Menolak Jadi Warga Negara Swiss, Pono Geneng Tetap Cinta Indonesia

Menolak Jadi Warga Negara Swiss, Pono Geneng Tetap Cinta Indonesia

KORANBERNAS.ID, SWISS -- Meskipun sudah lebih dari 25 tahun meninggalkan Jogja dan kini tinggal di Fribourg, Switzerland, tapi hati Pono Geneng cinta dan bangga terhadap tanah airnya, Indonesia. Terlebih, mantan tukang becak di kawasan Prawirotaman yang kini menjadi pengusaha sukses di negeri orang itu, tetap menaruh hormat kepada Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Beberapa kali Pono Geneng menolak ketika ditawari menjadi warna negara Swiss. "Saya lebih cinta Indonesia, terlebih Yogyakarta tempat kelahiran," kata Pono Geneng. Maka, sampai saat ini ia masih tetap ber-KTP Yogyakarta.

Sikap hormatnya terhadap raja keraton Yogyakarta tidak sebatas ucapan. Karena itu ia merasa terusik ketika muncul orang yang mengaku-aku sebagai raja dan ratu di sejumlah tempat di Indonesia belakangan ini.

"Beberapa waktu belakangan ini ada yang mengaku-aku sebagai raja dan ratu. Waduh... saya sedih banget mendengar dan membaca berita itu," ujarnya.

Bagi Pono Geneng, Daerah Istimewa Yogyakarta lah yang benar- benar memiliki Raja dan Ratu, memiliki masyarakat yang sangat menghormati kepemimpinan Sultan.

"Seharusnya kita hormat dan mendukung pemerintah, pimpinan kita yang legal, bukan menjadi warga yang mencari masalah dengan mengaku-aku sebagai raja ratu, apalagi membuat kekacauan di negeri tercinta,” katanya.

Hal itu sungguh-sungguh menjadi komitmennya. Hormat terhadap negara asal maupun negara yang ditinggali saat ini di Eropa. Hormat terhadap pimpinan dan negeri tercinta adalah harga mati.

"Meski sudah 25 tahun di Fribourg, Swiss, saya sangat hormat dan bangga dengan Sinuwun Hamengku Buwono dan pemerintah Indonesia sekarang ini. Apalagi jika kita hidup di negara lain yang berbeda kultur dan hukum. Harus memiliki komitmen yang benar, jujur, jangan hanya takut dengan manusia tetapi harus takut Tuhan," tegas Pono.

Selain rasa hormat dan bangga dengan Sultan HB X, pria tengah baya ini juga sangat bangga dan hormat dengan putri Sinuwun yang kelima, Jeng Reni.

"Beliau dulu pernah menempuh kuliah di Universitas Luzern, Swiss, menempuh pendidikan pariwisata di yang terkenal di dunia. Saat pendidikan, sangat humble, mandiri, kemana-mana jalan kaki, tidak manja. Bangga sekali dengan Jeng Reni, putri kelima Sinuwun," tutur Pono di kediamannya di Fribourg sambil menikmati Fondue, makanan khas Swiss.

Menurut Pono, meskipun Jeng Reni putri Raja Yogjakarta, namun tidak sombong. Justru menunjukkan sebagai warga negara yang baik dan bisa mengikuti tata aturan sesuai dimana tempat dia tinggal.

"Saya semakin bangga sebagai warga Yogyakarta, apalagi melihat putrinya yang begitu mandiri dan tidak menunjukkan jika beliau putri raja," tambahnya.

Kecintaan terhadap negeri Indonesia juga Pono Geneng tunjukkan saat ada event internasional. Misalnya dengan mengenalkan batik.

"Tidak hanya batik, bahkan gula jawa. Banyak yang berminat dan membeli lho orang di Swiss. Ada yang digemari yaitu kedelai hitam yang didatangkan khusus dari Yogyakarta," ujarnya.

Bahkan, Pono secara khusus juga pernah memberi kursus batik gratis ke warga Swiss. Mereka sungguh tertarik dengan pembuatan batik dengan canting dan ubo rampenya.

Yang lebih istimewa, lulusan SD Kepuh Yogyakarta yang juga mantan tukang becak ini pernah berbicara di event internasional di Vatican, di hadapan Paus Benedictus XVI, para pastor, para suster dan peserta lainnya, tahun 2012. Pada kesempatan itu Pono menjelaskan tentang kerukunan beragama di Indonesia. Negeri berpenduduk 250 juta orang (waktu itu) yang mengakui eksistensi agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu.

"Rasanya terharu sekali. Meskipun saya muslim, namun bisa masuk ke Katedral di Vatican dan sangat sakral bagi umatnya, bahkan menjelaskan sesuatu tentang Indonesia di hadapan Paus," ujar Pono.

Bapak tiga anak ini berpesan agar warga Indonesia menjunjung tinggi kejujuran, komitmen, dan pembawa damai, di mana pun berada. (eru)