BPJS Ketenagakerjaan Gandeng Kejaksaan Kejar Penunggak Iuran

BPJS Ketenagakerjaan Gandeng Kejaksaan Kejar Penunggak Iuran

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan DIY menggandeng Kejati dan Kejari di wilayah DIY untuk mengejar perusahaan penunggak iuran.

Namun pihak BPJS Ketenagakerjaan maupun Kejaksaan, terlebih dulu melakukan pendekatan persuasif dan sosialisasi kepada perusahaan-perusahaan dimaksud, sebelum mengambil tindakan tegas sesuai peraturan.

Deputi Direktur BPJS Ketenagakerjaan Jateng dan DIY, Cahyaning Indriasari, mengatakan jumlah perusahaan penunggak iuran BPJS Ketenagakerjaan di provinsi ini cukup banyak.

Hingga April 2022 tercatat ada 2.968 perusahaan dan badan usaha yang mangkir dari kewajiban. Nilai tunggakan iuran juga fantastis, Rp 40,3 miliar.

"Untuk jumlah tenaga kerjanya mencapai 25.710 orang. Jadi memang banyak," kata Cahyaning, Rabu (18/5/2022).

Di sela-sela acara penandatanganan kerja sama dengan Kejati dan Kejari se-DIY, Cahyaning mengatakan  tingkatan dari tunggakan iuran ini memang berbeda-beda. Ada yang kurang lancar, tapi ada juga yang macet.

Selain tunggakan iuran, ada juga sejumlah pelanggaran lain yang dilakukan perusahaan. Mulai dari belum mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, baru mendaftarkan sebagian karyawan atau bahkan mendaftarkan dengan gaji yang tidak sesuai kenyataan.

Cahyaning Indriasari mengatakan, upaya pendekatan terus dilakukan dengan perusahaan bermasalah ini. Harapannya, pendekatan persuasif akan menyadarkan pemilik perusahaan ataupun manajemen akan pentingnya tertib dan patuh membayarkan premi atau iuran kepesertaan, baik bagi karyawan mereka maupun bagi perusahaan.

Kepala Cabang BPJS Ketenagakerjaan DIY, Teguh Wiyono,  mengatakan coverage kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di DIY saat ini belum mencapai 30 persen dibandingkan dengan potensi yang ada.

Dari data, jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 1.614 juta, yang sudah terdaftar sebagai peserta baru 420 ribu. "Artinya masih ada sekitar 1.2 juta yang belum terdaftar. Padahal kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan itu amanat undang-undang," katanya.

Hal ini sangat disayangkan, mengingat bukan saja karena amanat undang-undang, melainkan juga karena jaminan sosial merupakan hak bagi setiap pekerja.

"Mendaftarkan pekerja ke BPJS Ketenagakerjaan itu jangan dipandang sebagai beban, tapi investasi. Ketika pekerja merasa aman dan nyaman, maka produktivitas juga akan meningkat. Belum lagi bicara manfaat menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Bahkan bagi perusahaan, manfaatnya juga besar. Ketika terjadi risiko kerja, semua kita tanggung," kata Teguh.

Menurut Teguh, penandatangan kesepakatan ini merupakan pembaruan atau perpanjangan dari kerja sama serupa yang sudah dilakukan selama ini.

Kepala Kejaksaan Tinggi DIY, Katarina Endang Sarwestri SH MH, mengaku prihatin dengan banyaknya perusahaan yang belum mengikutsertakan  karyawannya dalam program BPJS Ketenagakerjaan.

Dia berharap kerja sama antara Kejati dan Kejari dengan BPJS Ketenagakerjaan akan mampu mendorong coverage kepesertaan di wilayah DIY.

"Semoga tahun ini bisa mencapai 50 persen. Kami siap mendukung program ini untuk kepentingan masyarakat," katanya. (*)