Ini Akar Masalah Konflik Layanan Kesehatan

Ini Akar Masalah Konflik Layanan Kesehatan

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Layanan kesehatan tidak bisa lepas dari konflik. Akar masalahnya adalah informasi mengenai hukum dan kesehatan masih terbatas. Tidak jarang konflik ini mengarah kriminalisasi yang terjadi antara tenaga medik, masyarakat dan praktisi hukum maupun pengacara.

Menyikapi hal itu, Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) DIY hadir di tengah minimnya mediator yang menjadi corong informasi hukum tentang dunia kesehatan.

“Organisasi ini bertujuan turut berpartisipasi dalam penyebarluasan pemahaman tentang hukum kesehatan kepada masyarakat,” ungkap dr Mahesa Paranadipa Maikel, Ketua Umum MHKI saat pelantikan Ketua dan Pengurus MHKI DIY baru periode 2020-2025, Sabtu (18/1/2020) di Ayola Tasneem Hotel Yogyakarta.

Menurut dia, MHKI punya peran penting menengahi sengketa antara praktisi kesehatan dan pasien. Hal yang sering luput dari pengetahuan masyarakat bahwa setiap kasus hukum yang selesai selalu berpengaruh kepada nama baik dokter ataupun lembaga kesehatan tempatnya mengabdi.

Masalah hukum itu antara lain disebabkan oleh apa yang disebut dengan malpraktik kedokteran. Dokter, tenaga kesehatan lainnya serta rumah sakit dituding merugikan pasien akibat kesalahan praktik kedokteran yang dilakukan terhadap pasien. Maka profesi kedokteran menjadi tersudut.

Keluhan

Hubungan konfliktual antara instansi atau praktisi kesehatan dan pasien juga terjadi akibat adanya keluhan atau kekecewaan secara terbuka oleh pasien terhadap layanan dari dokter dan rumah sakit, terutama pasien yang mengalami kerugian atas layanan kesehatan tersebut.

Keluhan atau kekecewaan pasien ini dianggap oleh instansi atau praktisi kesehatan sebagai bentuk pencemaran nama baik.

Hubungan konfliktual ini pun sampai ke hadapan persidangan di pengadilan. Pihak pasien yang dijatuhi vonis pidana oleh pengadilan kemudian menilai pihak dokter/rumah sakit telah melakukan kriminalisasi terhadap pasien.

Kondisi faktual seperti di atas, yang berulang terjadi dalam sejumlah kasus, menunjukkan pihak instansi atau praktisi kesehatan maupun pasien sama-sama potensial terjerembab ke dalam masalah hukum.

"Profesi dokter pun berisiko hukum karena kesalahan tindakan medisnya dapat menimbulkan gugatan perdata dan/atau tuntutan pidana. Hal ini menimbulkan kegamangan bagi para dokter dalam menjalankan profesinya memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat," paparnya.

Ketua MHKI DIY terpilih Dr Rimawati SH M Hum menambahkan, khusus di DIY memang kasus kesehatan tidak banyak terjadi. Selain jumlah rumah sakit yang tidak banyak, pelayanan kesehatan juga cukup baik. Untuk itu pihaknya akan lebih fokus kepada kesolidan anggota dan edukasi keluar.

"Di dalam MHKI DIY ini tidak hanya beranggotakan praktisi kesehatan, namun ada praktisi hukum, orang-orang sosial, kalangan akademisi dan tenaga kesehatan itu sendiri. Jadi MHKI DIY hadir untuk mengedukasi pentingnya pengetahuan hukum di dunia medik," paparnya. (sol)