Belajar dari Dokter Kohar Membangun Masyarakat Sadar Vaksin

Belajar dari Dokter Kohar Membangun Masyarakat Sadar Vaksin

KORANBERNAS.ID, JAKARTA – Dr dr Kohar Hari Santoso,  Direktur RSSA Malang ini memiliki pengalaman menarik seputar imunisasi. Berkat kegigihannya, Ketua Tim Tracing Gugus Tugas Covid-19 Jawa Timur ini mampu membangun kesadaran masyarakat mengenai pentingnya vaksinasi.

Salah satu cara yang dia lakukan adalah menggandeng media. Dokter Kohar tahu persis, di tengah pandemi saat ini media tidak hanya memberi informasi yang benar dan sahih. Pilar keempat demokrasi itu juga mampu memainkan perannya memberikan edukasi tentang Covid-19, khususnya soal vaksin dan program vaksinasi.

Dia menyebutkan, faktor keberhasilan program vaksinasi MR di Jawa Timur pada medio 2017 tidak lepas dari peran media. Waktu itu, sosialisasi dan edukasi yang gencar dilakukan media bersama Dinas Kesehatan Jawa Timur akhirnya membuahkan hasil dengan tingginya tingkat kesadaran masyarakat ikut program imunisasi campak dan rubella atau measles-rubella (MR).

“Media sangat membantu tugas kami melaksanakan imunisasi lewat edukasi dan sosialisasi ke masyarakat. Media membantu menyebarkan informasi, sehingga masyarakat bersedia diimunisasi,” ujar dokter Kohar.

Pada Dialog Produktif dengan tema Belajar dari Sukses Vaksin MR di Jawa Timur dan Peran Media dalam Vaksinasi secara daring di Media Center Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Selasa (17/11/2020), mantan Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur ini mengakui pada mulanya banyak masyarakat yang menolak.

Ini terjadi akibat kurangnya informasi dari petugas kesehatan. Akibatnya banyak informasi yang salah dan tidak benar beredar di kalangan masyarakat.

Misalnya, sebut dia, pasca-imunisasi tetap ada kemungkinan akan ada panas atau demam. “Jadi waktu itu ada kejadian seorang anak meninggal dan disebut-sebut karena habis diberi vaksin. Setelah tim ahli klinis kita turun ke lapangan, ternyata si anak sakit DBD,” ungkapnya.

Menurut dokter Kohar, selain melibatkan media, pendekatan secara kultural juga menentukan keberhasilan program imunisasi. Bagi pemerintah daerah, keberagaman latar belakang budaya maupun tingkat religius masyarakat di Jawa Timur menjadi tantangan tersendiri untuk melakukan upaya imunisasi MR waktu itu.

“Untuk membentuk persepsi positif publik, kita akan turun ke bawah, mendatangi tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh-tokoh kunci. Setelah sosialisasi kita lakukan mereka sadar pentingnya vaksinasi. Biasanya mereka akan menyampaikan ke komunitas masing-masing. Tapi sebelum itu, kita melakukan peningkatan kapasitas terlebih dulu kepada petugas kita sebelum turun ke lapangan,” paparnya.

Dia mengakui, tidak semua upaya berjalan mulus. Bahkan di beberapa tempat tetap terjadi penolakan, sampai petugas tidak berani masuk ke daerah tersebut. “Tetapi kita tetap melakukan pendekatan untuk memberikan pemahaman yang baik dan benar. Apalagi imunisasi itu bukan hanya MR, imunisasi rutin lainnya juga harus dilakukan dan disosialisasikan,” tandasnya.

Dokter Kohar sepakat, selama pandemi Covid-19 semestinya masyarakat tetap semangat dan tetap produktif berkarya dan bekerja. “Siap divaksin saat vaksin siap karena dengan divaksin kita melindungi diri dan melindungi negeri. Ini semua adalah usaha kita untuk mewujudkan kesehatan pulih ekonomi bangkit,” ucapnya.

Wahyoe Boediwardhana, jurnalis dari komunitas Jurnalis Sahabat Anak mengatakan keterlibatan media dapat dijadikan sebagai salah satu ujung tombak sosialisasi dan edukasi pada masyarakat.

“Kami yang punya concern, punya visi dan misi sama. Kami ingin membantu masyarakat, mengedukasi sesuatu yang sifatnya positif terkait edukasi anak,” ungkap Wahyoe dalam forum yang sama.

Menurut dia, dalam melakukan sosialisasi media harus memahami karakter masyarakat di masing-masing wilayah Jawa Timur yang sangat beragam. Baginya, tantangan terbesar yang dihadapi para jurnalis adalah memerangi berita hoaks mengenai vaksin.

“Kami lebih memilih membanjiri masyarakat dengan informasi positif, informasi yang benar. Jadi kami tidak mau head to head dengan pembuat hoaks. Kami rasa ketika kami head to head dengan mereka, kami akan mengeluarkan energi yang lebih besar, itu akan sia-sia,” kata Wahyoe.

Agar seluruh pemberitaan mengenai vaksin sampai ke masyarakat secara benar, Wahyoe bersama komunitas Jurnalis Sahabat Anak Jawa Timur akan terus belajar, menambah ilmu dan pemahaman seputar imunisasi.

“Sebelum kami memutuskan menyampaikan pesan positif ke masyarakat, kawan-kawan inilah (jurnalis) dulu yang kita pintarkan. Kita bagi ilmunya sebanyak-banyaknya,” ungkapnya.

Sampai saat ini, beragam hoaks mengenai vaksin terus membanjiri masyarakat. Kenali, ciri-ciri berita yang tidak benar, dan apabila ragu-ragu tanyakan langsung kepada ahlinya, seperti dokter dan para pakar mengenai vaksin yang terpercaya. (*)