5 tahun ke depan. Menurutnya, ini kunci untuk mempersiapkan diri menghadapi perubahan.
Selain itu, Adjie juga menyinggung masalah digitalisasi. Ia mengkritik ketidakkonsistenan dalam proses digitalisasi, terutama di sektor pemerintahan.
"Semua sudah digitalisasi, kita tinggal upload, submit lewat digital. Tapi kita masih diminta fotokopi KTP, fotokopi dokumen lain, dan mengisi formulir yang harus dikumpulkan ke pemerintah," keluhnya.
Kedua tokoh ini sepakat bahwa diperlukan diskusi yang lebih mendalam. Mereka juga menekankan pentingnya perencanaan yang matang untuk menghadapi tantangan di masa depan.
Lulut dan Adjie berharap pemerintah dapat lebih responsif terhadap kebutuhan industri kreatif. Mereka juga mengharapkan pemerintah bisa memfasilitasi pertumbuhan organik komunitas-komunitas kreatif di Yogyakarta.
Dengan adanya road map yang jelas dan kolaborasi yang kuat antar komunitas, para pelaku industri kreatif optimis. Mereka yakin Yogyakarta bisa mencapai visinya sebagai kota kreatif yang diakui, baik di tingkat nasional maupun internasional.(*)