Biaya Mengobati Pasien Covid-19 Rata-rata Rp 184 Juta Per Orang. Mencegah Jauh Lebih Murah

Biaya Mengobati Pasien Covid-19 Rata-rata Rp 184 Juta Per Orang. Mencegah Jauh Lebih Murah

KORANBERNAS.ID, JAKARTA -- Persentase kasus meninggal akibat Covid-19 (fatality rate) di Indonesia minggu ini turun menjadi 3,26% dari minggu sebelumnya sebesar 3,34%. Ini dapat diartikan bahwa tenaga kesehatan (nakes) telah berjuang maksimal dalam merawat pasien positif Covid-19, terutama yang memiliki penyakit penyerta.

Komitmen tinggi nakes sebenarnya harus juga didukung oleh masyarakat untuk mencegah penularan Covid-19, melalui disiplin menerapkan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak aman).

“Dampak mencegah penularan Covid-19 melalui 3M ini sangat luar biasa. Selain membantu nakes, juga mengurangi beban daya tampung ruang perawatan di Rumah Sakit Darurat Covid-19,” kata dr Reisa Broto Asmoro, Juru Bicara Satgas Covid-19, dalam acara Dialog Juru Bicara dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Senin (16/11/2020).

Untuk mengetahui dampak ekonomi yang lebih jauh lagi dari tertular Covid-19, Prof Dr dr Hasbullah Thabrany, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, menyatakan, “biaya penyakit itu mahal. Dari Covid-19 saja, biayanya bisa sampai Rp 600 juta”.

”Survey di 9 Provinsi di Indonesia untuk mengkaji biaya pengobatan Covid-19, menemukan biaya tertinggi mencapai Rp 446 juta. Rata-rata dana yang dikeluarkan untuk mengobati satu pasien Covid-19 adalah Rp184 juta, dengan rata-rata lama perawatan 16 hari rawat inap,” lanjut Prof Hasbullah, dikutip dari laman resmi Satgas Covid-19, Selasa (17/11/2020).

Hasbullah menekankan bahwa penyakit merupakan musibah yang sebenarnya bisa dicegah. Pencegahan dilakukan dengan mengubah perilaku dan menjaga gaya hidup sehat.

“Oleh karena itu, jangan gampang menyalahkan Tuhan kalau kita sakit. Tuhan tidak akan memberikan seseorang musibah ataupun pahala dan rezeki tanpa melihat sejauh apa usahanya. Jadi, Covid-19 ini sebenarnya penyakit yang bisa dicegah melalui penerapan disiplin 3M. Apalagi kita tahu bahwa setelah sakit, kita tidak bisa bekerja,” kata Hasbullah.

Pada dialog itu, Prof Hasbullah juga menekankan bahwa Covid-19 menimbulkan beban dan merugikan negara. Hingga kini, perawatan pasien Covid-19 masih menjadi tanggungan negara yang menggunakan dana APBN untuk penanganannya.

Pengeluaran negara mencapai 800 triliun (APBN, APBD, dan dana desa) untuk pengobatan hingga program pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Apabila masyarakat disiplin melakukan gerakan 3M, kerugian negara bisa ditekan, dan dampak lainnya kasus Covid-19 pun juga menurun.

“Apabila kita menggunakan masker kain yang bisa dicuci, biayanya sangat murah. Mungkin satu hari tidak sampai Rp 5.000. Tapi begitu tertular Covid-19, katakanlah penghasilan kita satu hari Rp 100 ribu, selama dirawat 15 hari saja, maka kita kehilangan satu setengah juta rupiah. Lebih baik kita mengeluarkan Rp 5.000 sehari dan mengupayakan disiplin 3M, daripada kehilangan satu setengah juta. Ini yang harus kita pikir panjang. Jangan hanya berpikir buat hari ini atau besok saja,” terang Prof Hasbullah.

Menjelaskan soal vaksin Covid-19 yang sedang dipersiapkan, Prof Hasbullah menyatakan, ”vaksin sudah pasti lebih murah dibandingkan merawat atau mengobati”.

“Dengan divaksin, ini menguntungkan kita semua. Kita menjadi tidak terkena virus dan kita tidak menularkan virus kepada orang lain. Ini adalah amal karena mencegah orang lain jadi tidak kena musibah dari virus,” lanjutnya.

“Ternyata ada acara yang lebih murah mencegah terkena penyakit dengan vaksin dan sambil menunggu vaksin (Covid) yang aman dan efektif, kita jaga kondisi tubuh kita, agar tetap sehat, disiplin menerapkan 3M yang dipraktikkan sebagai satu kesatuan, sangat membantu meringankan beban kita dalam kondisi serba sulit di masa pandemi Covid-19,” tutup dr Reisa Broto Asmoro. (*)