Idealnya Anggaran Sektor Wisata Rp 1 Triliun

Idealnya Anggaran Sektor Wisata Rp 1 Triliun

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Sektor kepariwisataan DIY sepertinya perlu digenjot agar perekonomian bangkit lagi. Yang terjadi saat ini, anggaran sektor itu relatif jauh dari harapan.

“Satu yang sangat menarik dari diskusi tadi, yang saya dengar ada anggaran Rp 6 triliun dari APBD, Danais dan pusat. Dari sekian triliun itu, anggaran untuk Dinas Pariwisata hanya Rp 42 miliar,” ungkap Lilik Syaiful Ahmad, anggota DPRD DIY usai rapat, Rabu (10/3/2021), di kantornya.

Saat ini, DPRD DIY membentuk empat pansus pengawasan peraturan daerah (perda). Salah satunya pansus pengawasan Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perda DIY Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (Ripparda) DIY.

Sebagai anggota pansus Bahan Acara (BA) Nomor 8, Lilik menilai anggaran Dinas Pariwisata DIY sebesar itu rasanya kurang pas.  Idealnya Yogyakarta sebagai Kota Pariwisata butuh anggaran besar, Rp 500 miliar sampai Rp 1 triliun.

“Jika kita bicara pariwisata mestinya anggaran yang fokus Dinas Pariwisata Rp 1 triliun karena wisata ini menjadi core bisnis DIY,” ungkapnya.

Tanpa mengesampingkan anggaran penunjang infrastruktur pariwisata dari Dinas PUP ESDM maupun Dinas Perhubungan, anggaran yang fokus untuk Dinas Pariwisata harus ada.

Kenapa butuh anggaran besar? Anggota dewan asal Kulonprogo yang pernah menjadi Sekretaris Forsipa (Forum Silaturahmi Pariwisata Indonesia) yang didirikan di Yogyakarta itu mengakui, sektor pariwisata selalu terkait sektor lain.

Sebut saja para pelaku UMKM, pehotelan maupun transportasi, semuanya sangat tergantung sektor pariwisata.

Wakil Ketua Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) DPD Partai Golkar DIY ini mengatakan Pemda DIY perlu membangun konsep pariwisata dengan mindset wawasan nusantara.

Tujuannya agar mampu menumbuhkan rasa cinta wilayah. Dengan dukungan APBD, para pelajar dari tingkat PAUD, TK, SD dan SMP melaksanakan kunjungan wisata di daerah sendiri, sebelum mereka berwisata ke luar daerah.

Bisa juga, kata dia, pelajar dari daerah pesisir berkunjung ke pegunungan. Sebaliknya, palajar sekolah di wilayah pengunungan diajak berkunjung ke pantai. Secara otomatis tanpa disadari kelak mereka bisa menjadi marketer pariwisata.

Lilik mencontohkan jika ada 20 sekolah melaksanakan program tersebut akan terdapat pergerakan ratusan orang setiap minggunya. Dari situ muncul multiplier efek, masyarakat sejahtera.

“Yang tadinya tidak punya pekerjaan bisa menjadi PKL, pedagang oleh-oleh, tukang andong. Becak yang nggak laku bisa jalan lagi. Banyak orang akan terampu di situ,” paparnya.

Apabila kunjungan wisatawan meningkat, pemerintah bisa bergerak leluasa membangun sarana dan prasarana (sarpras) wisata secara lebih lengkap. Jika suatu daerah ramai kunjungan wisatawan dengan sendirinya mendatangkan investasi.

Kepala Dinas Pariwisata DIY, Singgih Raharjo,   menyampaikan implementasi perda Ripparda saat ini memasuki tahap ketiga (2020-2025). Regulasi itu tujuannya untuk mewujudkan wisata yang inovatif, aman, nyaman, menarik, mudah dicapai dan ramah lingkungan. (*)