Milangkori Fest #2: Teater Bahasa Jawa sebagai Penjaga Identitas Budaya
Teater berbahasa Jawa tidak hanya hiburan, tetapi juga alat untuk menyampaikan isu-isu sosial yang relevan dengan masyarakat,
KORANBERNAS.ID, BANTUL--Sarasehan Milangkori Fest #2 yang dihelat pada Senin (2/12/2024) oleh Kelompok Teater Sedhut Senut berhasil menarik perhatian masyarakat dan pelaku seni. Sarasehan ini mengusung tema besar “Bentuk Drama Musikal Sandiwara Berbahasa Jawa” dan menjadi ajang eksplorasi seni teater berbahasa Jawa yang mengintegrasikan kreativitas, relevansi, dan pelestarian budaya lokal.
Acara ini melibatkan delapan kelompok teater yang menampilkan interpretasi unik terhadap naskah berbahasa Jawa. Selain pementasan, diskusi yang dipandu oleh narasumber Bambang Paningron dan Trisno Santoso menyoroti tantangan serta peluang seni pertunjukan bahasa Jawa di era modern.
Dalam diskusi, Bambang Paningron, salah satu pegiat seni pertunjukan di Yogyakarta, mengungkapkan pentingnya teater sebagai wadah melestarikan identitas budaya.
“Teater berbahasa Jawa tidak hanya hiburan, tetapi juga alat untuk menyampaikan isu-isu sosial yang relevan dengan masyarakat,” katanya Senin (2/12/2024).
Bambang juga menekankan bahwa dinamika seni pertunjukan di Yogyakarta sangat beragam.
“Dalam setahun, tercatat ada lebih dari 600 festival seni. Ini membuktikan bahwa seni tetap hidup meskipun ada tantangan seperti pendanaan dan aksesibilitas,” ujarnya.
Sementara Trisno Santoso, seniman teater sekaligus akademisi seni, menambahkan bahwa adaptasi naskah klasik ke dalam bahasa sehari-hari menjadi kunci untuk menarik generasi muda.
“Penting bagi kita untuk menyambungkan tradisi dengan kehidupan modern. Hal ini dapat membuat seni tradisional lebih relevan dan diminati,” katanya.
Bahasa Jawa di Era Modern
Diskusi juga menyoroti peran Bahasa Jawa sebagai media seni. Meskipun menghadapi tantangan perubahan zaman, Bahasa Jawa tetap fleksibel dan dapat diterima di berbagai daerah dengan dialek yang berbeda.
Festival ini menjadi ajang untuk menunjukkan bahwa Bahasa Jawa bisa menyampaikan pesan-pesan penting secara dinamis.
“Bahasa Jawa memiliki daya tarik unik. Dalam teater, improvisasi sering kali menjadi jembatan untuk membuat penonton merasa dekat dengan cerita,” kata Trisno.
Improvisasi ini juga memungkinkan pemain menanggapi isu-isu sosial secara langsung, menjadikan teater sebagai medium komunikasi yang efektif.
Salah satu tantangan yang dibahas adalah bagaimana mempertahankan keberlanjutan seni pertunjukan seperti ketoprak di tengah perkembangan zaman. Data menunjukkan ada sekitar 2.500 pemain ketoprak di DIY, namun banyak yang menghadapi kesulitan.
Selain itu, perubahan bahasa Jawa dengan munculnya kata-kata baru dan serapan juga menjadi kendala dalam mempertahankan keaslian naskah.
Namun, diaspora seni ketoprak di luar negeri, seperti di Suriname dan Bangkok, menunjukkan bagaimana budaya Jawa dapat beradaptasi dan tetap hidup di lingkungan yang berbeda.
Sarana Pelestarian Budaya
Festival Milangkori #2 juga menampilkan konsep teater minimalis untuk memungkinkan kelompok seni lokal tampil tanpa beban biaya tinggi.
“Konsep ini memberikan ruang bagi lebih banyak komunitas untuk berpartisipasi dan mengekspresikan seni mereka,” kata dia.
Selain pementasan, festival ini juga mengadakan workshop rutin setiap Senin, yang mengajarkan tradisi Jawa seperti Tembang Mocopat dan keterampilan menjadi pembawa acara dengan Bahasa Jawa. Workshop ini bertujuan untuk menghubungkan generasi muda dengan akar budaya mereka.
Sarasehan ini menyoroti pentingnya teater dalam membangun kesadaran sosial. Teater tidak hanya menjadi media hiburan tetapi juga alat edukasi.
“Pementasan teater dapat mencerminkan kehidupan masyarakat dan membantu mereka memahami isu-isu sosial,” kata Trisno.
Milangkori Fest #2 diharapkan dapat menjadi momentum untuk menghidupkan kembali seni teater tradisional dan menarik minat generasi muda. Dengan bahasa yang komunikatif dan pementasan yang relevan, teater berbahasa Jawa diyakini dapat menjangkau audiens yang lebih luas.
Melalui Sarasehan Milangkori Fest #2, teater berbahasa Jawa menunjukkan potensinya sebagai media eksistensi budaya yang dinamis dan relevan.
Kegiatan ini bukan hanya memperkuat pelestarian tradisi, tetapi juga memperlihatkan bagaimana seni tradisional dapat berkembang dan beradaptasi dengan kebutuhan zaman. (*)