Melestarikan Seni Budaya Lokal di Kotagede Yogyakarta

Melestarikan Seni Budaya Lokal di Kotagede Yogyakarta

NURSIH Basuki Art Studio sebuah studio kriya logam yang berlokasi di Kampung Mutihan atau tepatnya di tenggara Kotagede, saat ini terus berupaya menghidupkan kembali praktik seni membuat kerajinan logam yang sudah tumbuh dan berkembang sejak abad ke-16, atau bertepatan dengan berdirinya Ibu Kota Kerajaaan Mataram Islam di Kotagede. Melalui Sanggar ‘Uri-Uri’ Kriya Logam Kotagede, sebuah sanggar seni yang berisikan para pengrajin logam tembaga dan kuningan, sejak awal dibentuk tahun 2018 terus merawat praktik kesenian yang terancam punah tersebut

“Di sini khusus membuat kerajinan logam ukir dari kuningan dan tembaga. Dibentuknya sanggar untuk saling membantu (kolaborasi) antar-perajin logam untuk terus hidup. Lha di kampung sini saja, yang aktif di sini cuma dua,” ungkap Nursih Basuki salah satu penggagas dibentuknya Sanggar Seni yang mewadahi pengrajin logam tersebut. (1/9/2020)

Nursih Basuki Art Studio yang dulunya studio pribadi, kini merangkap menjadi ruang kolaborasi sanggar. Setidaknya terdapat 12 pengrajin senior dan junior yang hingga saat ini masih terus aktif membuat berbagai kerajinan logam bernilai seni tinggi. Karya-karya yang berhasil dibuat di studio tersebut seperti lambang Garuda Pancasila yang terbuat dari tembaga murni, dipesan khusus untuk dipasang di Jepang, lambang Garuda Pancasila besar terbuat dari kuningan murni yang dipesan khusus untuk dipasang di Istana Negara Jakarta, patung keris siginjai terbuat dari tembaga murni yang menjadi ikon kota Jambi hingga karya-karya besar lainnya yang saat ini terpasang di berbagai pelosok nusantara.

Nursih Basuki (Foto: Luki Antoro/Koran Bernas).

Perkembangan digital menjadi tantangan bagi pengelola Nursih Basuki Art Studio. Beruntungnya kegiatan digitalisasi memang sudah lama digiatkan sebelum pandemi Covid-19 datang, tepatnya pada September tahun 2019, sehingga selama masa pandemi ini, kegiatan studio kriya logam tersebut tidak begitu terganggu, karena beberapa konsumen bersedia dilayani dengan sistem online. Walaupun begitu, beberapa kendala dampak pandemi juga dirasakan oleh tim pengrajin, misalnya saja ada pemesan yang membatalkan untuk kunjungan ke Yogyakarta, hingga keterlambatan pengiriman bahan baku karena berasal dari luar Yogyakarta.

Menurut pengolala studio, tantangan yang di depan mata ini adalah mengejar perkembangan zaman sebagai agenda pemajuan seni tersebut. Salah satunya menyajikan informasi studio kriya logam dalam bentuk digital yang diharapkan bisa diakses semua orang. Sebab seni kriya logam Kotagede walaupun sudah lama ada, namun tidak menjamin eksistensinya terus melekat hadir pada setiap perkembangan zaman. Beberapa fenomena menunjukan adanya beberapa pengrajin logam mulai berhenti karena sepinya pesanan, ada yang beralih profesi mulai dari membuka warung hingga menjadi buruh bangunan.

Bila praktik kerajinan logam kesenian budaya lokal masyarakat Kotagede tersebut tidak dirawat dan diteruskan ke generasi selanjutnya, maka dikhawatirkan hilang begitu saja. Karena, keterampilan membuat kerajinan logam yang khas selama ini didapat dari proses turun temurun dari generasi ke generasi, bukan melalui meja pendidikan apalagi sekelas perguruan tinggi. Karenanya, pengeloala studio kriya logam tersebut memilih digitalisi menjadi salah satu upaya inisiatif untuk terus menghidupkan sekaligus merawat kesenian lokal masyarat di Kotagede. Memanfaatkan kanal sosial media seperti instagram, menjadi pilihan alternatif. Nursih Basuki Art Studio aktif membagikan ragam informasi menarik seputar kerajinan logam yang dibuatnya.

Perkembangan zaman hakikatnya memudahkan pengrajin logam; contoh kecilnya saja membuat desain. Dulu sebelum perkembangan teknologi belum secanggih sekarang, membuat desain itu manual dengan pensil dan kertas, dan membutuh waktu berhari-hari lamanya. Namun kini bisa memanfaatkan software yang bisa membuat desain sehari jadi. *

Luki Antoro

Mutihan, Wirokerten, Banguntapan, Bantul Yogyakarta.