Dua Pekan yang Mencemaskan bagi Karyawan CV Sumber Tirta

Dua Pekan yang Mencemaskan bagi Karyawan CV Sumber Tirta
Krisna staf administrasi CV Sumber Tirta. (istimewa)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA--Menengok Gudang CV Sumber Tirta di Kronggahan Sleman, laiknya aktivitas pergudangan pada umumnya. Kendaraan niaga terlihat hilir mudik keluar masuk.

Sebagian membawa keluar galon-galon berisi air mineral, untuk didistribusikan ke konsumen. Sebagian lagi terlihat masuk ke gudang untuk menurunkan galon kosong sebelum. Galon akan dibersihkan dulu, sebelum dikirimkan ke pabrik dan diisi air kembali.

Namun, saat masuk lebih ke dalam dan menjumpai para pekerja, baru terlihat gurat kegelisahan para pekerja.

Meski masih tetap menjalankan rutinitas kerja seperti biasa, tak ayal mereka bekerja dalam hinggapan rasa was-was.

“Ya cemas mas. Nasib kami tinggal menghitung hari. Karena tanggal 30 September nanti, kemungkinan menjadi hari terakhir kami bekerja dan berjualan Aqua galon,” kata Krisna (43), karyawan bagian administrasi di distributor Aqua ini, Selasa (19/3/2023).

Krisna pantas merasa was-was. Ibu dari 3 anak ini sudah bekerja di CV SUmber Tirta sejak 11 tahun silam. Alumnus Fakulas Ekonomi salah satu kampus swasta di Yogyakarta ini, menghabiskan sebagian besar usia kerjanya di perusahaan-perusahaan yang bergerak di distribusi.

Sebelum berlabuh di CV Sumber Tirta, ibu 3 anak ini sempat beberapa kali pindah pekerjaan. Tekatnya satu, ingin membantu suaminya yang membuka usaha konter pulsa menafkahi keluarga.

“Sebagai staf admin, saya tahu persis jalannya usaha di perusahaan ini, yang belakangan memang menurun karena perlakuan yang berbeda dari pabrik terhadap distributor sebelah,” katanya.

Tak kalah cemas adalah Jamili. Pria (54) tahun asli Purworejo ini, mengaku sudah tidak punya pilihan untuk bisa bekerja, manakala 2 pekan lagi perusahaan tempat ia mengabdi selama 14 tahun ini harus putus kontrak dengan pabrik.

Jamili, karyawan bagian bersih-bersih di CV Sumber Tirta. (istimewa)

Ia yang hanya berbekal ijazah seadanya, mengaku bingung dan tak yakin apakah bisa mencari pekerjaan lain ataukah tidak.

“Yang pasti, kalau bisa memilih tentu saya tetap pengin kerja di sini mas. Semoga saja bisa lanjut tidak jadi putus kontrak. Satu-satunya anak saya masih kelas 2 SMP. Saya juga menanggung biaya hidup ibu dan ibu mertua. Kalau bisa dan boleh memilih, lebih baik saya yang mati ketimbang usaha ini yang tutup. Karena kalau saya tidak bekerja di sini, belum tentu bisa dapat kerjaan lain. Tapi kalau usaha ini yang tutup, ada 75 karyawan yang akan kebingungan mencari kerja. Kalau 75 karyawan, artinya sekitar 200 orang yang menggantungkan hidup dari sini,” katanya penuh iba.

Jamili termasuk karyawan “impor” di CV Sumber Tirta. Disebut impor, lantaran ia asli Purworejo dan sampai sekarang keluarganya masih di Purworejo.

“Saya ikut kerja sejak gudang ini masih di Bedog. Masih pemilik lama,” kata Jamili yang mengaku tidur di gudang selama di Jogja untuk menghemat pengeluaran. Ia baru pulang ketika ada keperluan penting atau uangnya terkumpul dalam jumlah yang cukup.

Lain lagi kisah Sudarman (60), yang berposisi sebagai kepala gudang. Mantan karyawan sejumlah maskapai pelat merah ini, meski sudah berumur tapi terbilang masih baru bergabung di CV Sumber Tirta. Darman masih membiayai kuliah 1 anak dan 3 keponakan. Ketiga ponakannya masih sekolah SMK, dan SMP.

Sebelum bekerja di sini, Sudarman sempat mendapat tawaran dari sejumlah kenalannya untuk bergabung di maskapai swasta nasional.

Namun, ia musti berani mengurungkan niatnya untuk kembali merantau ke wilayah Indonesia Timur sebagaimana tawaran temannya itu, dan memilih bekerja di CV Sumber Tirta.

Semua semata-mata karena ia ingin lebih dekat keluarga, yang dulu selalu ia tinggalkan untuk bekerja keliling Indonesia.

“Saya belum punya gambaran, kalau nanti tutup, saya akan bekerja kemana. Belum tentu tawaran dari teman-teman dulu masih bisa saya ambil. Apalagi dalam kondisi sekarang, pasca pandemi penerbangan kan masih sulit,” katanya mencoba berpikir logis.

Direktur CV Sumber Tirta, Arif Budiono, mengakui dedikasi dan kerja keras para karyawannya. Karena kerja keras dan dedikasi karyawan inilah, usahanya masih tetap mampu bertahan di tengah kesulitan akibat kebijakan dari prinsipal.  

“Nasib mereka jugalah yang saat ini menjadi perhatian utama saya. Saya bisa memahami apa yang mereka rasakan saat ini. Ya semoga saja ada jalan keluar terbaik,” katanya menimpali. (*)