Sosialisasi ARTJOG 2025, Mengangkat Seni sebagai Amalan

Apakah amalan seni hanya sebatas dunia seni, atau bisa menyentuh kehidupan bersama secara lebih luas?

Sosialisasi ARTJOG 2025, Mengangkat Seni sebagai Amalan
CEO ARTJOG Heri Pemad, memberikan pemaparan saat sosialisasi ARTJOG 2025. (istimewa)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Yogyakarta, kota seni yang selalu hidup dengan gairah kreatif, kembali bersiap menyambut ARTJOG 2025. Bertajuk Motif: Amalan, perhelatan seni rupa kontemporer ini mengusung tema yang unik dan reflektif.

Sosialisasi ARTJOG 2025, yang digelar di Pendapa Ajiyasa Jogja National Museum menjadi momen penting untuk memperkenalkan tema besar ini kepada publik seni dan masyarakat luas.

Acara itu dihadiri empat narasumber yaitu Hendro Wiyanto, Ade Darmawan, serta duet Singgih S Kartono dan Santi Ariestyowanti, dengan Bambang ‘Toko’ Witjaksono sebagai moderator.

Dalam suasana yang hangat dan akrab, para seniman muda, senior, media dan pecinta seni berkumpul untuk menggali lebih jauh makna di balik tema Motif: Amalan.

Tema ini mengundang pertanyaan mendasar: Bisakah karya seni dianggap sebagai sebuah amalan yang memberi dampak nyata? Dan Apakah amalan seni hanya sebatas dunia seni, atau bisa menyentuh kehidupan bersama secara lebih luas?

Terlalu cepat

Heri Pemad selaku CEO ARTJOG memberikan penegasan tentang pentingnya momen sosialisasi ini. Meskipun beberapa pihak merasa acara ini diadakan terlalu cepat setelah penutupan ARTJOG 2024, Heri menjelaskan langkah ini bertujuan memberikan waktu yang lebih panjang untuk publik memahami dan berpartisipasi dalam tema besar ARTJOG 2025.

“Mudah-mudahan ini menjadi pengingat bagi teman-teman yang ingin terlibat. Tidak harus menjadi peserta, tetapi juga sebagai pendukung suasana lebaran seni yang dirayakan bersama,” ujar Heri saat sosialisasi ARTJOG 2025 yang berlangsung Rabu (20/11/2024).

Tema besar tahun ini menggarisbawahi seni sebagai suatu bentuk amalan -- sesuatu yang diamalkan, dilakukan dan memberi dampak kepada masyarakat.

Hendro Wiyanto selaku Kurator Tamu ARTJOG 2025 menjelaskan seni tidak hanya menciptakan keindahan tetapi juga menghubungkan individu dengan kolektivitas.

“Hubungan antara personal dan sosial itu bukan hubungan sederhana. Amalan seni tidak ditentukan oleh pribadi, tetapi diuji oleh waktu, masyarakat, dan ekosistem seni,” ungkap Hendro.

Cara yang unik 

Menurut dia, seni harus membuktikan keberadaannya di masyarakat melalui harmoni dan cara-cara yang unik.

Sedangkan Ade Darmawan menawarkan sudut pandang yang menggugah, dengan membahas tantangan seniman dalam era kecerdasan buatan (Artificial Intelligence).

Ade mencatat bahwa kehadiran AI membuat peran seniman menjadi lebih kompleks, terutama dalam mempertahankan orisinalitas di tengah homogenisasi visual.

“Seniman perlu menciptakan dimensi atau peran baru agar tetap relevan. Seni hari ini tidak lagi hanya tentang keindahan, tetapi bagaimana kita menafsirkan dunia nyata melalui praktik kolektif,” jelas Ade.

Praktik kolektif menjadi salah satu sorotan dalam diskusi ini, karena memberikan ruang bagi seniman untuk saling belajar dan menciptakan karya yang lebih kaya.

Zona nyaman

Hal ini selaras dengan pendekatan yang diusung oleh Murakabi Movement, kolektif yang didirikan oleh Singgih S Kartono dan Santi Ariestyowanti. Melalui eksplorasi medium yang kompleks, mereka mencoba keluar dari zona nyaman untuk menciptakan seni yang tidak hanya indah tetapi juga berdaya tarik baru.

“Berkarya bersama menjadi pengalaman baru yang memperkaya proses kreatif kami,” ujar Singgih.

Sosialisasi ini juga menjadi ajang pengenalan program-program yang akan hadir di ARTJOG 2025. Direktur Program ARTJOG, Gading Paksi, menjelaskan perhelatan ini tidak hanya mencakup pameran seni rupa, tetapi juga berbagai program interaktif, seperti ARTJOG Kids, Performa•ARTJOG, Exhibition Tour, Meet the Artist, hingga Jogja Art Weeks.

ARTJOG terus menjaga tradisi membuka ruang bagi anak-anak dan remaja melalui program ARTJOG Kids, yang tahun ini menampilkan proyek seni RE-EXP (REcycle EXPerience) oleh Evan Driyananda serta Attina Nuraini.

Komisi seni utama ARTJOG 2025 dipercayakan kepada Anusapati, pematung kelahiran Surakarta yang dikenal dengan eksplorasi material kayu. Karya-karyanya, yang terinspirasi dari lingkungan sekitar, diharapkan dapat menggambarkan harmoni antara manusia dan alam, sesuai dengan tema Motif: Amalan.

Seniman muda

Selain itu, ARTJOG 2025 juga membuka kesempatan luas bagi seniman muda di bawah usia 35 tahun untuk mengajukan proposal karya hingga 25 Januari 2025.

Program ini memberikan ruang bagi generasi baru untuk menampilkan kreativitas mereka dalam kancah seni kontemporer. Bahkan anak-anak usia 6-15 tahun dapat berpartisipasi dalam ARTJOG Kids, menjadikan seni sebagai medium inklusif untuk berbagai kelompok usia.

ARTJOG 2025 berupaya membawa seni lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari, mengubahnya menjadi sebuah amalan yang dirayakan bersama. Melalui tema Motif: Amalan, ARTJOG mengajak masyarakat untuk tidak hanya menjadi penikmat, tetapi juga pendukung dan pelaku aktif dalam membangun ekosistem seni yang dinamis.

“Amalan seni bukan hanya milik seniman, tetapi juga bagian dari kehidupan bersama,” ujar Hendro Wiyanto, merangkum semangat ARTJOG tahun ini.

Dengan keberagaman program yang inklusif dan dukungan dari berbagai pihak, ARTJOG 2025 tidak hanya menjadi perayaan seni rupa, tetapi juga perayaan hidup, di mana seni menjadi jembatan untuk saling memahami dan mengamalkan nilai-nilai kebersamaan. (*)