Corak Ceria Tari Made dalam Karya Fesyen Batik Kontemporer

Corak Ceria Tari Made dalam Karya Fesyen Batik Kontemporer

KORANBERNAS.ID, SLEMAN -- Pandemi Covid-19 tak selalu membuat desainer fashion berhenti berkarya. Tari Made salah satunya. Perancang busana yang yang tinggal di Sewon, Bantul ini terus berkreasi.
Seperti kebanyakan pelaku kreatif lain yang memanfaatkan teknologi digital, Tari Made juga rajin ikut fashion show yang dilaksanakan daring.

Bersama AVMS Fashion Movement yang diinisiasi Arby Vembria Modelling School (AVMS) Yogyakarta serta mengangkat tema The Soul of Batik, Tari Made memamerkan 21 outfits karya desainnya. Terdiri busana anak dan dewasa yang direkam dan ditayangkan ke platform video streaming YouTube dan Instagram Arby Vembria Modelling School pada Jumat (11/9/2020) malam.

Peragaan busana virtual ini, bagi pemilik nama lengkap Kusmiyati Sri Guntari ini, merupakan upaya publikasi dan promosi yang patut dilakukan. Apalagi di masa pandemi ini, usaha tetap harus berjalan. Kalau berhenti, karyawannya bisa terdampak karena mereka punya tanggung jawab terhadap keluarga.

"Segala upaya harus saya lakukan agar terus berjalan, termasuk menurunkan harga jual. Potongan harga yang beragam ini bisa sampai 50%. Walau pun demikian, kualitas tetap saya pertahankan," ujar pemilik Sakamade Boutique itu kepada wartawan di sela-sela AVMS Fashion Movement #5, Jumat (11/9/2020) malam.

Desainer berusia 55 tahun ini memiliki kemampuan melukis dan memang piawai mengolah bahan batik yang dilukis sendiri. Baginya, membatik itu mudah. Proses desain awal hingga proses akhir ia lakukan sendiri. Tidak semua orang bisa seperti Tari Made.

"Yang penting penuh semangat untuk mencoba sendiri. Kegagalan demi kegagalan pasti terjadi. Yang penting pantang menyerah," papar ibu tiga anak ini.

Diakuinya, membatik sendiri lebih memakan waktu dibanding membeli batik jadi. Namun karena punya kemampuan dan mengejar kepuasan batin, Tari Made menikmati proses yang selama ini dijalankan.
Di sela kesibukannya sebagai pegawai di salah satu bank milik negara, Tari Made selalu meluangkan waktu menggambar di atas kain, yang kemudian diolah menjadi batik.

Karya-karya Tari Made yang khas tidak hanya dikoleksi konsumen seluruh Indonesia. Juga dari Amerika Serikat, Singapura dan Sidney. Ia pernah mendapat pesanan 350 lembar batik yang harus selesai dalam waktu 1,5 bulan. Baru setengah jadi, konsumen puas.

Dalam AVMS Fashion Movement kali ini Tari Made juga memilih material berkualitas yang biasa ia gunakan, yaitu 50 persen kain Bemberg Sutra yang ditenun menggunakan serat biji kapas dan 50 persen cotton.

"Pada model ready to wear anak-anak, bahan katun lebih cocok. Lebih nyaman dipakai untuk aktivitas mereka yang aktif tapi juga memunculkan keceriaan. Anak-anak ini butuh inner beauty untuk tampil seperti ini. Dengan demikian mereka akan bahagia dengan pakaian-pakaian yang nyaman," paparnya.

Pemilihan model fashion anak-anak tak lain karena Tari Made ingin membuat anak-anak yang selama ini jenuh dengan kegiatan daring di rumah, memiliki semangat lagi dengan model-model pakaian batik dan kasual. Anak-anak sekarang sudah familiar dengan batik. Mindset batik hanya untuk orang dewasa sudah tidak berlaku saat ini. Di sekolah pun mereka sudah dibiasakan dengan seragam batik.

Karya Tari Made yang identik warna cerah dapat menginspirasi mereka [anak-anak] untuk berkarya. Hal ini mengacu tren fesyen lokal maupun dunia yang sedang menggemari teknik tabrak warna yang hype di kalangan muda.

“Batik sudah dikenal di seluruh dunia, sebagai warisan dunia. Siswa-siswa juga ada kewajiban untuk menggunakan batik sebagai seragam sekolah. Saya masuk dengan pakaian anak-anak ready to wear dengan mempertahankan pakem batik yang terdiri baris dan titik. Karya-karya kontemporer ini bisa bebas dikreasikan tanpa mengganggu pakemnya batiknya,” katanya.

Tari Made pernah ikut peragaan busana di Ottawa Kanada tahun 2018. Brandnya Sakamade Boutique juga merupakan salah satu UMKM dalam negeri yang berhasil mendapatkan buyer dari Los Angeles, Belanda dan Sidney pada acara BRIlian Preneur, yaitu acara mengenalkan produk UMKM BRI kepada 135 pembeli manca negara pada akhir 2019 di Jakarta.

“Namun setelah pandemi Corona, yang baru bisa jalan penjualan di Los Angeles. Belanda masih dalam tahap komunikasi karena situasi pandemi. Kita semua maklum, seluruh negara di dunia memang sedang mengalaminya,” katanya.

“Beruntung, April lalu pihak Sydney datang ke Bantul membawa baju-baju Sakamade sebanyak dua koper untuk acara tahunan bersama KJRI dan masyarakat Indonesia yang ada di Sydney, dalam acara pengumpulan dana karena musibah kebakaran hutan. Acara itu dimeriahkan penyanyi Nur Afni Octavia dan Christine Panjaitan. Walau saya tidak bisa hadir, acara tetap terlaksana dan baju-baju Sakamade habis terjual,” tutupnya.

Sementara inisiator AVMS Fashion Movement, Arby Vembria, menambahkan acara yang ia selenggarakan dua minggu sekali dalam setiap bulan ini merupakan wadah untuk para desainer berkreasi. Tentu agar bisa langsung tersalurkan kepada pembeli dan masyarakat, agar ekonomi fashion ini bergerak terus menerus walau ditengah pandemi.

”Sampai saat ini keterlibatan para desainer sangat luar biasa. Apalagi beberapa desainer yang senior mau ikut terlibat. Para pelaku senior ini seperti amazing miracle bless bagi saya,” terangnya.

”Meskipun sudah ada pengalaman menjadi model di beberapa negara, tapi saya ingin dari Jogja ini bisa memberikan inovasi, kreativitas atau konsep yang bisa dibagikan dengan para desainer-desainer senior. Sehingga kita bisa bikin sesuatu yang baru, kemudian sama-sama deh kita bergerak jangan memikirkan hasil untuk apa, tapi bergerak aja dulu untuk dunia fashion,” imbuhnya.

Arby mengadopsi konsep ide fashion show dari luar, seperti Amerika dan Vienna Fashion Weeks. Konsep asimetris ini lebih cocok untuk anak-anak dan lebih menyenangkan untuk diterima.
“Konsep-konsep Amerika, asimetris, miring atau patah-patah sangat jarang digunakan di Indonesia. Tapi model ini kemudian saya gabungkan dengan lokal agar bisa diterima juga oleh masyarakat, dan hal itu tidak boleh ketinggalan,” lanjutnya.

”Dalam setiap fashion show kami selalu mengabarkan kepada penonton di halaman sosial media. Bagaimana cara memiliki produk-produk tersebut, maka kami hubungkan langsung ke desainer. Hal ini kami lakukan agar memudahkan para pembeli karena kebanyakan fashion show suka miss informasi di mana harus membeli dan sebagainya,” tandasnya. (*)