Fair Trade Pulihkan Dampak Pandemi

Fair Trade Pulihkan Dampak Pandemi

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA--Pelaku bisnis dan pemerintah tergagap menghadapi pandemi Covid-19, sejak virus ini muncul di Indonesia pada akhir 2019 lalu. Dunia bisnis mengalami kemunduruan, dan pengiriman pesanan tertunda bahkan dibatalkan. Pasokan tidak berjalan dengan semestinya karena pembatasan ruang gerak. Penutupan usaha menimbulkan banyak terjadinya PHK tanpa pesangon.

Akibatnya, pandemi menimbulkan ketidaksetaraan, ketidakadilan, ketimpangan dan kerusakan alam yang lebih dalam. Kaum marginal semakin memikul beban nyata, perempuan bekerja dari rumah memiliki peran berlapis, sebagai karyawan yang dituntut tetap menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, mengurus rumah juga menjadi guru bagi anaknya.

“Anak-anak tidak bisa bermain dan belajar dengan semestinya. Kaum difable semakin sulit untuk mendapatkan akses kesehatan dan akses kebutuhan bahan pokok,” ujar Regional Consultant South East Asia Fairtrade Internasional, Erwin Novianto dalam webinar “Fair Trade Sebagai Gaya Hidup Baru: Peluang dan Tantangan di Pasar Lokal dan Global”, Sabtu (8/5/2021).

Karenanya, peringatan “Hari Fair Trade Sedunia” 8 bulan Mei kali ini, menjadi momentum untuk kembali kepada nilai keadilan dan berkelanjutan. Menjadi awal kembali kepada nilai kesetaraan.

Hal ini dibutuhkan peran serta nyata dari semua elemen masyarakat, baik pelaku bisnis, konsumen, pemerintah maupun akademisi. Saatnya membangun kembali sehingga tidak ada yang tertinggal.

Buildback Fairer memerlukan komitmen dan gaya hidup baru dalam masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik. Dalam perdagangan international sustainability adalah kata kunci,” ungkapnya.

Negara tujuan ekspor, lanjutnya, mulai menerapkan kebijakan sustainability produk. Uni Eropa mulai menerapkankebijakan GreenDeal sebagai respon meningkatnya climate change.

Pengaruhnya, adalah produk yang masuk pasar Eropa harus berlabel produk yang berkelanjutan. Di sisi lain, di dalam negeri isu sustainability baru dipahami oleh sebagian kecil masyarakat.

Untuk itu, perlu adanya pendidikan dan kesadaran di masyarakat Indonesia baik pelaku bisnis maupun konsumen terhadap isu terkait sustainability dan menjadikan ethical trade, sustainability trade serta fair trade menjadi gaya hidup baru.

Fair trade menawarkan konsep perdagangan yang berkelanjutan. Dalam 10 prinsipnya terkandung implikasi nyata dari perdagangan yang berkelanjutan. Substansi fair trade berupaya untuk menanggulangi permasalahan-permasalahan seperti eksploitasi buruh dan kerusakan lingkungan yang timbul akibat adanya perdagangan bebas.

Apalagi perdagangan berkeadilan di Indonesia sedikit disinggung dalam UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Pasal 14, secara umum membicarakan pengembangan sistem perdagangan yang berkeadilan dan menciptakan relasi setara di dalam rantai pasokan dengan memperhatikan keberpihakan pada usaha kecil dan menengah.

“Kita juga bisa melakukan hal yang sama dalam memerangi ketidaksetaraan dan perubahan iklim. Pulih dari pandemi memberi dunia kesempatan tidak hanya untuk membangun kembali dengan lebih baik, tetapi membangun kembali dengan lebih adil dan berkelanjutan dimana ketahanan ekonomi, keadilan sosial, dan kelestarian lingkungan berjalan seiring," paparnya.

Sementara Marolop Nainggolan selaku Direktur Kerja Sama Pengembangan Ekspor Kementerian Perdagangan RI mengungkapkan, meski di masa pandemi ini nilai eskpor non migas Indonesia mengalami peningkatan pada tahun ini.

Nilai total ekspor di Maret 2021 ini merupakan nilai ekspor bulanan tertinggi sejak Agustus 2011. Angkanya bahkan mencapai 18,81 miliar USD.

“Ekspor non migas bulan Maret 2021 merupakan yang tertinggi selama ini," imbuhnya.(*)