Lebih dari Setengah Abad Lomba Ini Tetap Diminati

Lebih dari Setengah Abad Lomba Ini Tetap Diminati

KORANBERNAS.ID – Daya tarik Lomba Tembang Gembira Loka Zoo (GL Zoo) Yogyakarta rupanya tidak pernah surut. Meski sudah berlangsung lebih dari setengah abad atau 50 tahun, event ini tetap eksis hingga sekarang.

Berdasarkan catatan, Lomba Tembang Gembira Loka Zoo pernah vakum lima kali penyelanggaraan ketika terjadi gempa bumi besar pada era 1960-an.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, lomba kali ini berlangsung semarak. Pada babak final, Minggu (3/11/2019), di Bale Kambang Mayang Tirta kebun binatang setempat, sepuluh peserta tampil di hadapan penonton.

“Final Lomba Tembang Gembira Loka Zoo 2019 dalam rangka HUT ke-66 GL Zoo ini merupakan bagian dari upaya kami untuk turut serta mengembangkan dan melestarikan tembang,” ungkap KPH Indrokusumo saat membuka acara itu yang ditandai pemukulan gamelan.

Menurut dia, pada babak penyisihan 27 Oktober 2019 di Pendapa Yudhaningratan tampil 17 peserta putra dan putri. Mereka bukan hanya berasal dari DIY tetapi juga Jawa Tengah, Jawa Timur bahkan  luar Jawa.

Sepuluh orang berhasil lolos ke final terdiri dari lima finalis putra dan putri. Khusus tahun ini terdapat kategori potensial namun tidak berhak tampil di babak final.  “Jika lebih cermat berlatih akan menyusul jadi juara,” tuturnya.

Finalis kategori putra yaitu Mujito dari Gunungkidul, Nugro Widiyanto (Wonosobo), Eko Didik Ludiyanto (Sleman), Endri Wiyatno (Kulonprogo) dan Eka Julio Ferdian Adi Kusuma dari Malang.

Finalis kategori putri Agnesia Nandasari dari Sleman, Mambaul Khasanah (Trenggalek), Mutiara Dewi Fatimah (Wonogiri), Yolanda Stifuny (Ponorogo) dan Kasini dari Gunungkidul.

Sebelum babak final dimulai terlebih dahulu dibacakan paugeran atau aturan. Penonton hanya boleh bertepuk tangan serta memberikan aplaus apabila peserta selesai tampil. Artinya, tepuk tangan di tengah-tengah lomba tidak diperkenankan.

Adapun tembang yang dilombakan di antaranya Lelagon Malioboro Indah dan Lelagon Jaran Taji dan tembang Aja Ngono. Sedangkan perawit berasal dari Keraton Yogyakarta dan Pura Pakualaman.

Dewan juri terdiri dari Ki Murjono dari RRI Yogyakarta, Ki Agus Suharno dari SMKI atau SMKN 1 Kasihan Bantul  serta Ny Siswati MSn dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.

Menariknya selama lomba berlangsung sebagian penonton terutama yang berusia sepuh, diberikan naskah tembang. Sebagian dari mereka terlihat menikmati alunan tembang-tembang dari peserta bahkan ada yang ikut nembang. (sol)