Craft 2019, Upaya Animator Pertahankan Peradaban Animasi

Craft 2019, Upaya Animator Pertahankan Peradaban Animasi

KORANBERNAS.ID -- Craft International Animation Festival 2019 segera digelar, berlangsung di Resto Buah Naga dan lapangan Desa Ngalangan, 28 Oktober sampai 2 November 2019. Festival film yang diadakan setiap dua tahun sekali ini berfokus pada animasi berbasis kerajinan tangan, hand drawing dan hand made.

Festival ini secara garis besar adalah pemutaran/penayangan film-film animasi dari berbagai negara dan ragam teknik secara maraton selama lima hari berturut-turut. Film animasi hasil seleksi tersebut akan menemani penonton dan dipilih berdasarkan voting dari penonton. Hasil voting dan pilihan para juri akan diseleksi, pemenangnya akan dibacakan di akhir malam penutupan.

Festival Executive dan Creative Director CRAFT Hizkia Subiantoro menyampaikan, Setiap harinya kami membagi pemutaran menjadi dua program sejak siang hari hingga malam hari. Pemutaran siang hari dilakukan dalam ruangan tertutup, sedangkan pemutaran malam harinya kami selenggarakan secara terbuka (open air cinema).

"DiseIa-sela kedua program pemutaran tersebut diisi dengan berbagai kegiatan seperti workshop animasi, seminar, pameran, dan kesenian lainnya," paparnya saat temu media, Kamis (24/10/2019) siang, di Resto Buah Naga, Sleman, Yogyakarta.

Craft 2019 adalah sebuah perayaan bagi pemilik talenta dan kerajinan tangan yang khusus dalam konteks animasi. Yang pada saat yang sama mengusung otentisitas, keberagaman aktivitas animasi gambar tradisional, animasi boneka, animasi tanah liat, animasi cut out, animasi siluet, drawn-onfilm, animasi lukisan kaca, animasi pasir, dan masih banyak lagi.

"Yogyakarta sebagai pusat seni rupa asia ternyata juga memiliki peran penting dalam sejarah animasi. film animasi panjang pertama karya animator berdarah jerman argentina yang ternyata diadaptasi dari pertunjukan wayang kulit ternyata tidak banyak yang tahu," lanjut Hizkia.

"Kami mencoba menghadirkan dengan cara live performance besok dalam bentuk wayang sinema. mirip dengan wayang ukur Ki Sigit Sukasman tapi sedikit lebih modern," imbuhnya.

Festival internasional ini pertama kali sukses diadakan di Yogyakarta pada tanggal 24-28 Oktober 2017, dan berhasil menyaring 115 film Dari 300 film masuk. Sebanyak 46 negara tercatat berpartisipasi dalam event pertama tersebut.

"Kami membuat festival ini dengan tekad untuk kembali menumbuhkan sisi artistik dari animasi itu sendiri, karena saat ini animasi didominasi software 3D dan film-film di arus utama yaitu Hollywood dan beberapa film berbasis CGI," imbuhnya.

Ternyata di beberapa tempat lanjut Hizka, film-film arus utama terutama, animasi itu menimbulkan satu kesan bahwa sisi artistik dari film-film atau keberadaban teknik animasi itu semakin banyak ditinggalkan.

"Tentunya hal ini lambat laun akan membuat semakin sedikitnya jenis-jenis animasi terutama di sisi teknis dan artistik. sahgat disayangkan karena kekuatan seni rupa Indonesia itu sebenarnya adalah hand craft," pungkasnya. (yve)