Kepala BPN Bantul Angkat Bicara Kasus Mbah Tupon

Kantor ATR/ BPN Kabupaten Bantul melakukan permohonan pemblokiran atas sertifikat milik  Mbah Tupon dengan nomor SHM 24451.

Kepala BPN Bantul Angkat Bicara Kasus Mbah Tupon
Konferensi pers di Kantor ATR/BPN Bantul membahas sertifikat Mbah Tupon. (sariyati wijaya/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Kepala ATR/BPN Kabupaten Bantul, Tri  Harnanto, angkat bicara terkait kasus mafia tanah yang menimpa Mbah Tupon.

Saat konferensi pers di Kantor ATR/BPN Bantul,Selasa (29/4/2025) diperoleh penjelasan secara berkas administrasi pengurusan  balik nama sertifikat milik Mbah Tupon ke nama orang lain  telah memenuhi syarat formil.

Ini karena ada akta jual beli dan semua juga ditandatangani serta paraf baik oleh pemilik atas nama Mbah Tupon dan istrinya.

Terdapat tanda tangan saksi serta disahkan di kantor notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)  yang bernama Anhar Rusli SH beralamat di Jalan Bantul, Niten Sewon.

Pemblokiran

Setelah kasus itu viral karena diduga ternyata Mbah Tupon adalah korban mafia tanah dan tidak paham berkas yang telah ditandatangani, Kantor ATR/ BPN Kabupaten Bantul melakukan permohonan pemblokiran atas sertifikat milik Mbah Tupon dengan nomor SHM 24451.

"Permohonan pemblokiran internal ini kami kirim ke Kanwil  BPN DIY. Untuk sementara membantu melindungi hak Mbah Tupon sambil menunggu proses hukum oleh Polda DIY," kata Tri Harnanto, Kepala Kantor ATR/BPN Kabupaten Bantul.

Langkah lainnya adalah bersurat ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) bahwa obyek itu dalam sengketa. BPN Bantul juga akan memanggil PPAT dalam konteks majelis pembinaan dan pengawasan PPAT. Anhar Rusli akan dimintai keterangan terkait masalah ini.

"Jika pelanggaran berat dan tidak bisa ditoleransi maka sanksinya bisa penghentian tidak hormat," tegasnya.
PPAT dalam proses peralihan nama sertifikat, lanjut dia, ada beberapa syarat yakni tanda tangan para pihak yang  wajib hadir dan disaksikan minimal dua saksi.

Berkas lengkap

Lalu, PPAT wajib membacakan isi dari akta jual beli yang akan ditandatangani dan diparaf. "Dalam berkas Mbah Tupon semua lengkap dan dan dikuatkan dengan tanda tangan istri juga," katanya.

Terkait kasus itu, Kantor ATR/BPN  Bantul saat ini mengamankan warkah-warkah terkait pemecahan sertifikat tanah milik Mbah Tupom dan warkah pelekatan hak tanggungan.

Warkah tanah adalah dokumen yang berfungsi sebagai alat bukti data fisik dan data yuridis mengenai suatu bidang tanah. Dokumen ini digunakan sebagai dasar pendaftaran tanah, baik pendaftaran pertama kali maupun pemeliharaan data.

"Kami  juga sudah datang ke Kalurahan  Bangunjiwo untuk mendapat tambahan informasi dan menguatkan langkah kami selanjutnya," katanya. Selain itu, juga telah mendatangi kantor PPAT namun tutup.

Dibeli seseorang

Tri Arnanto menjelaskan pada tahun 2021 Mbah Tupon memiliki luas tanah total 2.103 M2. Tanah dipecah karena dibeli seseorang seluas 292 M2. Sebagian untuk wakaf gudang warga seluas 55 M2 dan untuk jalan.
Sisanya 1.655 M2 inilah yang kemudian kasusnya mencuat karena Mbah Tupon merasa tidak menjual namun sertifikatnya telah beralih nama menjadi milik Indah Fatmawati.

Seperti diberitakan, Mbah Tupon  yang kesehariannya bekerja sebagai buruh tani dan buta huruf ini tidak menduga tanah warisan dari orang tuanya seluas 1.655 M2 menjadi milik orang tanpa dia menerima uang sepeser pun.

Bahkan Mbah Tupon beberapa kali pingsan saat  pertemuan warga membahas kasus dugaan mafia tanah yang menimpanya itu.

"Kulo mboten paham ken tanda tangan napa, kok sertifikat retos-retos dados gadhahe tiyang," kata Mbah Tupon sembari menyeka wajahnya yang keriput itu.

Tidak ingat

Bahkan dirinya juga tidak bisa mengingat secara pasti tanggal dirinya menandatangani surat. Hanya saja dia mengaku pernah bertemu tokoh publik  yang merupakan mantan anggota DPRD Bantul dan diminta menandatangani berkas-berkas dengan dipandu orang kepercayaannya yakni Triyono dan Fitri.

Alangkah kagetnya pada September 2024 ada informasi dari Bank PNM tanah miliknya sudah diagunkan Rp 1,5 miliar oleh Indah Fatmawati dan tidak mampu mengangsur sehingga akan dilelang.

"Saya ingin tanah saya kembali. Saya tidak pernah menjual tanah itu. Saya tanda tangan karena diminta, yang katanya itu buat pemecahan sertifikat tanah buat tiga anak saya dan saya sendiri," katanya. (*)