Gamelan Kaca Mandiro Laras Buka Penutupan YGF27

Gamelan Kaca Mandiro Laras Buka Penutupan YGF27

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA--Pertunjukan hari terakhir Yogyakarta Gamelan Festival (YGF) ke-27 (#YGF27) dibuka dengan gamelan kaca dari Mandiro Laras, Minggu (21/8/2022). Grup karawitan pimpinan Muhammad Sulthoni atau Toni Konde ini terbentuk pada 2018.

Kelompok ini beranggotakan pemuda-pemudi yang ada di lereng Gunung Lawu Karanganyar Jawa Tengah. Semula, Mandiro Laras hanya memainkan gamelan yang terbuat dari logam.

Mandiro laras mulai memainkan gamelan kaca saat mengiringi pertunjukan wayang sampah di Karang Pandan, Karanganyar Beberapa kali pula, Kelompok ini membawakan gamelan sampah di perhelatan daerah, nasional, dan kolaborasi kelas internasional.

Dalam penampilannya kali ini, 21 anggota Mandiro Laras memainkan enam komposisi, yakni Ladrang Wilujeng, Wong Pintar, Nanani, Noyo Genggong Nagih Janji, Embun Pagi, dan Puspo Kencur. Di dalam komposisi yang dibawakan, kelompok ini juga ingin mengkritisi tentang lingkungan.

Komposisi berjudul Wong Pintar, misalnya, lagu ini ditulis secara satire dari perspektif manusia modern yang merasa bahwa plastik selalu dibutuhkan untuk segala hal. Seolah-olah tanpa sendok, garpu, dan sedotan plastik banyak orang meninggal kelaparan dan kehausan.

Tujuan lagu ini untuk menyatakan manisa sulit hidup tanpa plastik, padahal zaman dulu manusia tidak membutuhkan hal semacam itu untuk dapat bertahan hidup. Gending lagu ini digarap dalam gaya gamelan Banyumasan dan juga menggunakan Bahasa Banyumas.

Ada pula komposisi yang bercerita tentang cinta. Nanani merupakan gending yang semula dibuat untuk pernikahan. Komposisinya menggabungkan musik gamelan dengan harmoni vokal musik indie folk barat. Lagu ini bercerita tanpa kata, perasaan saying yang membuat hati seoerti terbang melayang.

Pembuatan Gamelan Kaca

Sehari sebelumnya, Sabtu (20/8/2022), Toni Konde membagikan pengalamannya membuat gamelan kaca dalam workshop gamelan kaca di IFI-LIP Yogyakarta. Pegiat seni dari Pacitan ini mulai menginisiasi pembatan gamelan kaca pada 2015.

Ketika itu, ia menemukan banyak kaca yang tidak terpakai terbengkalai di sanggarnya. Kaca yang digunakan dalam pembuatan gamelan kaca adalah kaca biasa. Limbah-limbah dari kaca jendela atau bangunan menjadi bahan utama.

Bereksperimen dengan kaca untuk membuat gamelan pelog ternyata tidak mudah. Ia membutuhkan banyak kaca untuk menghasilkan bunyi gamelan yang selaras.

Kan tidak ada babonan (induk) untuk menyelaraskan nada, jadi mencari keselarasan sendiri dan itu butuh banyak kaca sampai menemukan potongan yang pas, ujarnya.

Setelah berkali-kali gagal, akhirnya Toni Konde berhasil membuat seperangkat gamelan pelog dari kaca. Bunyi gamelan di setiap lembaran kaca berbeda. Nada yang dihasilkan gamelan kaca bergantung dari ukuran dan ketebalan kaca. Ketebalan yang dimaksud berkisar 3 sampai 12 milimeter.

“Biasanya yang tipis and pendek menghasilkan nada tinggi dan yang tebal serta panjang menghasilkan nada lebih rendah,” ucapnya.

Bentuk gamelan kaca yang dihasilkan Toni Konde pun tidak seperti layaknya gamelan logam. Misal, ia membuat bonang berbentuk kotak, demikian pula dengan gong.

Cara memukul gamelan kaca juga tidak bisa sembarangan atau sekuat tenaga seperti memukul gamelan berbahan logam. Ia memakai kayu yang dilapisi karet ban sebagai pemukul.

“Waktu awal banyak kaca pecah ketika dipukul karena biasanya yang menabuh gamelan kaca pertama kali tidak tahu tekanan pukulannya seberapa, tetapi saat ini yang sudah terbiasa bisa menyesuaikan tekanan pukulan gamelan kaca,” kata Toni Konde.

Gamelan kaca buatannya sudah beberapa kali dipentaskan di Solo dan Pacitan. Namun, Toni Konde belum berpikir untuk menjual gamelan kaca buatannya.

Ia beralasan sulit menentukan harga jual karena bahan yang digunakan selama ini hanya limbah kaca pemberian teman-temannya.”Sudah ada beberapa yang pesan, tapi saya belum bisa menaksir harga jualnya,” tuturnya. (*)