Harus Peduli Lingkungan, Satgas PPA Wajib Menambah Kualitas Dirinya

Harus Peduli Lingkungan, Satgas PPA Wajib Menambah Kualitas Dirinya
Pembekalan dan pertemuan rutin Satgas PPA Bantul. (sariyati wijaya/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, BANTUL--Saat ini model kekerasan kepada perempuan dan anak, termasuk kekerasan seksual mengalami banyak perkembangan dan muncul kasus baru yang sebelumnya tidak pernah ada. Maka untuk bisa menangani hal tersebut, Satuan Tugas Penanganan Masalah Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Bantul yang telah dikukuhkan oleh Bupati, H Abdul Halim Muslih pada Juni 2023 lalu harus terus menambah wawasan, pemahaman dan kualitas dirinya.

“Banyak kejadian dan hal-hal baru yang terjadi kaitan kekerasan terhadap perempuan dan anak termasuk kekerasan seksual. Ini harus disikapi dengan baik oleh Satgas PPA, misal bagaimana mereka meningkatkan kualitas diri mereka agar penanganan dan solusi yang diambil bisa tepat,” kata Ketua Satgas PPA Kabupaten Bantul, M Zainul Zain S.Ag kepada koranbernas.id, Minggu (1/10/2023). Karena dengan kasus yang sama namun latar belakang korban berbeda, lingkungan yang berbeda tentu memerlukan penanganan yang berbeda.

Maka itulah Satgas PPA Kabupaten Bantul menggelar pertemuan rutin bulanan dan peningatan kapasitas di Ledok Ngancar Mangir Kidul Sendangsari Pajangan Bantul, Sabtu (30/9/2023). Dalam pertemuan yang diisi pembekalan oleh Sunarso, M.Si selaku mediator UPTD PPA, juga dilakukan kegiatan menyusun puzel. Anggota Satgas diminta membuat kelompok-kelompok, lalu diberi potongan-potongan gambar untuk disatukan. Ternyata para anggota satgas bingung, gambar apa yang akan disusun tersebut.

“Sebenarnya ini adalah gambar kuda. Namun kadang orang berpikir kuda itu berjalan. Padahal bisa saja kuda itu kakinya diangkat naik, begitupun kepalanya. Ini artinya ketika ada persoalan, tidak selalu sudut pandang kita itu benar. Bisa jadi yang benar itu susut pandang orang lain,” katanya.

Begitupun pembagian potongan puzel itu dimaksudkan untuk mendorong anggota Satgas terbiasa betromunikasi, membicarakan masalah dari berbagai potongan informasi yang mereka dapatkan sebelum mengambil kesimpulan dan mencarikan solusi terbaik.

“Karena saat membagi potongan puzel ini saya tidak memberi tahu gambar apa untuk disusun, jadi anggota satgas tidak ada gambaran. Ini juga yang terjadi saat penanganan kasus, kadang tidak ada gambaran, tiba-tiba kasusnya meledak. Maka antar Satgas ketika menemukan potongan-potongan informasi dari berbagai sumber yang berbeda, agar dikumpulkan, dimusyawarahkan, disimpulkan dan diambil solusi. Ini esensi dari pertemuan tersebut,” kata Zainul.

Selain tentunya anggota Satgas PPA Bantul harus bisa selesai dengan dirinya sendiri dan tidak baper. Artinya jangan sampai yang bersangkutan saat menyelesaikan masalah, justru menambah masalah baru bagi korban.

Zainul menambahkan Satgas PPA sejak dilantik langsung menggelar kegiatan Goes to Kapanewon dan Kalurahan untuk membentuk pedukuhan ramah anak, kalurahan ramah anak, kapanewon ramah anak dan pada akhirnya bisa mewujudkan kabupaten Bantul layak anak.

Sementara Sunarso mengatakan bahwa di Bantul banyak kasus kekerasan seksual yang mana pelakunya juga dari kalangan terdekat. Untuk itulah dirinya berpesan, agar masyarakat jangan cuek terhadap permasalahan di lingkunganya. “Ketika menemukan ada permasalahan sosial, termasuk dalam suatu keluarga ada kasus kekerasan, silahkan melapor kepada petugas. Misal ke RT bisa, Satgas PPA bisa ataupun kepolisian. Agar ada tindakan. Kita jangan pernah membiarkan persoalan sosial termasuk kekerasan seksual itu tumbuh di sekitar kita,” katanya.

Sementara mengutip rilis Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ternyata selama ini lebih banyak dari yang telah terlaporkan. Hal ini bukan saja disebabkan oleh takutnya korban untuk melaporkan kekerasan yang dialami, namun juga karena sulitnya akses dalam mencapai layanan pengaduan dan kurangnya informasi yang dimiliki perempuan dan anak untuk mengadukan kasus kekerasan yang mereka alami.

Oleh karenanya, negara melalui Dinas PPPA ataupun UPTD PPA, berusaha menghadirkan diri sedekat mungkin dengan masyarakat. Namun karena berbagai keterbatasan, Pemerintah/Pemda mendorong peran serta masyarakat untuk membantu dalam penanganan perempuan dan anak korban kekerasan, diantaranya melalui Satgas PPA. Satgas PPA berperan untuk membantu dalam mencegah, menjangkau, dan mengidentifikasi kasus kekerasan perempuan dan anak.

“Kebutuhan perempuan dan anak korban kekerasan harus mendapatkan perhatian, baik itu penanganan pengaduan, pelayanan kesehatan, bantuan hukum, rehabilitasi sosial, dan reintegrasi sosial. Walaupun Dinas PPA (UPTD PPA) telah menyediakan layanan bagi korban kekerasan, namun pada umumnya penanganan kasus tersebut terkadang tidak dilakukan penjangkauan dan identifikasi sehingga layanan tidak sesuai dengan kebutuhan korban. Satgas PPA hadir untuk membantu dalam perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan, diantaranya melalui penjangkauan korban, identifikasi kasus, perlindungan di lokasi kejadian, pengungsian sementara, serta melakukan rekomendasi,” pungkas Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Titi Eko Rahayu.

Satgas PPA merupakan relawan yang menjadi mitra pemerintah untuk membantu dalam perlindungan perempuan dan anak. Mereka berasal dari unsur masyarakat, yakni keluarga, LSM, TOGA, TOMA, Ormas, tokoh adat, pengacara, psikolog, tenaga kesehatan, dan psikiater. Dalam menyelamatkan korban, Satgas PPA tidak sekadar menempatkan korban ke tempat yang aman, namun juga memantau perkembangan perempuan dan anak korban kekerasan dengan cara melakukan kunjungan ke tempat aman atau melalui sarana komunikasi. (*)