Di Masa Pandemi Tugas Seniman Seperti Kiai

Di Masa Pandemi Tugas Seniman Seperti Kiai

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Pandemi Covid-19 menyusahkan banyak orang. Mereka yang dirundung duka perlu dihibur supaya tetap bersemangat. Di sinilah seniman bisa memainkan perannya seperti halnya para kiai.

Meski sebagian besar juga sedang susah, para seniman masih punya peran memberikan penyadaran mengenai pentingnya protokol kesehatan memakai masker, mencuci tangan dengan sabun serta menjaga jarak, tetapi juga memberikan kesejukan melalui karya-karyanya.

“Tugas dan karya seniman itu berat, seperti kiai. Harus menyenangkan dan menyemangati orang meski kondisinya susah, apalagi di masa pandemi ini,” ungkap Hilmy Muhammad, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI saat menghadiri pembukaan pameran Kembulan 3 di Galeri RJ Katamsi Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Rabu (4/11/2020) malam.

 

Event pameran ketiga bertema Nguwongke yang diselenggarakan Pengurus Wilayah Lembaga Seni dan Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) Nahdlatul Ulama (NU) DIY ini berlangsung hingga 10 November 2020.

Gus Hilmy, panggilan akrabnya, menyampaikan aperasiasi atas terselenggaranya pameran tersebut mengingat tidak mudah membuat kegiatan di masa pandemi ini. Dalam situasi seperti ini yang dibutuhkan adalah kecerdasan.

“Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, inti kecerdasan sesudah iman adalah kalau seseorang mampu menyenangkan orang lain,” kata salah seorang pengasuh Pondok Pesantren Krapyak itu.

Dia menilai, tema pameran kali ini sangat kontekstual dan perlu diupayakan terus-menerus.

“Tema ini menemukan momentumnya. Tidak hanya sedang dibicarakan oleh kalangan kita, tetapi juga masyarakat global hari ini. Utamanya dari peristiwa di Prancis belakangan ini, ketika atas nama seni, seseorang tidak memanusiakan manusia, tidak menghargai orang lain. Nguwongke ini bukan sesuatu yang selesai, tetapi harus terus diupayakan,” kata Wakil Rais Syuriah PWNU DIY tersebut.

Menurut Gus Hilmy, dari dalam diri manusia, nguwongke berkaitan erat dengan pengendalian hawa nafsu yang diibaratkan seperti bayi.

“Tema Nguwongke ini berkaitan erat dengan hawa nafsu, seperti digambarkan dalam performing art Shadow Batik tadi. Hawa nafsu itu seperti bayi, mengingatkan kita pada karya masterpiece Imam al Bushiri berjudul Burdah. Nafsu itu seperti anak kecil, kalau nafsu dibiarkan akan berkembang, dan akan menyusu pada ibunya terus-menerus. Oleh sebab itu, nafsu perlu dididik, diatur dan dikendalikan,” kata Gus Hilmy.

Kurator pameran, A Anzieb, menyampaikan tema ini sudah dua kali diangkat. Sebelumnya pada tahun 2019. Baginya, memanusiakan manusia harus terus diupayakan dan mungkin tidak pernah selesai.

“Maksudnya adalah untuk lebih mendalamkan makna memanusiakan manusia. Dihelat lagi karena memanusiakan manusia tidak pernah selesai, dari sisi kehidupan mana pun. Memanusiakan di sini tidak terbatas pada manusia, melainkan juga alam dan seisinya. Nguwongke bukanlah wacana bagi kami, tetapi menjadi ikhtiar untuk terus menusiakan manusia,” jelasnya.

Wakil Ketua Tanfidziyah PWNU DIY H Fahmi Akbar Idries menjelaskan, pameran Kembulan 3 merupakan salah satu agenda seni dan budaya kebanggaan PWNU DIY karena mencerminkan karakteristik warga NU yang beragam.

“Kalau hari ini melakukan kegiatan kreatif, saya kira itu juga bagian dari ekspresi warga NU yang isinya macam-macam. Ada yang alim seperti kiai, pengusaha, seniman, dan sebagainya. Ini adalah cara kita berkhidmat dan beribadah kepada Allah SWT, sebab Allah itu dan mencintai keindahan,” kata Fahmi.

Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Yogyakarta Dra Dwi Ratna Nurhajarini M Hum mengapresiasi terselenggaranya pameran tersebut. “Di masa pandemi ini, teman-teman Lesbumi DIY tetap berkarya, semangat, dan sangat cerdas menyiasati kondisi,” katanya.

Hadir pula dalam kesempatan itu perwakilan dari Direktorat Jenderal Kebudayaan RI, Rektor ISI Yogyakarta, Direktur RJ Katamsi, sineas Garin Nugroho, Lurah Desa Panggungharjo Wahyudi Anggoro Hadi dan tamu undangan.

Acara pembukaan dilanjutkan berbagai pertunjukan seperti Shadow Batik oleh Sanggar Dongaji, Wayang Garuda “Garudho Ngudhoroso" Dalang Ki Bagus Pranantyo dan ditutup melukis bersama para tokoh yang hadir. (*)