BKKBN dan UGM Kaji Masalah Ketahanan Keluarga, Hasilnya?

BKKBN dan UGM Kaji Masalah Ketahanan Keluarga, Hasilnya?

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA --  Keluarga harus menjadi tempat utama pendidikan karakter bagi anak-anak, yang tidak diajarkan di sekolah. Ini sangat penting untuk mewujudkan ketahanan keluarga.

Sekolah dan lembaga pendidikan bertugas mengawal bekal anak-anak yang sudah dperoleh di keluarga. Karakter juga tidak ada hubungannya dengan tingkat pendidikan seseorang.

Kasus Sinaga, WNI yang dituduh memperkosa lebih dari 190 orang yang menghebohkan di Inggris ini sebagai contohnya. Pelaku begal dan klithih ternyata juga anak-anak yang tidak mendapatkan bekal pendidikan karakter yang baik di dalam keluarga kemudian jatuh ke lingkungan dan komunitas anak-anak yang senasib.

Inilah yang harus menjadi perhatian serius para pemangku kepentingan maupun seluruh elemen masyarakat untuk membangun keluarga tangguh guna melahirkan generasi berkualitas dan mandiri.

Hal ini mengemuka saat berlangsung Exclusive Workshop for Goverment Stakeholders bertema Membangun Keluarga Tangguh dari Riset Menjadi Kebijakan, Kamis (9/1/2020), di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Kegiatan tersebut merupakan kerja sama antara Fakultas Psikologi UGM, BKKBN serta Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk DIY.

Workshop yang berlangsung hingga Jumat (10/1/2020) kali ini dihadiri narasumber pakar Psikologi UGM, BKKBN Pusat serta Prof Silvya Asay dari University of Nabraska Amerika Serikat yang sudah puluhan tahun mengadakan penelitian mengenai masalah ketahanan keluarga di puluhan negara.

Pada workshop tersebut juga terungkap, meskipun sudah banyak sekali upaya membangun keluarga tangguh sebagai upaya membangun generasi berkualitas namun masih banyak kendala yang dihadapi.

Penelitian Keluarga TKW

Penelitian di Tangerang terhadap keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bekerja di luar negeri menunjukkan 100 persen anak-anaknya bermasalah. Di Jawa Barat bahkan bapak-bapaknya juga bermasalah.

Tingkat perceraian tinggi dan kebanyakan gugat cerai dari istri. Ketika istri sudah bisa mendapatkan penghasilan banyak, suami kelihatan jelek, dalam tanda kutip.

Padahal untuk bisa mempertahankan keharmonisan keluarga harus ada saling menghormati antara suami istri. Apabila terjadi perceraian anak-anak yang menjadi korban bahkan bisa menimbulkan trauma. Tata nilai keluarga sudah diobrak-abrik oleh alasan ekonomi.

Kecanduan gadget di kalangan anak- anak juga menjadi ancaman yang harus diwaspadai. Kemajuan teknologi ini harus dimanfaatkan secara positifnya dan dihindari dampak negatifnya.

Sayangnya banyak orang tua kurang menyadari. Kembali ke meja makan sebagai upaya menciptakan kehangatan dan komunikasi keluarga harus terus diupayakan.

Menumbuhkan rasa aman, tenteram anak-anak dalam keluarga menjadi kunci utama yang harus diciptakan serta dipertahankan. Konsep keluarga Jawa dengan among rasa perlu dikaji.

Rumah layak huni

Deputi  Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga (KSPK) dr M Yani mewakili Kepala BKKBN Pusat Dr dr H Hasto Wardoyo SpOG menjawab pertanyaan wartawan menyatakan benar kasus pernikahan dini, seks bebas pranikah, kehamilan tidak dikehendaki masih menjadi problem serius untuk ditangani lebih intens.

Banyak kasus berkait dengan kemiskinan. "Rumah idealnya layak huni. Punya ruang tamu, ruang tidur terpisah, ada jendela dan sebagainya," kata Yani.

Namun demikian masih banyak keluarga prasejahtera rumahnya tanpa sekat dan ini tidak sehat bagi perkembangan anak-anak.

BKKBN yang semula fokus mengurusi pasangan usia subur, pengendalian penduduk dengan alat kontrasepsinya kini memberi perhatian lebih banyak pada remaja dengan segala problemnya. (sol)