Lakukan Sidak, Anggota Dewan Justru Diajak Foto
KORANBERNAS.ID, SLEMAN – Ada kejadian lucu saat anggota Komisi B DPRD DIY melakukan inspeksi mendadak (sidak), Selasa (28/1/2020), dengan sasaran Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP) Kecamatan Ngaglik Sleman.
Kunjungan kerja para anggota dewan itu memang tidak diinformasikan terlebih dahulu. Pegawai kantor itu pun tidak melakukan persiapan layaknya menyambut tamu.
Mereka mengira tamunya siang itu adalah nasabah seperti yang biasa mereka layani terkait urusan kredit, angsuran maupun tabungan.
“Ooo.. Kok nggak ada pemberitahuan,” ujar seorang pegawai begitu mengetahui para wakil rakyat ini sudah berada di ruang pelayanan.
Sidak kali ini dipimpin Ketua Komisi B DPRD DIY, Danang Wahyu Broto. Turut mendampingi Wakil Ketua RB Dwi Wahyu B maupun Sekretaris, Atmaji.
Sedangkan anggota komisi yang membidangi perekonomian dan keuangan itu terdiri dari Tustiyani, Sudarto, Yuni Satia Rahayu, Agus Sumartono, Muh Ajudin Akbar, Hanum Salsabiela, RM Sinarbiyatnujanat, Aslam Ridlo, Nurcholis Suharman dan Widi Sutikno.
Seorang pegawai sempat mengajak Hanum Salsabiela untuk foto bersama dengan latar belakang papan nama BUKP tersebut, di bawah foto Gubernur dan Wakil Gubernur DIY terpasang di tembok.
Tidak hanya Hanum, mereka juga terkejut mengetahui Yuni Satia Rahayu yang pernah menjadi Wakil Bupati Sleman ternyata berada di ruangan tersebut.
Beragam pertanyaan dilontarkan anggota dewan mulai dari besaran bunga pinjaman, total pinjaman maupun berapa persen kredit yang macet, selanjutnya bagaimana kontrol pengajuan kredit dan persetujuannya.
Jawabannya ternyata cukup mencengangkan. Jawaban asli tanpa polesan. Seperti inilah yang sejak awal diinginkan oleh anggota dewan. “Ada yang pinjam kemudian orangnya pergi. Pinjaman dari tahun 1990 belum lunas sampai sekarang,” ujar pegawai itu.
Ternyata tidak sedikit BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor) dijadikan agunan namun kendaraannya sudah tidak ada lagi entah di mana.
“Pakai agunan?”
“Pakai. BPKB.”
BUKP merupakan lembaga keuangan milik Pemda DIY yang didirikan untuk memerangi rentenir. Pada perkembangannya, tidak semua BUKP kondisinya baik.
Diperoleh informasi, BUKP Kecamatan Ngaglik mengelola dana tabungan dari nasabah kurang lebih Rp 1,9 miliar. Meski kreditnya bagus mencapai 90 persen namun dewan mengingatkan jangan terlalu berani melepas kredit sehingga hanya tinggal menyisakan kas sebesar Rp 300 juta.
Sekretaris Komisi B DPRD DIY, Atmaji, kepada wartawan menyatakan pengelolaan BUKP memang belum optimal, khususnya terkait penanganan nasabah. Tidak sedikit nasabah yang ngemplang.
“Bagaimana penanganannya, tadi disampaikan ada kasus seperti pakai agunan BPKB kemudian ngemplang setelah dicek mobil atau barangnya tidak ada,” ungkapnya.
Menurut dia, penanganan kredit macet perlu ditertibkan supaya BUKP kesannya tidak menjadi lembaga murahan. “Harus betul-betul bekerja secara profesional sesuai aturan perundang-undangan,” tandasnya.
Lembaga keuangan ketika memberikan kredit memang harus berdasarkan aturan disertai hitung-hitungan maupun analisa. Calon penerima kredit perlu dicek layak ataukah tidak.
“Feasibilitasnya seperti apa. Jangan sampai setelah terima kredit melarikan diri susah dicari. Kalau tidak layak ya mestinya tidak disetujui. Pengajuan kredit itu kan mestinya disurvei, mencari informasi dari tetangga atau Pak RT,” ungkapnya.
Prinsipnya, Komisi B menginginkan penyertaan modal yang diterima lembaga itu dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Selain itu, juga perlu dilaksanakan evaluasi secara terus menerus. (sol)