Kebersamaan Membangun Bangsa jadi Upaya Melawan Islamophobia

Kebersamaan Membangun Bangsa jadi Upaya Melawan Islamophobia

KORANBERNAS.ID,YOGYAKARTA - Narasi negatif kepada umat muslim dan islam sebagai agama yang mengarah kepada hal membahayakan menjadi konsentrasi serius Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Fenomena Islamophobia ini pula terang-terangan telah dilawan oleh PBB melalui 15 Maret sebagai hari internasional melawan Islamophobia (the International Day to Combat Islamophobia).

Dipilihnya tanggal 15 Maret terkait dengan peristiwa serangan teroris Islamophobic kepada jamaah salat Jumat masjid Al-Noor di Cristchurch, New Zealand tahun 2019 yang menewaskan 51 orang.

Istilah ini pertama kali muncul pada Februari 1991 dalam sebuah laporan periodik di Amerika Serikat (AS). Istilah ini kemudian dimasukkan ke dalam kamus Oxford English Dictionary pada 1997 dan juga sudah masuk ke Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Melalui seminar kebangsaan yang diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Sabtu (16/7/2022) dengan tema “Meneguhkan Komitmen Kebangsaan, Memberantas Islamophobia" kemudian dilanjutkan dengan kegiatan Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) Pengurus ICMI DIY masa bakti 2022-2027.

Prof. Mahfud Solihin, Ketua Organisasi ICMI DIY menyampaikan bahwa acara seminar tersebut tujuan utamanya untuk memberikan pencerahan tentang pentingnya semangat membangun bangsa bersama-sama.

"Jika dilihat fenomena di Indonesia saat ini, mulai ada gejala banyak kelompok yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri dan mengabaikan kepentingan bangsa dan negara," lanjutnya.

Menurut dia, dalam konteks sebagai negara demokrasi, politik sektoral seperti Islamophobia tidak layak dikembangkan dan dilestarikan. Sebagai negara kesatuan, ICMI Orwil DIY memandang yang paling elegan di negara ini adalah politik kebangsaan, untuk meneguhkan komitmen persatuan dan kesatuan yang berbasis pada sikap empati dan simpati dalam keragaman.  

Politik kebangsaan bukan politik kepartaian apalagi politik praktis, namun dimaknai sebagai hal-hal yang berhubungan dengan tata kelola kumatan, kemasyarakatan, dan pemerintahan dan kenegaraan.

"Politik kebangsaan melahirkan komunikasi dan kerja-kerja yang melintas antarpihak terkait (pemangku kepentingan) dan berisi gagasan dan roadmap untuk mewujudkan Indonesia Emas yang berkemajuan sesuai cita-cita proklamasi kemerdekaan,” kata dia.

Oleh karena itu, lanjut Mahfud, ICMI DIY merasa perlu memberikan kesadaran kepada masyarakat bahwa mestinya yang perlu kita pikirkan itu lebih pada kepentingan bangsa dan negara.

Mahfud juga menambahkan bahwa misi pesan yang akan disampaikan dalam topik seminar ini adalah bagaimana cara untuk merajut keberagaman dan kebersamaan, serta meneguhkan komitmen untuk berbangsa dan bernegara dan bukan untuk kepentingan golongan tertentu.

"Perlu diketahui bahwa seminar kebangsaan ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kami juga ingin ICMI DIY sebagai rumah perubahan, yaitu untuk melakukan perubahan tersebut perlu adanya program kerja yang terstruktur dan akan dirumuskan saat Rakerwil mendatang,” jelas Guru Besar Bidang Akuntansi Universitas Gadjah Mada ini.

Tidak hanya seminar, ICMI DIY juga akan melaksanakan Rakerwil yang bertujuan untuk menyusun program kerja pengurus ICMI Wilayah DIY yang terstruktur sehingga nanti dapat dilaksanakan secara bersama-sama untuk kepentingan masyarakat.

"Tentu saja setelah seminar kebangsaan dan Rakerwil ini akan kita tindak lanjuti untuk mencanangkan bahwa ICMI DIY ini akan menjadi rumah inspirasi," imbuhnya.

"Agenda besar ICMI DIY tidak sekadar ranah narasi atau perbincangan tapi ada upaya aksi yang dilakukan. Oleh karena itu, setelah agenda tersebut akan banyak program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh masing-masing bidang maupun secara bersama-sama dengan tujuan untuk memberikan dampak positif pada masyarakat,” tandasnya.(*)