Ironi Remaja di Kota Pendidikan, Banyak yang Gagal Kuliah Karena Biaya

Banyak lulusan SMA di DIY yang gagal kuliah karena kendala biaya

Ironi Remaja di Kota Pendidikan, Banyak yang Gagal Kuliah Karena Biaya
Dialog Hafidh Asrom dengan tim dari Disdikpora DIY. (istimewa)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA—Menyandang predikat sebagai Kota Pendidikan, tapi nyatanya warga DIY selama ini lebih banyak menjadi penonton.

Anggota Komite III DPD/MPR RI Drs HA Hafidh Asrom MM mengungkap data mengejutkan, bahwa sebagian besar remaja lulusan SMA dan sederajat, banyak yang gagal meneruskan studi ke bangku kuliah. Kendala utamanya, adalah biaya.

Diskusi buka-bukaan ini muncul saat Hafidh Asrom melakukan kunjungan kerja (Kunker) ke kantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) DIY, Rabu (31/1/2024).

Kedatangan Hafidh Asrom diterima oleh Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Disdikpora DIY Drs Suci Rochmadi MSI, Kepala Bidang Pendidikan Menengah Tri Widyatmoko ST MT, dan wakil-wakil dari Balai Pendidikan Menengah Kabupaten/Kota di DIY.

Dalam pertemuan tersebut, sejumlah masalah mendapat perhatian serius seperti persoalan program beasiswa, sosialisasi pemilu bagi kalangan pelajar terutama pemilih pemula, dan bantuan peralatan gamelan bagi sekolah.

Hafidh Asrom menyampaikan, bahwa Yogyakarta yang memiliki predikat Kota Pendidikan masih menghadapi persoalan banyaknya pemuda Yogyakarta yang tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.

Kepada para pemangku kepentingan di bidang pendidikan ini, Hafidh kemudian membeberkan sejumlah data. Di Kabupaten Sleman misalnya, pada tahun 2022 dari sekitar 20 ribuan anak-anak yang lulus SMA/SMK, tidak lebih dari 10.000 yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Penyebab terbesarnya, karena persoalan ekonomi. Pernyataan tersebut, selaras dengan persentase warga DIY yang mengenyam pendidikan tinggi kurang dari 12%. 

Hal ini merupakan ironi bagi daerah yang dikenal sebagai Kota Pendidikan. Itulah yang saya sebut sebagai penonton di rumahnya, yang bertabur dengan perguruan tinggi,” ujar Hafid Asrom.

Hafidh mengatakan, meskipun belum mendapatkan data yang pasti terkait jumlah mahasiswa baru tahun 2023, namun dipastikan angka tersebut mendekati 100 ribuan. Dari 4 perguruan tinggi negeri di DIY, sebagai contoh, menerima 30.000 lebih mahasiswa baru. UGM menerima 10.106 mahasiswa baru, UNY sebanyak 10.501, UPN sebanyak 5.310 dan UIN sunan Kalijaga sebanyak 4.678.

Andai mereka memberi kuota satu persen saja Beasiswa Istimewa khusus untuk warga DIY, maka ada 300 warga DIY memperoleh kesempatan untuk kuliah di perguruan tinggi negeri dengan biaya ringan maupun gratis. Jumlah tersebut akan lebih banyak lagi bila kita naikkan persentasenya dan kita tambahkan ratusan perguruan tinggi lainnya yang ada di DIY,” kata Hafidh.

Menanggapi gagasan dan program yang dicanangkan oleh Hafidh Asrom, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY menyatakan dukungannya. Sebab, program Beasiswa Istimewa merupakan investasi pendidikan untuk kepentingan masa depan DIY, terutama memasuki era Generasi Emas pada tahun 2045.

Menurut Suci Rochmadi, selama ini memang ada program yang terkait dengan beasiswa di Dinas Dikpora untuk pemuda DIY melanjutkan pendidikan. Namun anggarannya masih terbatas.

Padahal bantuan beasiswa pendidikan merupakan hal penting dalam membangun sumber daya manusia yang berkulitas untuk kepentingan DIY.

Banyak yang kita harapkan dari dana keistimewaan untuk pembangunan sumber daya manusia,” ujar Suci Rochmadi.

Gamelan

Dalam pertemuan tersebut juga disinggung tentang penting dan mendesaknya pembangunan nilai-nilai budaya bagi generasi muda DIY. Seperti menanamkan cinta budaya melalui kesenian gamelan. Namun, pada kenyataannya, kebanyakan gamelan, justru disumbangkan ke desa-desa. Sayangnya, di sebagian tempat, gamelan tersebut hanya jadi pajangan. 

Pemain gamelannya sudah sepuh-sepuh, sedangkan para pemudanya tidak bisa memainkan,” ujar Kabid Dikmen Dinas Dikpora Tri Widyatmoko.

Ia mengusulkan, agar bantuan gamelan dari dana keistimewaan lebih banyak diberikan kepada sekolah. Sebab di situlah generasi muda akan banyak belajar, sehingga gamelan pun banyak manfaatnya.

Sementara Suci Rochmadi menambahkan, bahwa sejak digulirkan dana keistimewaan hingga kini, Dinas Dikpora DIY baru diberi jatah menyalurkan bantuan 7 unit gamelan ke sekolah-sekolah. Padahal, banyak sekolah yang antusias untuk mendapatkannya.

Ia setuju, jika bantuan gamelan lebih banyak diberikan ke sekolah, sehingga lebih bermanfaat dan memastikan keberlanjutan kesenian tersebut di masa depan. (*)