Komunitas Al Hijrah Maju Jajagi Peluang Ikut BPJS Ketenagakerjaan

Komunitas Al Hijrah Maju Jajagi Peluang Ikut BPJS Ketenagakerjaan
Sosialisasi program BPJS Ketenagakerjaan saat pertemuan Komunitas Al Hijrah Maju. (istimewa)

KORANBERNAS.ID, SLEMAN—Komunitas Al Hijrah Maju, menjajagi kemungkinan untuk mengikutsertakan anggotanya dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan. Langkah ini diawali dengan menggelar sosialisasi program BPJS Ketenagakerjaan, saat acara rutin Pertemuan dan Arisan Komunitas Al Hijrah Maju, di Nologaten, Depok, Sleman, Minggu (25/6/2023).

Ketua Komunitas Al Hijrah Maju, Maryadi mengatakan, komunitasnya saat ini memiliki anggota lebih dari 50 orang. Mereka terdiri dari pedagang, seperti pemilik warung penyetan, warung makan, penjual soto, pemilik usaha bengkel dan lain sebagainya.

“Tentu, dalam menjalankan aktivitas usahanya ada risiko yang setiap saat bisa terjadi. Utamanya kecelakaan kerja dan lain sebagainya,” kata Maryadi yang juga pemilik Warung Susu Segar di daerah Pogung Sleman.

Maryadi atau biasa dipanggil dengan sebutan Pak Jangkung menjelaskan, komunitas ini sudah terbentuk cukup lama. Selain pertemuan dan arisan rutin, komunitasnya juga secara berkala mengadakan kegiatan kerohanian seperti kegiatan yasinan keliling, wisata bersama, serta kegiatan sosial, terutama menyalurkan bantuan untuk masyarakat di daerah-daerah yang sedang tertimpa bencana.

“Awalnya kami membentuk komunitas ini, yang utama memang menjalin silaturahmi. Kemudian kami juga merasa perlu untuk membentuk paguyuban, untuk memperkuat posisi tawar. Sebab bukan rahasia lagi, pemerintah seringkali melakukan upaya-upaya penggusuran dengan dalih penertiban, yang seringkali kurang memanusiakan pedagang kecil seperti saya dan kawan-kawan,” lanjutnya.

Ary Yusdianto Account Representative Khusus BPJS Ketenagakerjaan Yogyakarta mengatakan, saat ini BPJS Ketenagakerjaan yang dulunya bernama Jamsostek, memiliki program perlindungan sosial untuk para pekerja mandiri atau Bukan Penerima Upah (BPU).

Melalui BPJS Ketenagakerjaan, negara hadir memberikan program perlindungan jaminan sosial ini, dengan tujuan untuk menghindarikan masyarakat para pekerja mandiri, dari risiko tak terduga dalam menjalankan aktivitasnya.

“Risiko bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Jangan sampai ketika musibah itu datang, kemudian mengganggu perekonomian keluarga bapak ibu semua. Sebab bisa jadi risiko kerja ini berdampak pada tulang punggung ekonomi keluarga harus menjalani perawatan di rumah sakit, atau bahkan meninggal,” kata Ary.

Untuk BPU, BPJS Ketenagakerjaan menyediakan minimal dua program yakni Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). Namun pekerja mandiri juga bisa ikut program ketiga yakni Jaminan Hari Tua (JHT) yang sifatnya adalah tabungan.

“Untuk dua program pertama preminya sangat murah hanya 16.800 rupiah. Tapi manfaatnya besar. Apabila terjadi kecelakaan kerja, kami akan mengganti seluruh biaya perawatan rumah sakit. Juga ada benefit lain berupa santunan selama peserta dalam perawatan, santunan khusus apabila peserta cacat dan sebagainya. Sedangkan untuk JKM, apabila peserta kami meninggal dunia karena sebab apapun, maka berhak atas santunan kematian sebesar 42 juta rupiah. Tapi kalau meninggalnya karena kecelakaan kerja, maka yang bersangkutan berhak atas santunan senilai 48 kali pendapatan yang dilaporkan,” kata Ari lanjut.

Kepala Cabang BPJS Ketenagakerjaan Yogyakarta, Teguh Wiyono. (dokumentasi)

Terpisah, Kepala Kantor BPJS Yogyakarta, Teguh Wiyono mengatakan, data kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan di DIY, dari segmen penerima upah (PU), total angkatan kerja di DIY sebanyak 816.000 tenaga kerja yang terdaftar sebanyak 377.000 tenaga kerja atau 46 persen.

Adapun segmen bukan penerima upah (BPU) sebanyak 684.000 tenaga kerja yang terlindungi baru 66.000 tenaga kerja atau belum mencapai 10 persen.

Untuk jasa konstruksi dari 132.000 tenaga kerja yang menjadi peserta baru 69.000 peserta atau 52 persen.

“Artinya banyak tenaga kerja yang belum menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Untuk penerima upah dan bukan penerima upah, tren kepesertaannya naik tapi belum maksimal meskipun Pemda DIY sudah care dengan BPJS Ketenagakerjaan,” katanya. (*)