Mencegah Rollback Capaian SDGs

Mencegah Rollback Capaian SDGs

PANDEMI Covid-19 telah membuat level kehidupan manusia mengalami penurunan. Beberapa tujuan pembangunan yang telah tercapai pun terancam akan kembali ke level awal (rollback). Indikator pembangunan nasional yang selaras dengan pembangunan berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs) seperti kemiskinan, ketimpangan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, pembangunan kesehatan dan pendidikan dipastikan akan mendapat dampak langsung pelemahan ekonomi akibat Covid-19. Hal yang perlu mendapat perhatian serius adalah bagaimana mengerem laju penurunan beberapa capaian SDGs.

Dari 17 tujuan SDGs, 4 tujuan awal perlu menjadi prioritas intervensi, yaitu pengentasan kemiskinan, penghapusan kelaparan, pembangunan kesehatan dan pembangunan pendidikan. Kemiskinan dan kelaparan merupakan hal rentan yang berkaitan dengan kestabilan politik dan keamanan suatu negara.

Pemerintah yang gagal menjaga penduduknya jatuh ke jurang kemiskinan dan kelaparan, akan mengalami gangguan politik hebat yang mengancam keberlangsungan pemerintahan.

Sementara masalah kesehatan dan pendidikan merupakan modal dasar untuk kembali bangkit dari wabah Covid-19.

Trend positif capaian SDGs sebelum Covid-19

Dalam tiga tahun terakhir, beberapa contoh indikator capaian SDGs seperti angka kemiskinan, tingkat prevalensi kekurangan gizi, ketahanan pangan dan rata-rata lama sekolah menunjukkan perbaikan. Persentase penduduk miskin menurun bertahap dari 10,64% pada tahun 2017 menjadi 9,41% pada tahun 2019. Angka prevalensi kekurangan gizi (underweight) pada balita membaik dari 17,8% pada 2017 menjadi hanya 16,29% pada 2019. Begitu pula angka prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan (undernourishment) mengecil dari 8,26% pada 2017 menjadi 7,66% pada 2019. Di bidang pendidikan, rata-rata lama sekolah juga mengalami perbaikan dari 8,5 tahun pada 2017 menjadi 8,75 tahun pada 2019.

Dampak Covid-19 terhadap Capaian SDGs

Beberapa capaian positif tersebut bisa memburuk yang diawali dari merosotnya status ekonomi dengan bertambahnya penduduk miskin. Persentase penduduk miskin diprediksi meningkat pada tahun 2020 karena terjadinya pandemi Covid-19. Sektor informal yang merupakan lapangan usaha sebagian besar penduduk miskin mengalami penurunan omzet seiring dengan adanya PSBB maupun pengurangan interaksi sosial (sosial distancing). Selain itu, mulai bulan Mei 2020 telah banyak penduduk yang kehilangan pekerjaan karena PHK maupun usaha yang gulung tikar. Di daerah pedesaan, petani mulai kesulitan memasarkan produk pertaniannya karena penerapan PSBB dan penurunan daya beli masyarakat.

Peningkatan angka kemiskinan akibat pandemi diperkirakan juga akan berdampak pada kualitas gizi dan ketahanan pangan penduduk. Kedua hal tersebut merupakan elemen penting dari tujuan SDGs kedua dan ketiga yaitu no hunger dan good health and well being. Bahkan tujuan keempat SDGs yaitu inklusivitas dan pemerataan pendidikan juga bisa terkena imbas jika pembelajaran di rumah (study from home) berlangsung lama.

Optimalisasi Program Jaring Pengaman Sosial (JPS)

Upaya intervensi perlu dilakukan pemerintah untuk mengerem pemburukan di beberapa bidang salah satunya dengan realokasi anggaran. Pada tahun 2019, realisasi anggaran yang digunakan untuk program jaring pengaman sosial (JPS) mencapai 15,5% dari APBN. Pada tahun 2020 alokasinya harus lebih tinggi lagi untuk mengerem meningkatnya angka kemiskinan. Selain itu anggaran kesehatan yang pada tahun 2019 hanya sebesar 5%, harus direvisi untuk mempercepat penanganan wabah covid-19.

Selain itu pemerintah perlu menginventarisir program-program kebijakan pada masa sebelum pandemi, kemudian melakukan expand program yang sudah berjalan baik dengan kucuran anggaran yang berlipat. Masa pandemi bukanlah saat yang tepat bagi pemerintah untuk meluncurkan program baru, terutama yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan, peningkatan kualitas kesehatan dan pendidikan. Aneka program baru akan relevan diterapkan setelah kehidupan kembali normal di mana koordinasi lebih mudah dilakukan.

Saat ini pemerintah telah mempunyai berbagai program reguler penanggulangan kemiskinan seperti program beras keluarga sejahtera (Rastra)/BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai), Program Indonesia Pintar (PIP),  Kartu Pra Kerja maupun Program Keluarga Harapan (PKH). Pada masa pandemi ini juga ada program BLT Dana Desa bagi keluarga yang belum tercover program reguler seperti tersebut di atas.

Potret Penyaluran JPS

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Maret 2019 yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, bahwa seperlima rumah tangga dengan status ekonomi terbawah yang menerima program BPNT hanya sebesar 32,67%, penerima PIP 19,5% dan penerima PKH 25,57%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa tidak semua rumah tangga miskin Indonesia menerima BPNT. Padahal program BPNT sebenarnya menyasar keluarga dengan kondisi sosial ekonomi 25% terendah tidak hanya keluarga miskin saja. Kondisi ini bisa disebabkan oleh dinamisnya data keluarga miskin, sehingga pemutakhiran Basis Data Terpadu (BDT) mutlak dilakukan untuk memperluas coverage penerima bantuan dan meningkatkan akurasi.

Apabila beberapa program JPS tersebut mampu ditingkatkan dalam hal penganggaran, efektivitas dan akurasinya sebenarnya sudah cukup untuk mengantisipasi dampak buruk Covid-19 terhadap penurunan beberapa capaian SDGs. Secara normatif BPNT akan mampu meningkatkan kekebalan dan gizi penduduk lewat sembakonya, PKH dan PIP akan mampu meningkatkan angka partisipasi sekolah dan Kartu Pra Kerja akan mempermudah penduduk menemukan pekerjaan baru. Keberhasilan beberapa program tersebut akan sangat tergantung pada peran aktif masyarakat dan pemerintah untuk melakukan pengawasan.

Meskipun Covid-19 telah mengakibatkan terpuruknya hampir semua sektor ekonomi, namun pemerintah harus berpegang pada salah satu konsep SDGs dalam melakukan recovery. Konsep tersebut adalah no one left behind atau tidak boleh ada satupun orang yang tertinggal dari proses pembangunan berkelanjutan. Ada tanggung jawab moral untuk memperjuangkan masyarakat ekonomi lemah, agar segera bangkit memperbaiki kehidupannya. ***

Eri Kuntoro, SST, M.Si

Fungsional Statistisi Muda Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul