Musda Golkar Kota Yogyakarta Belum Jelas, 12 PK Merasa Dianaktirikan

Musda Golkar Kota Yogyakarta Belum Jelas, 12 PK Merasa Dianaktirikan

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Agenda Musyawarah Daerah (Musda) X Partai Golkar Kota Yogyakarta hingga saat ini belum jelas. Musda harus terlaksana sebelum akhir Agustus 2020 namun sampai sekarang tidak kunjung ada kepastian.

“Paling akhir 31 Agustus 2020 harus ada pemimpin baru Partai Golkar Kota Yogyakarta,” ungkap Yugo Saputro, Koordinator PK Partai Golkar Kota Yogyakarta kepada wartawan, Selasa (18/8/2020), di Rumah Makan Kebon Ndhelik Bausasran Pakualaman Yogyakarta.

Siang itu, sejumlah 12 dari 14 PK se-Kota Yogyakarta berkumpul untuk menyuarakan aspirasi mereka sehubungan adanya kegaduhan di tubuh parpol ini. Tak hanya itu, mereka juga merasa dianaktirikan oleh DPD Partai Golkar Kota Yogyakarta. Sebaliknya, dua PK yaitu Mergangsan dan Kotagede disebut-sebut sebagai anak emas.

“Saat ini Partai Golkar Kota Yogyakarta kelihatan gaduh, bahkan sesungguhnya bukan hanya gaduh tetapi memang keruh dan rapuh,” kata Banter Estiadi, Ketua PK Umbulharjo saat membacakan aspirasi para pengurus PK.

Menurut dia, ini semua terjadi karena Ketua dan Sekretaris DPD Partai Golkar Kota Yogyakarta membuat kebijakan yang melanggar kebijakan partai di tingkat pusat. Instruksi DPP Partai Golkar Nomor : SI-01/Golkar/IV/2020 tentang Instruksi Perpanjangan Masa Penugasan Pengurus dan Personalia DPD Partai Golkar Kabupaten/Kota tertanggal 30 April 2020, tidak dilaksanakan.

“Bahkan pada tanggal 23 Juni 2020, setempel dan cap PK telah dirampas oleh Augusnur (Ketua), Retnowati (Sekretaris) dan Sugiyanta Saputra (Wakil Bidang Pemenangan Pemilu),” ungkapnya.

Ini artinya, lanjut dia, semestinya tidak ada revitalisasi kepengurusan di tingkat kabupaten/kota seperti yang dilakukan DPD I Partai Golkar DIY. Surat Nomor : 27/Golkar DIY/V/2020 mengenai Instruksi Revitalisasi yang ditindaklanjuti DPD II Partai Golkar Kota Yogyakarta dinilai bertentangan dengan instruksi DPP.

Banter mengakui, 12 PK merasa kecewa melihat proses pelaksanaan kebijakan DPD II Partai Golkar Kota Yogyakarta tanpa melalui rapat pleno terlebih dahulu. Bukan rahasia lagi, personel yang masuk struktur organisasi terdiri dari keluarga, anak, istri dan saudara. “Dalam setiap rapat sifatnya hanya pengumuman, tidak ada diskusi dan pembahasan,” kata dia.

Yang mengherankan, pengambilan kebijakan Plt (Pelaksana Tugas) dan revitalisasi terkesan saling lempar tanggung jawab. DPD II Partai Golkar Kota Yogyakarta menyatakan langkah tersebut diambil demi menjalankan instruksi DPD I Partai Golkar DIY.

“Sebaliknya pada saat kami audiensi ke DPD I disampaikan oleh Wakil Ketua Bidang Organisasi, itu merupakan kebijakan DPD II. DPD I tidak ikut-ikut. Ini terkesan saling cuci tangan,” ungkap Baner Estiadi.

Dia meyakini revitalisasi dan Plt dilakukan karena ada kepentingan Musda X bukan kepentingan membesarkan partai. “Pada masa kepemimpinan Ketua dan Sekertaris kami rasakan tidak pernah turun ke bawah, jarang rapat dan koordinasi baik formal maupun informal dengan PK-PK di wilayah kami masing-masing,” tambahnya.

Selama ini belum pernah ada kegiatan organisasi DPD Partai Golkar Kota Yogyakarta di wilayah masing-masing PK, sebut saja kegiatan keagamaan seperti Tarawih di DPD, penyembelihan kurban dan lain-lain. “Itu tidak lagi dilakukan,” ucap Banter.

Keprihatinan serupa disampaikan David Sutrisna dari PK Ngampilan. Mewakili rekan-rekannya dia merasakan Ketua DPD Partai Golkar Kota Yogyakarta sebagai sosok yang tidak mau menerima usulan dari pihak lain apalagi masukan dari PK. “Sampai saat ini Partai Golkar Kota Yogyakarta seperti  hidup segan mati tak mau,” ucap dia.

Merespons kondisi itu, 12 PK sepakat memohon pimpinan DPD II serta DPD I agar saat menjalankan organisasi selalu mengacu AD/ART, PO maupun aturan, bukan dengan cara otoriter dan arogan. Setiap kebijakan akan menjadi catatan sejarah yang ditiru anak cucu.

Mengacu juklak dari DPP, mereka juga mendesak dikembalikannya sarana dan legalitas PK-PK dengan memperpanjang kepengurusan sampai dengan pelaksanaan Muscam setelah Musda X Partai Golkar Kota Yogyakarta.

“Kami sangat mendambakan pemimpin Partai Golkar di DIY pada seluruh tingkatan adalah sosok yang ngayomi bukan menakuti, menyayangi kader bukan memusuhi, pemersatu bukan pendendam. Setiap langkah dan kebijakannya harus mencerminkan Ikrar Panca Bhakti,” harapnya.

Mereka juga mengidamkan pemimpin yang selalu mengeluarkan statemen menyejukkan bukan meresahkan, melindungi bukan suka memusuhi, pemaaf bukan pendendam, demokratis bukan diktator, menggunakan hati nurani bukan meluapkan emosi. Ini semua demi menjaga suasana nyaman bagi kader Golkar bukan membuat gaduh dan cerai berai.

Pengurus 12 PK juga menginginkan masalah yang membelit Golkar Kota Yogyakarta cepat selesai dengan cara demokratis dan sesuai aturan, bukan dengan mendatangi pimpinan di tingkat kelurahan (PL) untuk mendapatkan dukungan. Ini penting agar masalah tersebut tidak menjadi aib Partai Golkar.

Program konsolidasi total ini mestinya dimaknai oleh semua jajaran untuk pelaksanaan munas, musda provinsi, musda kabupaten/kota, muscam dan muslur/musdes, bukan untuk merevitalisasi dan mem-Plt-kan PK-PK. “Aspirasi ini kami sampaikan semata-mata demi kebesaran Partai Golkar Kota Yogyakarta khususnya dan Partai Golkar se-Indonesia umumnya,” tandasnya. (sol)