Diversifikasi Pangan Lokal Solusi Krisis Pangan Dunia

Diversifikasi Pangan Lokal Solusi Krisis Pangan Dunia

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Dunia sedang menghadapi ancaman krisis pangan, 62 negara sudah mengalaminya dan 32 di antaranya menyatakan diri bangkrut.

Untuk menghadapi ancaman krisis pangan di Indonesia, pemerintah mencoba mengurangi ketergantungan impor dengan meningkatkan produksi pertanian lokal. Di antaranya mengurangi impor bahan pangan seperti gandum, daging sapi, gula dan bawang putih.

"Ketergantungan impor harus dikurangi, kita impor gandum itu setiap tahun Rp 60 triliun sampai Rp 70 triliun lho," ungkap Dedi Nursyamsi, Kepala Badan SDM Kementrian Pertanian (kementan), saat ditemui usai seminar nasional bertema Penguatan Sumber Daya Manusia dan Sosial Ekonomi Menuju Pertanian yang Efisien, Inklusif, Berdaya Saing, dan Berkelanjutan, Kamis (11/8/2022).

Menurut Dedi, diversifikasi pangan lokal bisa menjadi salah satu upaya mengurangi impor bahan pangan. Impor gandum bisa dikurangi dengan pengembangan produk pertanian lokal seperti sagu, singkong dan umbi-umbian lainnya yang sangat berlimpah di Indonesia.

Dengan demikian kenaikan harga gandum hingga tiga kali lipat akibat terganggunya pasokan gandum ke Indonesia sebagai dampak perang Rusia dan Ukraina serta larangan impor gandum dari India, tidak akan jadi masalah bagi negara ini. Sebab, banyak bahan pangan lokal yang bisa mengganti kebutuhan gandum di Indonesia.

"Singkong berlimpah di (negara) kita, dibiarin. Sekarang harga gandum yang naik, maka ketergantungan harus dikurangi dengan diversifikasi pangan lokal, itu yang akan menyelamatkan kita dari krisis pangan global," tandasnya.

Namun, diversifikasi pangan lokal harus dilakukan secara optimal. Termasuk dalam pengolahan bahan pangan lokal agar lebih menarik.

“Diversifikasi pangan dari impor ke lokal mutlak untuk menyelamatkan kita dari krisis pangan. Nah ini yang dibutuhkan untuk (diservisikasi pangan lokal) adalah sumber daya manusia bidang pertanian yang kompeten," kata dia.

Dedi menambahkan, Kementan menggenjot peran penyuluhan pertanian di seluruh Indonesia. Hal ini dilakukan untuk semakin meningkatkan produksi pangan lokal dalam rangka mengantisipasi krisis pangan.

Dengan masifnya penyuluhan pertanian oleh SDM yang kompeten maka sepuluh tahun lagi Indonesia bisa meningkatkan produktivitas pertanian.

Kalau saat ini baru 5,2 ton per hektar maka diharapkan bisa meningkat jadi 6 ton per hektar. Apalagi saat ini pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2022 tentang Penguatan Fungsi Penyuluhan Pertanian.

"Dalam kondisi krisis pangan global, mempengaruhi dunia, harapannya ini bisa membawa negara kita survive, karena saat ini pun sebenarnya kita tidak terdampak,” paparnya.

Sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengungkaplan pemerintah bekerja sama dengan semua pihak dalam menghadapi ancaman krisis pangan global.

Salah satunya dengan memperkuat pertanian modern di Indonesia atau smart farming, melalui pemanfaatan teknologi seperti Internet of Things, robot construction, dan artificial intelegent.

"Penyuluh pertanian adalah kopasus-nya pertanian, menjadi tonggak utama pembangunan pertanian melalui KOSTRATANI di seluruh Indonesia. Penyuluh adalah ujung tombak dari seluruh kebijakan dan arah pertanian sekaligus orang terdepan yang membangun informasi juga menerapkan kebijakan dan melakukan langkah monitoring,” tandasnya. (*)