Masih Banyak UMKM di DIY Hanya Titip Jual Produk

Masih Banyak UMKM di DIY Hanya Titip Jual Produk

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Anggota Komisi B DPRD DIY, Dwi Wahyu Budiantoro, meminta Dinas Koperasi dan UMKM DIY melakukan evaluasi terkait fasilitasi pemasaran produk UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) di provinsi ini.

Diketahui, masih banyak pelaku UMKM hanya bisa titip jual produk. Ini terjadi karena mereka tidak memiliki tempat yang tetap untuk aktivitas berjualan. Apabila sewa tempat, mereka rata-rata tidak punya modal besar.

“Dinas Koperasi dan UMKM harus berkoordinasi dengan bagian aset Pemda DIY, menginventarisasi aset yang bisa digunakan oleh UMKM untuk berjualan,” ujarnya, Rabu (26/10/2022), pada konferensi pers di DPRD DIY.

Dwi khawatir, jika tidak segera diberikan fasilitasi tempat berjualan, usaha mereka pelan-pelan bisa mati disebabkan pergerakan ekonomi hanya dikuasai orang-orang bermodal besar yang mampu sewa tempat atau toko.

“Jumlah UMKM banyak, tetapi hanya sebagai tukang titip produk karena kita tidak punya tempat berjualan. Dari sisi profit (keuntungan), pasti lebih besar penjual daripada pembuat produk. Itu persoalannya,” tandasnya.

Menurut dia, banyak aset Pemda DIY berupa bangunan di tempat-tempat strategis kawasan Kota Yogyakarta tidak tersentuh. Contoh, sebut dia, aset di depan stasiun yang dikelola oleh PT AMI.

“Itu tempat strategis hampil satu hektar, bekas Hotel Trio. Nganggur. Bagian aset harus melakukan inventarisasi agar bisa digunakan UMKM untuk tempat berjualan. Kalau tidak UMKM pangkatnya hanya setor produk,” tegasnya.

Ada lagi, lanjut dia, bekas Hotel Mutiara. Rencana awal, hotel itu dibeli Pemda DIY akan digunakan untuk UMKM. Sampai sekarang legislatif belum mengetahui secara detail skema pemanfaatannya seperti apa.

“Saya belum tahu skema eks Hotel Mutiara untuk UMKM seperti apa. Di Kota Yogyakarta saja ada 45 ribu UMKM. Kita dapat DAK (Dana Alokasi Khusus) Rp 9 miliar, sejumlah Rp 8 miliar untuk perbaikan data UMKM,” tambahnya.

Fasilitasi website

Diakui, pemasaran tidak hanya secara offline tetapi online. Dua-duanya harus sama kuat. Apabila Pemda DIY kesulitan mencarikan UMKM tempat berjualan, bisa diberikan fasilitasi berupa pembuatan website.

“Kita juga belum ada kebijakan bagaimana memperkenalkan UMKM ke website secara masif. Nonsens ketika ngomong tentang pemasaran dan branding UMKM tanpa berbasis website,” ucapnya.

Artinya, Dinas Koperasi dan UMKM DIY harus punya laboratorium, dengan kata lain tidak hanya selesai dengan aplikasi sibakul saja.

Merujuk data, menurut Dwi, fasilitasi website ini dinilai mendesak mengingat ekonomi DIY 98 persennya digerakkan oleh para pelaku UMKM dengan lokomotif sektor pariwisata.

“Inilah pentingya fasilitasi website terhadap pergerakan ekonomi berbasis UMKM,” kata Dwi seraya menambahkan sudah seharusnya Dinas Pariwisata serta Dinas Koperasi dan UMKM melaksanakan konsolidasi. (*)