Bukan Zamannya Lagi Pembelajaran Sejarah Terpusat pada Guru

Bukan Zamannya Lagi Pembelajaran Sejarah Terpusat pada Guru

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) DIY bekerja sama dengan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menggelar Seminar Pendidikan Sejarah dan Workshop Perangkat Pembelajaran secara daring.

Tema  webinar adalah “Pendidikan Sejarah bagi Generasi Muda Penting” dengan pemandu Lilik Suharmaji M.Pd (Kepala Departemen Litbang AGSI DIY) dan Dr Risky Setiawan M.Pd (Dosen Prodi pendidikan Sejarah UNY).

“Kegiatan webinar kita gelar pada hari Sabtu 3 Oktober lalu.  Peserta adalah guru-guru sejarah SMA/MA/SMK, bahkan guru mata pelajaran lain, baik dari DIY maupun daerah lain se-Indonesia,” kata Ketua AGSI DIY, Wahyudi SPd, dalam rilis yang dikirim ke  redaksi koranbernas.id, Selasa (6/1010/2020).

Guru sejarah di SMAN 2 Bantul itu menerangkan, pembicara kunci (keynote speaker) Dr Sardiman AM M.Pd memaparkan tentang pembelajaran sejarah, refleksi, jejak-jejak masa lampau. Sedangkan materi pengembangan perencanaan pembelajaran kooperatif dan pembuatan perencanaan pembelajaran ideal masing-masing dipaparkan oleh M Nur Rokhman M.Pd dan Maman Nurjaya S.Pd, MM.

Dalam sambutannya saat webinar, Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah UNY, Dr Zulkarnain M.Pd, mengatakan bahwa sejarah adalah kebutuhan bangsa. Sejarah digunakan oleh tiga golongan yakni pertama, sebagai alat untuk mendirikan bangsa (para pendiri bangsa), kedua, sebagai alat membentuk karakter bangsa (para pendidik) dan ketiga orang-orang yang tidak suka sejarah karena mereka tidak ada di dalamnya sehingga sejarah tidak perlu diajarkan.

“Apabila ada yang mereduksi pelajaran sejarah, masuk golongan yang mana? Kita bisa menilai sendiri,” katanya.

Sementara Dr Sardiman, Dosen senior Prodi Sejarah, mengingatkan apabila pelajaran sejarah dijadikan pilihan di SMA dan siswa tidak memilihnya maka siapa yang mengingatkan nilai-nilai kepahlawanan.

“Siapa yang mengingatkan kalau Indonesia pernah dijajah? Siapa yang mengingatkan jasa-jasa para pendiri bangsa?,” kata Sardiman.

Untuk itu, dirinya  menilai pelajaran sejarah benar-benar sangat dibutuhkan generasi muda.

“Saya tidak sreg jika di SMA sejarah tergabung dengan pelajaran IPS, karena IPS sendiri masalahnya juga belum selesai,” tandasnya.

Sementara itu Nur Rokhman M.Pd menegaskan, guru dalam pembelajaran sejarah harus ada kolaborasi dengan peserta didik. Tidak kalah penting, pembelajaran sejarah harus ada penanaman nilai-nilai karakter terhadap peserta didik.

“Sekarang ini bukan zamannya lagi pembelajaran terpusat pada guru atau juga terpusat pada peserta didik, tetapi sekarang harus ada kolaborasi antara guru dengan peserta didik. Karena dunia ini keberhasilan sebagian besar ditentukan oleh adanya kolaborasi,” kata dosen prodi pendidikan sejarah UNY tersebut.

Sedangkan Maman Nurjaya S.Pd mengingatkan, perencanaan pembelajaran yang ideal adalah perencanaan yang disesuaikan dengan peserta didik di sekolah. Sehingga perencanaan pembelajaran tidak bisa disamakan secara leterlek antara sekolah satu dengan sekolah lain. Penasihat AGSI DIY itu juga mengatakan, pembuatan rencana pembelajaran harus efektif, efsien dan kolaboratif.

“Saya mengucapkan  terima kasih karena dapat bekerja sama dalam kegiatan webinar ini dengan prodi pendidikan sejarah UNY,” kata Wahyudi.

Dengan adanya penyederhanaan draf kurikulum, lanjutnya, maka  AGSI DIY menyambut dengan baik selama kurikulum itu untuk kebaikan bagi pendidikan di Indonesia.

Wahyudi juga memberikan pesan, lebih baik bagi stakeholder bijaksana agar mata pelajaran sejarah tidak direduksi karena mata pelajaran sejarah sangat urgen terhadap generasi muda.

“Peserta seminar ini nantinya akan mendapatkan pendampingan dalam penyusunan perencanaan pembelajaran hingga mendapatkan e-sertifikat dari Universitas Negeri Yogyakarta,”tambah Wahyudi. (*)