Gerabah Gebangsari Sudah Ada Sejak Zaman Majapahit
KORANBERNAS.ID, KEBUMEN -- Kabupaten Kebumen memiliki sejumlah desa wisata edukasinya, salah satunya Gebangsari Kecamatan Klirong.
Wisata edukasi gerabah di desa ini tujuannya untuk mempertahankan serta melestarikan industri rumah tangga gerabah.
“Di desa ini industri gerabah sudah ada sejak zaman Majapahit," kata Triyo Suprapto, penggagas dan pemilik wisata edukasi gerabah Gebangsari.
Sejarah industri gerabah di desa tersebut dapat dilihat dari adanya peninggalan sumur kuno dengan material bangunan dari gerabah.
Seiring perkembangan zaman, generasi berganti. Perajin industri rumah tangga gerabah jumlahnya terus berkurang. "Dulu hampir setiap rumah ada pembuat gerabah, seperti kuali, cowek, tungku," kata Triyo, Selasa (8/11/2022).
Ketika peralatan rumah tangga berbahan plastik dan metal semakin banyak dipakai, industri gerabah mengalami surut.
“Ketika kami memulai wisata edukasi, hanya ada 20 orang yang aktif membuat gerabah," ucapnya.
Saat ini wisata edukasi dan pelatihan membuat gerabah untuk ragam hias seperti pot bunga mulai menggeliat. Jumlah perajin berkembang. “Sekarang ada 60 orang aktif membuat gerabah, umumnya peralatan rumah tangga,” tambahnya.
Minat sekolah untuk mengunjungi wisata edukasi gerabah cukup baik. Hampir setiap hari sudah terjadwal kunjungan dari sekolah. "Biaya wisata edukasi Rp 25 ribu per orang," kata Triyo.
Saat mengikuti wisata edukasi, pengunjung diajak praktik membuat gerabah yang sederhana, seperti cowek untuk menggerus lombok atau menggambar dan mewarnai piring gerabah. Pengetahuan sejarah mengenai industri gerabah Gebangsari juga menjadi bagian dari materi wisata edukasi.
Materi lainnya berupa pengenalan regenerasi perajin gerabah. Keluarga Sarmo, merupakan satu di antara keluarga yang melestarikan industri gerabah rumah tangga. Dia meneruskan usaha sebelumnya. Keluarga Sarmo menjadi perajin gerabah sejak 1988 sampai sekarang. (*)