DPRD DIY Sepakat Memperjuangkan Perlindungan Hak Pekerja Informal

DPRD DIY Sepakat Memperjuangkan Perlindungan Hak Pekerja Informal
Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana menerima audiensi pekerja informal. (istimewa)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana, menyampaikan legislatif sepakat untuk memperjuangkan perlindungan terhadap para pekerja informal di provinsi ini.

Komitmen itu disampaikan guna menjawab aspirasi para pekerja informal saat audiensi ke DPRD DIY, Rabu (24/5/2023). Dewan akan memperjuangkan mereka melalui pembahasan-pembahasan peraturan daerah (perda) yang secara khusus mengatur perlindungan pekerja informal.

“Kami akan menindaklanjuti aspirasi yang muncul hari ini melalui pembahasan-pembahasan perda. DPRD DIY menyatakan keberpihakan kepada para pekerja informal,” kata Huda.

Hikma Diniyah selaku koordinator pekerja informal tergabung dalam Jampi DIY menyampaikan minimnya regulasi terkait aturan jaminan perlindungan hukum dan sosial bagi pekerja informal.

Itulah yang membuat para pekerja informal rentan terhadap ketidakadilan maupun perilaku kekerasan dari pemberi kerja.

Mereka mendesak Pemda DIY mengeluarkan payung hukum mengingat pekerja informal dihadapkan pada kondisi sulit, di antaranya upah yang tidak pasti serta tidak adanya kesesuaian jam dan waktu bekerja.

Realita di lapangan, lanjut dia, selama ini relasi pekerja dan pemberi kerja bersifat sosial. Sudah semestinya ada hubungan formal layaknya pekerja yang lain disertai jaminan perlindungan.

Masalah sampah

Pada bagian lain, Huda Tri Yudiana mengkritisi berlarut-larutnya permasalahan sampah di DIY dengan titik krusial TPST Piyungan Bantul. Rencana Pemda DIY menyelesaikan problem tersebut dengan proses KPBU (Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha) hingga sekarang tidak juga selesai.

“Mohon izin ya, saya tidak terlalu yakin proses KPBU itu menjadi solusi masalah sampah di DIY. Misalnya kita bisa memilih rekanan, kita akan terikat kerja sama jangka panjang dengan satu rekanan dan mungkin terikat anggaran besar,” ujarnya kepada wartawan usai audiensi.

Huda menyatakan silakan KPBU dilanjutkan namun Pemda DIY perlu mencari cara maupun metode lain yang lebih efektif.

“Silakan KPBU berjalan tapi saya kok lebih memilih carilah metode yang lebih mudah untuk pengadaan rekanan. Kita punya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Silakan tugaskan BUMD membuat perikatan dengan pihak ketiga, seperti Trans Jogja. Itu lebih pas,” tambahnya.

Dengan metode tersebut, lanjut dia, ketika pihak ketiga tidak terlalu bagus kinerjanya bisa diganti maupun dievaluasi setiap lima tahun. “TPST Piyungan harus kita selesaikan,” tegasnya.

Huda mengakui volume sampah yang masuk TPST Piyungan terus bertambah, diperkirakan pada Juni 2023 tempat itu penuh lagi.

Ya, karena nggak ada proses pemusnahan. Kita tidak usah muluk-muluk dengan teknologi, itu kan wacana semua, sampai sekarang belum ada realisasi. Raketang hanya dikeringkan jadi sampah organik, yang penting tidak mengganggu masyarakat, dengan biaya yang tidak terlalu besar,” kata Huda.

Menurut dia, yang paling penting saat ini sebenarnya menghidupkan TPS 3 R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle) yaitu pemilahan dan pengolahan sampah berbasis masyarakat di desa dan dusun.

“Ïtu menurut saya lebih substansial. Pengolahan sampah memang mahal. Segera dilakukan langkah pemusnahan sampah,” tandasnya. (*)