Mengapa Proyek Sumur Bor Pemerintah Banyak yang Gagal?

Kebanyakan wilayah kekeringan identik dengan wilayah miskin.

Mengapa Proyek Sumur Bor Pemerintah Banyak yang Gagal?
Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana saat kunjungan ke Gunungkidul. (istimewa)

KORANBERNAS.ID, GUNUNGKIDUL -- Kondisi kekeringan di Gunungkidul dan beberapa daerah Kulonprogo mulai dirasakan dampaknya saat ini. Banyak warga dusun terpaksa antre air dari tangki. Mereka rela menunggu datangnya dropping air.

“Saya meninjau sendiri di berbagai wilayah seperti Gedangsari, Pathuk dan beberapa tempat di Ngawen serta berbagai dusun lain di Gunungkidul. Saat ini kondisinya memprihatinkan,” ungkap Huda Tri Yudiana, Wakil Ketua DPRD DIY, akhir pekan lalu.

Menurut dia, sumber air sangat terbatas. Tangki air juga antre. Warga membeli air dalam tanki 5.000-an liter dengan harga bervariasi antara Rp 250 ribu sampai Rp 350 ribu untuk beberapa KK (Kepala Keluarga).

“Belum tentu juga pemilik tangki mau mengirimkan air ke lokasi-lokasi yang tinggi sehingga warga kesulitan. Ngedrop tangki bisa sampai pukul 24:00 atau pukul . 01:00,” kata Huda.

ARTIKEL LAINNYA: Suhadi Ketua Paguyuban Semar 2023-2028, Diminta Komitmen Membangun Gunungkidul

Anggota Faksi PKS ini sangat prihatin karena warga memperoleh air bersih antara dua sampai tiga hari sekali, rata-rata berasal dari swadaya warga serta bantuan berbagai lembaga.

Huda juga cukup heran mengapa sumur-sumur bor yang dibuat oleh pemerintah banyak yang tidak operasional, rusak dan kurang optimal bahkan gagal difungsikan. Padahal biaya pengeboran rata-rata Rp 500 juta-an dan sebelumnya juga telah dilaksanakan penelitian serta desain pakar.

Kondisi sebaliknya, proyek sumur-sumur bor bantuan pihak ketiga dan swadaya cukup banyak yang berfungsi padahal biayanya di bawah Rp 100 juta-an.

“Saya minta masalah kekeringan ini menjadi perhatian serius karena kebanyakan wilayah kekeringan identik dengan wilayah miskin,” tandasnya.

ARTIKEL LAINNYA: Penyakit Tidak Menular di DIY Tertinggi di Indonesia, Ini Penyebabnya

Pemerintah mesti memperbaiki metode pemberian bantuan karena terlalu mahal dan banyak yang tidak berfungsi. Partisipasi warga harus diperhatikan, bisa dengan metode BKK ke desa atau metode lain yang lebih fleksibel penerapannya.

“Saya mengajak pemda untuk mengecek langsung berbagai sumur yang rusak maupun tidak operasional agar bisa memperbaiki metode serta menyelesaikan kekeringan dengan baik,” tambahnya.

Semestinya wilayah kekeringan ini dipetakan dengan baik sekaligus roadmap solusinya, jangan dibiarkan bertahun tahun seperti ini tanpa target jelas kapan penyelesaiannya. (*)