Musik, Laut dan Kegelisahan Hani Santana

Musik, Laut dan Kegelisahan Hani Santana

MENGGELUTI dunia seni musik dan kemudian beralih menjadi seorang pelukis. Itulah seorang Hani Santana, perupa wanita beraliran ekspresionisme yang belajar menuangkan cerita melalui kuas pada kertas secara otodidak.

Setelah sekian lama menggeluti seni musik, Hani Santana tetap merasa bahwa masih ada yang kurang dalam pemaknaan nilai hidup, hingga akhirnya tidak sengaja bersentuhan dengan dunia lukis yang dikenalkan oleh perupa senior, Klowor Waldiyono, kepadanya.

Peran seniman Klowor sangat besar baginya, termasuk awal mula menemukan bakat melukis. Musik yang biasa dimainkan seniman asal Cilacap ini, bagi Klowor, menjadi indikator menemukan bakat seni rupa dalam diri Hani.

"Waktu dia [Klowor] mendengar lagu-lagu saya, dia langsung bilang kalau saya pasti bisa melukis. Saya tidak percaya," kenang Hani saat ditemui koranbernas.id saat pembukaan pameran tunggal pertamanya di Museum Affandi, Jumat (5/11/2021).

"Berkenalan secara tidak sengaja dengan kebahagiaan pribadi memang kadang kala susah untuk ditebak. Semenjak perkataan tersebut, menghantui saya hingga dua bulan. Hampir setiap malam bermimpi melukis," kata dia.

Akhirnya Hani memutuskan untuk mengabarkan kegelisahan baru ini kepada Klowor dan teman-temannya di Jogja. Tanpa disangka, bantuan materi berupa bahan dan peralatan melukis dikirim ke rumahnya.

"Hampir satu truk. Aku mumet ngeliatnya. Tidak tahu harus memulai dari mana dan seperti apa," ujarnya.

Mulai dari menggunakan jari, Hani mulai membuat karya pertama. Hani mengaku belum tahu memulai dengan menggunakan pisau palet atau kuas yang sekian banyak tersebut.

Motivasi memperjuangkan dan mengenalkan karyanya yang beraliran ekspresionisme kepada masyarakat adalah segelintir hal yang mendorong pelukis wanita ini berani mengadakan pameran tunggal.

Mengambil tema Segara yang berarti lautan, punya sentimen sendiri bagi Hani. Dia mengaku sempat kehilangan kemampuan dan ide saat rumah tempat biasa berkarya harus pindah. Namun kepindahan di dekat pantai ini memberikan ruh baru dalam karya yang dipamerkan kali ini.

Larik-larik goresan yang ekspresionis merupa representasi gelombang-gelombang laut yang kuat, bahkan juga gunung-gunung. Nyawa baru segara, laut, atau bisa menjadi akronim dari segala rasa.

Segala rasa yang bermakna bahwa segala rasa yang ada di dalam diri Hani Santana itu tertuang dalam lukisan-lukisan yang dipamerkan. Sebanyak 25 karya Hani yang dipamerkan ini dibuat pada periode 2021, pada saat pandemi dengan kasus Covid-19 di dunia melambung tinggi.

Meskipun demikian, karya ini bukan disebabkan pandemi. Baginya, pandemi ini adalah tragedi yang tidak perlu lagi dibesar-besarkan. Hampir setiap orang di belahan dunia menerima dampaknya.

"Sudah banyak yang mengangkat pandemi ke dalam karya. Saya tidak, walau cukup merasakan dampaknya," ucapnya.

“Salah satu hal mengapa mengangkat tema segara, karena lautan menaungi sebagian besar proses kehidupan saya di daerah Cilacap, Jawa Tengah," terangnya.

Selain itu, Hani juga ingin publik memahami konsepsi tentang kelautan itu sendiri. Lautan sangat memberikan kemanfaatan untuk semua, supaya semua orang selalu menjaga agar tetap lestari.

Seniman Kartika Affandi tidak bisa dilepaskan dari perjalanan karir seorang Hani Santana. Hani dianggap mampu meneruskan cita-citanya sebagai pelukis perempuan.

"Hidup sebagai perempuan yang sempurna itu kan bukan hanya perempuan yang menyandang gelar kanca wingking," kata putri sang maestro Affandi ini.

Pameran tunggal lukisan SEGARA /se.ga.ra/ berlangsung dari 5 November hingga 12 November 2021 bertempat di Museum Affandi Yogyakarta, Jalan Laksda Adisucipto 167, Papringan, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta. (*)